Sekitar 80% kucing rumahan berwarna oranye adalah jantan. Mengapa, di antara semua mamalia yang memiliki warna oranye, hanya kucing oren yang sangat erat kaitannya dengan jenis kelamin?
Dalam sebuah studi tahun 2025, ahli genetik dari Stanford Medicine, Chris Kaelin dan rekan-rekannya melaporkan telah menemukan mutasi genetik aneh di balik bulu oranye pada kucing. Mutasi ini tidak seperti yang terlihat pada mamalia lain.
"Selama lebih dari seabad, warna bulu oranye pada kucing telah diakui sebagai pengecualian terhadap aturan genetik yang menjelaskan pewarnaan pada sebagian besar mamalia. Kucing jantan oranye memiliki warna yang seragam, tetapi kucing betina seringkali memiliki campuran bulu oranye dan hitam, yang biasa disebut pola tortoiseshell atau calico," ujar Kaelin kepada ZME Science, dikutip (21/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan menggunakan kombinasi berbagai pendekatan, kami berharap dapat menjawab pertanyaan lama tentang mengapa sifat warna oranye yang terkait jenis kelamin ini hanya muncul pada kucing domestik," jelasnya.
Mengapa Kucing Oren Hampir Selalu Jantan?
Warna oranye pada kucing domestik hampir selalu muncul pada kucing jantan. Hanya sekitar 20% dari semua kucing oranye yang betina. Kucing betina, dengan dua kromosom X, membutuhkan kedua salinan gen oranye agar tampak sepenuhnya oranye. Hal ini jarang terjadi.
Kebanyakan kucing betina akhirnya menampilkan mosaik oranye dan hitam. Ini disebabkan oleh proses genetik yang disebut inaktivasi X acak.
"Mutasi oranye memengaruhi gen pada kromosom X. Pada mamalia, jantan memiliki satu kromosom X dan oleh karena itu satu salinan gen oranye, sedangkan betina memiliki dua kromosom X dan dua salinan," kata Kaelin.
Pada sebagian besar mamalia, bulu oranye atau kekuningan dihasilkan dari mutasi pada salah satu dari dua gen pigmen spesifik. Namun, gen-gen ini tidak terpaut jenis kelamin dan muncul pada jantan maupun betina. Hal itu tidak terjadi pada kucing domestik.
"Pada sejumlah spesies yang memiliki pigmen kuning atau oranye, mutasi tersebut hampir secara eksklusif terjadi pada salah satu dari dua gen, dan tidak satu pun dari gen tersebut terpaut jenis kelamin," kata Kaelin.
Jadi, para ilmuwan tahu mereka sedang mencari mutasi yang unik pada kromosom X kucing. Namun, hingga kini, lokasi pastinya masih sulit dipahami.
Baca juga: Macan Tutul dan Jaguar, Beda atau Sama? |
Gen Arhgap36 yang Tidak Biasa
Untuk menemukan mutasi tersebut, tim Kaelin meneliti genom kucing oranye. Dengan menggunakan sampel DNA dari klinik sterilisasi, mereka mengandalkan perangkat genomik canggih yang belum tersedia satu dekade lalu.
Akhirnya, mereka menemukan sesuatu yang mengejutkan, yakni penghilangan kecil pada kromosom X yang menyebabkan gen bernama Arhgap36 aktif dalam sel pigmen.
Ini bukan gen biasa. Pada manusia, Arhgap36 terkait dengan tumor neuroendokrin tertentu dan berperan dalam pensinyalan sel selama perkembangan. Namun, gen ini tidak pernah dikaitkan dengan warna bulu pada spesies apa pun.
Pada kucing oranye, aktivasi tak terduganya dalam sel pigmen mengacaukan mesin seluler yang bertanggung jawab atas produksi melanin. Hal ini menghambat langkah terakhir dalam jalur pigmen, yang secara efektif mengubah palet warna bulu dari oranye gelap menjadi oranye terang.
"Tentu saja, ini adalah mekanisme yang sangat tidak biasa di mana terdapat ekspresi gen yang salah pada jenis sel tertentu," ujar Kaelin dalam siaran pers.
Ternyata, mutasi ini bukanlah hal baru. Mutasi ini sudah cukup kuno sehingga lukisan-lukisan abad pertengahan dari abad ke-12 sudah menggambarkan kucing calico yang bermalas-malasan di pinggiran. Hal ini menunjukkan bahwa mutasi ini muncul di awal sejarah domestikasi kucing dan mungkin berkembang pesat di bawah pengaruh manusia.
"Meskipun kami menemukan mutasi ini bertahun-tahun yang lalu, tantangannya adalah memahami bagaimana mutasi ini memengaruhi warna bulu. Mutasi ini mengubah aktivitas gen, alih-alih mengganggu gen itu sendiri, dan gen yang terpengaruh mengkode protein yang fungsinya berbeda dari yang dapat kami simpulkan tanpa eksperimen. Wawasan dari kelompok lain selama penelitian kami memandu upaya kami untuk memahami secara tepat bagaimana mutasi ini pada akhirnya memengaruhi warna bulu kucing," kata Kaelin.
Namun, bulu kucing oranye yang cerah seringkali dibarengi kepribadian yang besar. Apakah gen di balik warna bulu mereka berperan lebih dari yang diduga?
Para peneliti sebenarnya mengeksplorasi kemungkinan itu. Mereka memindai jaringan nonkulit yakni ginjal, jantung, otak, kelenjar adrenal. Namun, mereka tidak menemukan perbedaan ekspresi Arhgap36 antara kucing oranye dan non-oranye.
"Saya rasa kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya perubahan ekspresi gen di beberapa jaringan yang belum kami uji yang mungkin memengaruhi perilaku," ungkap Kaelin.
"Namun, survei kami tentang aktivitas gen terbatas pada jaringan tertentu," imbuhnya.
Menurutnya, ciri warna pada mamalia merupakan alat ilmiah yang berguna untuk memahami bagaimana gen berfungsi dan berinteraksi, sekaligus sarana yang hebat untuk mengomunikasikan konsep ilmiah kepada non-ilmuwan.
Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Current Biology Volume 35, Issue 12 p2826-2836.e5, dengan judul "Molecular and genetic characterization of sex-linked orange coat color in the domestic cat".
(nah/nwk)











































