Para pelajar SMK Negeri 2 Tondano ini melahirkan karya kreatif berwujud musik, bertajuk "Ancestral Voice". Musik mereka tak sekadar sedap didengar, tapi juga menyuarakan kembali nilai-nilai budaya Minahasa.
Melalui nada dan liriknya, Devsya Virsay Mirsan dan Natali Christy Sumarauw, menciptakan musik yang mengingatkan bahwa belajar budaya bisa semenarik mendengarkan musik.
Karya tersebut menjadi salah satu inovasi yang ditampilkan dalam ajang Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI) 2025, yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) di Exhibition Hall SMESCO, Jakarta, pada 28-29 Oktober 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami ingin agar orang-orang kembali mengenal budaya Minahasa yang mulai terlupakan," ujar Devsya yang merupakan salah satu anggota tim Lara Dwi Suara (28/10/2025).
Bersama ketuanya, Natali keduanya menggagas "Ancestral Voice" secara mandiri mulai dari proses penulisan lirik, aransemen, hingga rekaman.
"Semuanya kami buat sendiri tanpa bantuan orang lain. Karena kami ingin karya ini benar-benar original dan mencerminkan identitas kami," tutur Natali bangga.
Budaya yang Mulai Terlupakan
Dalam lagu "Ancestral Voice", Lara Dwi Suara mengangkat berbagai unsur budaya khas Minahasa, mulai dari tarian Cakalele hingga permainan tradisional seperti Tumbu-tumbu Blanga.
Namun, mereka menyayangkan banyak masyarakat Minahasa, termasuk generasi muda, yang sudah tak lagi mengenal budaya sendiri.
"Padahal mereka asli Minahasa, tapi tidak tahu tentang tarian atau permainan tradisional kita," kata Devsya.
Kesadaran itu muncul dari pengalaman mereka sebagai siswa jurusan pariwisata yang banyak mempelajari tentang warisan budaya dan tempat wisata bernilai sejarah. Dari situlah muncul ide menjadikan musik sebagai sarana edukasi dan pelestarian budaya.
Musik sebagai Media Belajar Budaya
Lagu "Ancestral Voice" tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi sarana edukatif untuk memperkenalkan budaya daerah kepada generasi muda.
"Kami ingin generasi muda tahu bahwa musik bisa jadi media untuk belajar budaya," kata Natali.
Lagu ini juga menampilkan potongan bahasa daerah Minahasa yang diambil dari pengamatan mereka. Meski begitu, prosesnya tidak mudah.
"Kami sempat kesulitan karena buku-buku bahasa daerah sekarang sudah jarang ditemukan. Tapi kami tetap berusaha memasukkan unsur lokal agar nuansanya terasa kuat," tambah Devsya.
Kedepannya, "Ancestral Voice" dirancang supaya dapat dinikmati di berbagai platform musik digital seperti YouTube dan Spotify.
Harapan untuk Generasi Muda
Melalui karya ini, Devsya dan Natali berharap bisa menginspirasi siswa di seluruh Indonesia agar lebih mencintai budaya daerah.
"Harapan kami, semoga lagu ini bisa dikenal luas dan jadi inspirasi bagi anak muda di seluruh Indonesia, bahkan sampai internasional," tutup Natali dengan semangat.
Lewat Ancestral Voice, tim Lara Dwi Suara membuktikan pelestarian budaya bisa dikemas dengan cara kreatif dan kekinian. Karya mereka bukan hanya lagu, tapi juga panggilan untuk mencintai dan menjaga kembali warisan budaya Nusantara.
Penulis adalah peserta Program Magang Nasional Kementerian Tenaga Kerja di detikcom.
(nah/nah)











































