Pernah kepikiran nggak, kalau terbang ke luar angkasa bisa bikin tubuh kamu lebih cepat menjadi tua? Nah, perjalanan ke luar angkasa ternyata bukan hanya ujian teknologi, tetapi juga tantangan biologis yang bisa bikin tubuh manusia cepat menua.
Sebuah studi terbaru terhadap jaringan manusia yang dikirim ke orbit rendah Bumi menemukan kondisi tanpa gravitasi dan paparan radiasi kosmik dapat menghambat produksi sel dan memperparah kerusakan DNA. Riset itu juga menemukan kondisi itu mempercepat pemendekan telomer atau pelindung di ujung kromosom yang menjadi penanda utama proses penuaan.
"Ruang angkasa adalah uji stres paling ekstrem bagi tubuh manusia," ujar dokter dari University of California San Diego School of Medicine, Catriona Jamieson, seperti yang dikutip dari ScienceAlert. Studi tersebut telah dipublikasikan di jurnal Cell Stem Cell dengan judul "Nanobioreactor detection of space-associated hematopoietic stem and progenitor cell aging".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Catriona, temuan ini krusial karena membuktikan faktor-faktor stres di luar angkasa, seperti mikrogravitasi dan radiasi galaksi, dapat mempercepat penuaan molekuler pada sel induk darah. Pemahaman tersebut, tambahnya, bukan hanya penting untuk melindungi astronot dalam misi jangka panjang, tetapi juga memberi gambaran tentang mekanisme penuaan manusia dan penyakit seperti kanker di Bumi.
"Ini adalah pengetahuan esensial ketika kita memasuki era baru perjalanan antariksa komersial dan riset di orbit rendah Bumi," katanya.
Selama beberapa dekade, ilmuwan sudah memahami sebagian besar dampak penerbangan luar angkasa pada tubuh manusia. Namun, masih banyak misteri yang tersisa.
Dipimpin biokimiawan Jessica Pham dari UC San Diego, tim peneliti merancang sistem bioreaktor untuk menumbuhkan dan memantau sel induk hematopoietik (HSPCs) yang merupakan sel penting dalam pembentukan darah dalam kondisi mikrogravitasi.
Baca juga: Mengapa Menguap Bisa Menular? |
Eksperimen ini dilakukan lewat misi pasokan SpaceX ke Stasiun Luar Angkasa Internasional, dengan sel yang ditempatkan di orbit antara 32 hingga 45 hari. Hasilnya mengejutkan. Produksi protein inflamasi oleh sel meningkat, beban kerja bertambah, namun waktu pemulihan berkurang. Dampaknya, berbagai penanda biologis penuaan muncul lebih cepat.
Seiring waktu, sel-sel tersebut kehilangan kemampuan menghasilkan sel sehat baru dan menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Salah satu temuan paling signifikan adalah pemendekan telomer, yang biasanya berkurang seiring pembelahan sel hingga akhirnya berhenti bereplikasi sebagai ciri khas proses penuaan.
Menariknya, sebagian sel begitu tertekan sehingga tidak mampu lagi menekan aktivitas "gen gelap" atau bagian dari DNA yang biasanya tidak aktif. Ketika bagian ini mulai "bangun", stabilitas gen terganggu dan fungsi kekebalan tubuh bisa menurun.
Namun kabar baiknya, setelah sel-sel tersebut kembali ke Bumi dan ditanamkan pada substrat sumsum tulang yang sehat dan muda, sebagian kerusakan berhasil diperbaiki. Temuan ini memberi harapan bahwa dampak negatif penerbangan luar angkasa bisa dipulihkan, sekaligus membuka jalan untuk penelitian penuaan manusia di Bumi.
Dalam publikasi risetnya, para peneliti menulis: "Model percepatan penuaan sel induk akibat penerbangan luar angkasa jangka pendek dapat memberikan wawasan tentang proses penuaan manusia di Bumi serta penyakit yang terkait usia."
Lebih jauh, studi ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam merumuskan strategi terapi untuk mengurangi dampak biologis khusus ruang angkasa.
*) Penulis adalah peserta Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama di detikcom
(pal/pal)