Ternyata Tertawa Itu Memang Menular, Ini Penjelasan Ilmiahnya

ADVERTISEMENT

Ternyata Tertawa Itu Memang Menular, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Cicin Yulianti - detikEdu
Senin, 29 Sep 2025 10:00 WIB
Asian ethnicity couple with smart phone at home
Ilustrasi tertawa. Foto: Getty Images/pixelfit
Jakarta -

Pernah tidak, detikers tiba-tiba ikut tergelitik saat mendengar orang lain tertawa meski tidak tahu apa konteks leluconnya? Ternyata, tawa memang benar-benar menular.

"Apakah tawa menular? Sebenarnya, semua emosi itu menular," jelas Dr Sandi Mann, psikolog dari British Psychological Society, dikutip dari IFLScience.

Fakta unik lainnya, ternyata hal ini bukan hanya terjadi pada manusia. Penelitian menunjukkan kera juga bisa tertawa dengan cara yang mirip manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, tinjauan pada 2021 menemukan 65 spesies hewan, mayoritas mamalia, memperlihatkan vokalisasi mirip tawa ketika bermain. Mereka bisa meniru tawa manusia hingga burung.

ADVERTISEMENT

Bukan Hanya Seru, tapi Ini Manfaat Tawa

Profesor psikologi evolusi dari Universitas Oxford, Robin Dunbar mengatakan, tawa tidak hanya membuat suasana cair, tetapi juga punya manfaat kesehatan.

Ia telah melakukan penelitian dan mengungkap bahwa tawa memicu pelepasan endorfin di otak. Zat kimia ini dapat meredakan rasa sakit, mengurangi stres, dan mempererat ikatan sosial.

"Menurut saya, ketika hominin perlu memperbesar ukuran kelompoknya melampaui batas yang bisa diikat dengan cara merawat (grooming), mereka kemudian menggunakan tawa [...] sebagai bentuk paduan suara untuk mengisi kekosongan tersebut," tulis Dunbar.

Tawa adalah Penyelamat dari Tekanan Kerja

Bahkan, di situasi serius sekalipun, humor bisa jadi strategi bertahan hidup. Misalnya pada tenaga medis, mereka kerap menggunakan humor untuk menghadapi tekanan kerja.

Hal tersebut diungkap lewat studi yang ditulis Sarah Christopher, dosen senior praktik paramedis di Sheffield Hallam University tahun 2015. Ia mengamati lima instalasi gawat darurat Australia.

Hasil studinya menunjukkan betapa pentingnya tawa dalam interaksi pasien. Seorang pasien bernama Janet tercatat tertawa 38 kali selama 6,5 jam dirawat.

"Tenaga medis dan petugas darurat sangat mungkin menggunakan humor untuk melawan dampak dari menghadapi situasi penuh stres, dan ini berkontribusi pada ketahanan seseorang ketika menghadapi tekanan," katanya.

Meski lelucon Janet tak selalu ditanggapi dokter, salah satu perawat justru ikut tertawa bersamanya. Respons itu, menurut peneliti, mampu mengalihkan perhatian Janet dari rasa tidak nyaman sekaligus memperkuat hubungan antara pasien dan tenaga medis.

Jenis-jenis Pemicu Tawa Manusia

Menurut Dr Mann, banyak hal yang bisa memicu tawa. Ada yang sifatnya spontan dan hanya bisa dipahami jika kita "ada di sana", ada pula yang muncul karena sesuatu terasa tidak sesuai atau janggal.

"Ada hal-hal yang sifatnya spontan, dan Anda memang harus 'ada di sana' untuk bisa merasa itu lucu. Ada juga hal-hal yang kita tertawakan karena sifatnya tidak sesuai dengan harapan," katanya.

Jadi, jika detikers mendengar orang lain tertawa lalu ikut terbahak meski tidak tahu sebabnya, jangan heran. Itu merupakan bagian alami dari diri kita sebagai makhluk sosial.




(cyu/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads