Keberadaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah menjadi tantangan bagi pekerja pemula. Tugas-tugas yang sebelumnya dikerjakan oleh pekerja pemula dan fresh graduate, kini mulai bisa digantikan oleh AI. Bagaimana nasib pekerja pemula ke depannya?
Stanford Social Innovation Review (SSIR), menganalisis bagaimana AI telah mencaplok pekerjaan para pemula. Pekerjaan seperti menyusun data, memo, hingga notulensi kini semakin diotomatisasi.
Kondisi ini membuat pekerja pendatang baru, harus langsung meloncat ke jenjang kerja yang lebih tinggi. Mereka tak lagi melewati jenjang pemula yang relatif mudah, tetapi harus mempersiapkan diri ke tingkat pekerjaan yang tak disentuh AI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"AI sedang menata ulang pekerjaan, membentuk kembali pengetahuan dan keterampilan yang penting, dan mendefinisikan ulang bagaimana orang diharapkan memperolehnya," tulis laporan SSIR, dikutip Minggu (9/11/2025).
Namun di sisi lain, teknologi semacam AI juga bisa membantu pekerja pemula menemukan cara pengalaman yang bisa ditingkatkan. Misalnya dengan membantu melatih keterampilan diri serta mempercepat akses pengetahuan dan informasi.
Nasib Pekerja Lulusan SMA atau Fresh Graduate Kampus
Secara umum, peran manusia di industri kerja dimulai dari level dasar hingga tinggi. Level dasar berkaitan dengan kelancaran alur kerja, norma, dan perangkat yang membantu pekerjaan lain.
Dalam hal ini, AI hadir dengan menawarkan penyelesaian kerja level dasar yang lebih efektif. Ini mengapa, kemudian banyak perusahaan memilih melakukan otomatisasi bidang kerja tertentu kepada AI.
Sementara pekerja level dasar, yang membutuhkan pengalaman, menjadi lebih sedikit kesempatannya. Ditambah lagi, penyedia pendidikan dan pelatihan jarang dirancang untuk mengimbangi perkembangan teknologi di industri kerja.
AI juga mengubah standar baru di industri kerja. Kini banyak perusahaan tak lagi mengandalkan keterampilan umum seperti pengoperasian alat tertentu hingga kemampuan verifikasi.
Lebih jauh, AI menyadarkan perusahaan pentingnya standar mengenai keterampilan analitis, sosial, dan adaptif, yang jarang dipandang penting selama sekolah atau kuliah. Implementasi dari ini yaitu pekerja yang punya portofolio, proyek, hingga tugas yang selesai, akan lebih dicari perusahaan ketimbang lulusan dengan gelar tertentu dan nilai yang bagus di ijazah.
Secara tidak langsung, SSIR menilai jika AI yang digunakan dengan baik, justru bisa mendemokratisasi keahlian. Individu termasuk pekerja lulusan SMA maupun kampus yang menggunakan AI justru bisa meningkatkan keterampilan, mempercepat analisis data, dan belajar ilmu baru setiap saat.
Pentingnya Infrastruktur Pendidikan dan Pelatihan untuk Era AI
Bisa dikatakan, kini banyak perusahaan telah mengurangi program pelatihan tenaga kerja. Sebab, level dasar pekerja bisa dicapai dengan bantuan AI.
Kondisi ini mengindikasikan pentingnya pendidikan dan pelatihan baru untuk era AI. Menurut SSIR, pola pelatihan perlu didesain ulang agar pekerja lebih siap dan dibutuhkan oleh industri setelah lulus.
Misalnya dengan menciptakan institusi hibrida. Artinya, lulusan SMA dan kuliah tidak dibedakan dari batasan jenjangnya, melainkan disatukan dengan sistem pelatihan terintegrasi yang fokus pada kualitas lulusan.
Kemudian menerapkan pembelajaran berbasis kerja. Pengalaman kerja yang terstruktur menjadi persiapan penting sebelum terjun ke dunia karier. Ini mencakup program magang bagi remaja dan dewasa, kerja sama, praktik klinis, dan pelatihan intensif yang terintegrasi dengan perusahaan yang terkait dengan jalur rekrutmen.
Selain itu, perlunya menjalankan kemitraan dengan perusahaan yang mendesain ulang peran tingkat pemula. Dalam hal ini, perusahaan bisa diminta untuk merestrukturisasi pekerjaan tingkat pemula agar mereka dapat mengajar sekaligus menghasilkan.
"Pekerjaan yang direstrukturisasi ini harus mencakup proyek yang menyediakan waktu untuk pembelajaran dan bimbingan, serta harus memiliki jenjang promosi yang jelas terkait dengan kompetensi yang telah ditunjukkan. Model magang dan program gelar magang menyediakan template-nya, dengan departemen sumber daya manusia, unit bisnis, dan pendidik bekerja sama untuk merancang peran dan mencapai hasil yang diinginkan," tulis SSIR.
Dengan berbagai pendekatan tersebut, sistem dapat memilih memadukan potensi kualitas lulusan dengan program perekrutan berbasis kinerja. Ini akan mengatasi kesenjangan yang ditimbulkan akibat adanya AI di level pekerja pemula.
Di sisi lain, SSIR menilai, jika sistem bisa merancang peran sehingga AI meningkatkan kapasitas manusia, maka lebih banyak orang akan melakukan pekerjaan penting lebih cepat.
"Hal ini menghasilkan pasar tenaga kerja yang dapat melihat keterampilan, sistem pelatihan yang menghargai apa yang sudah diketahui orang, dan budaya pentingnya kerja keras yang terlihat," papar SSIR.
"Begitulah cara kami mengganti level pemula yang menghilang dengan titik awal yang lebih baik dan mengubah gangguan menjadi tangga menuju peluang yang lebih adil dan cepat," tutur mereka.
(faz/nwk)











































