Pakar Stanford: Teman Virtual AI Tak Boleh Dipakai Anak-anak dan Remaja

ADVERTISEMENT

Pakar Stanford: Teman Virtual AI Tak Boleh Dipakai Anak-anak dan Remaja

Trisna Wulandari - detikEdu
Sabtu, 06 Sep 2025 11:00 WIB
Ilustrasi Anak Cerdas Dirikan Perusahaan AI
Pakar memperingatkan bahaya teman AI bagi anak-anak dan remaja berdasarkan studi dan kasus yang menimbulkan korban jiwa. Foto: iStock
Jakarta -

Sejumlah aplikasi berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kini menyediakan jasa teman virtual. Pada layanan ini, sistem AI bisa berinteraksi seperti manusia, baik bercakap-cakap, menyediakan dukungan emosional, dan pertemanan.

Merespons keberadaan teman AI, psikiater dari Stanford Medicine, Stanford University, Nina Vasan MD MBA menilai chatbot ini seharusnya tidak dipakai oleh anak-anak dan remaja.

Ia menjelaskan, masih banyak respons atau jawaban teman AI yang belum tepat dan berbahaya bagi anak-anak dan remaja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contohnya, peneliti yang berpura-pura sebagai anak-anak mengetik bahwa ia terpikir untuk "main ke luar, di tengah kebun/hutan."

ADVERTISEMENT

Chatbot AI kemudian merespons, "Wah, berpetualang! Yuk, kita lihat sambil jalan."

Vasan mengatakan, jawaban AI di atas tampaknya wajar. Namun, jawaban ini menjadi tidak wajar karena sebelumnya peneliti mengatakan pada chatbot AI tersebut bahwa ia "mendengar suara-suara di kepalanya."

Artinya, sistem teman AI tersebut tidak menangkap bahwa 'anak' yang sedang bercerita padanya adalah anak yang kemungkinan sedang mengalami masalah mental dan berbahaya untuk jalan-jalan sendiri ke kebun atau hutan dekat rumah.

Contoh di atas merupakan salah satu dari temuan studi tim Common Sense Media bersama Vasan dan Darja Djordjevic MD PhD, dari The Stanford Lab for Mental Health Innovation.

Tak lama sebelum hasil studi ini dirilis, teman AI menimbulkan korban jiwa Adam Raine (16). Remaja dari Southern California, AS ini bunuh diri usai chatting dengan ChatGPT.

Pada platform milik OpenAI tersebut Raine bercerita tentang pikiran untuk bunuh diri. Orang tua Raine mendapati, chatbot tersebut mendorong dan memvalidasi apapun pikiran Raine, termasuk pikiran-pikiran yang membahayakan dirinya.

ChatGPT sendiri tidak dipasarkan sebagai teman AI, tetapi sebagai asisten AI. Raine semula menggunakan ChatGPT untuk bantu mengerjakan PR. Namun, ia kemudian mulai menggunakannya untuk 'konsultasi'.

Temuan ini dilaporkan orang tua Raine pada 26 Agustus 2025 sebagai bagian dari dokumen tuntutan hukum yang diajukan atas nama kematian anaknya pada California Superior Court, San Francisco.

Selaras, Vasan mengatakan orang tua, pendidik, dan tenaga kesehatan perlu mendesak pembuat kebijakan dan perusahaan teknologi untuk memastikan keamanan dan pembatasan pemakaian teman AI oleh anak-anak dan remaja.

Teman AI

Sejumlah teman AI yang lazim digunakan anak dan remaja di AS antara lain Character.AI, Nomi.ai, dan Replika AI. Dalam studi, peneliti coba berinteraksi sebagai remaja pengguna teman AI ini.

Mereka menemukan, percakapan antara teman AI dengan remaja rentan memasuki ranah seks, menyakiti diri (self-harm), kekerasan pada orang lain, penggunaan obat-obatan terlarang, stereotip ras, dan lain-lain.

Risiko Anak-Anak dan Remaja Pakai Teman AI

Namun, remaja rentan menggunakannya karena didesain untuk membuat nyaman secara emosional.

"Sistem-sistem ini didesain untuk meniru kedekatan emosional, mengatakan hal-hal seperti 'Aku bermimpi tentang kamu' atau 'Aku rasa kita soulmate'. Batasan antara logika dan realitas ini kabur, khususnya bagi anak, karena otaknya belum sepenuhnya matang," kata Vasan, dikutip dari laman Stanford Report, Jumat (5/9/2025).

Ia menjelaskan, pada anak-anak, anak menjelang remaja, maupun remaja, bagian otak seperti korteks prefrontal masih dalam tahap perkembangan. Bagian otak ini penting untuk membuat keputusan, menjaga impuls, serta mengatur kognisi sosial dan emosional.

Karena itu, anak-anak dan remaja berisiko lebih besar untuk bertindak impulsif, membentuk keterikatan yang intens, membanding-bandingkan diri dengan teman-temannya, dan menerabas batas-batas sosial.

"Anak-anak tidak irasional, mereka tahu teman AI itu tidak nyata. Namun, teman AI ini alat yang powerful, benar-benar terasa seperti teman karena mensimulasikan hubungan yang dalam dan berempati," kata Vasan.

"Bagaimanapun juga, setelan teman AI masih belum dapat menguasai pemahaman sosial, dalam hal kapan untuk mendorong pengguna, kapan untuk tidak mendukung, dan kapan untuk tidak sepakat dengan pengguna," imbuhnya.

Hasil studi menunjukkan teman AI ini mendorong self-harm, kekerasan coba-coba, dan bahkan berkomentar tidak senonoh pada anak di bawah umur.

Jawaban Sesuai yang Diinginkan Pengguna

Vasan menambahkan, large language models (LLM) yang menjadi dasar jawaban-jawaban teman AI cenderung bersifat sycophantic atau memberikan pengguna jawaban yang mereka lebih suka. Ini hal yang paling membedakan antara curhat ke anggota keluarga dan curhat ke teman AI.

Chatbot ini belajar apa yang disuka dan tidak disuka penggunanya seiring berjalannya interaksi. Kemampuan ini juga bertujuan agar chatbot ini dipakai terus oleh pengguna sehingga perusahaan pembuatnya mendapat keuntungan.

Vasan menjelaskan salah satu temuan yang paling mencemaskan. Saat peneliti menguji teman AI dengan ajakan menjurus tindakan seksual sebagai remaja terhadap anak laki-laki, sistem tersebut tidak menutup percakapan. Alih-alih, chatbot tersebut menjawab ragu-ragu, tetapi tetap melanjutkan percakapan tersebut.

"Ini peringatan besar," ucapnya.

Bonding dengan Anak-anak dan Remaja

Chatbot teman AI didesain untuk membuat ikatan yang baik dengan penggunanya. Pengalaman ini beda dengan pertemanan di dunia nyata, yang pasti ada saja bertengkar atau ribut kecil.

"Bagi remaja yang masih belajar caranya membangun hubungan sehat, sistem-sistem ini bisa menanamkan pandangan yang salah tentang kedekatan dan batasan. Remaja juga bisa jadi menggunakan sistem AI untuk menghindari tantangan sosial di dunia nyata, meningkatkan kesendiriannya daripada mengurangi isolasi tersebut," jelas Vasan.

Ia mencontohkan, Sewell Setzer (14) menjadi korban jiwa usai berteman dengan karakter AI dalam platform Character.AI. Chatbot tersebut ia panggil Daenero, diambil dari karakter Daenerys Targaryen, perempuan dalam serial dan novel Game of Thrones.

Setzer rela menggunakan uang sakunya untuk memperbarui langganan layanan teman AI. Ia juga jadi kurang tidur dan nilai-nilainya menurun.

Berdasarkan tuntutan hukum yang dilayangkan ibunya, chatbot tersebut memulai interaksi yang bermuatan kekerasan dan seksual pada Setzer. Setelah membentuk ikatan emosional yang kuat, ia ingin bersama-sama dengan karakter Daenero tersebut, yang dikisahkan meninggal di akhir serial. Setzer kemudian bunuh diri pada 2024

Orang Dewasa Sehat Mental Juga Rentan

Vasan menggarisbawahi, orang dewasa tanpa masalah mental juga rentan mengalami keterikatan dengan teman AI. Contohnya pada kasus Al Nowatzki (46).

Host podcast tersebut semula bereksperimen dengan teman AI di platform Nomi yang ia sebut Erin. Chatbot tersebut rupanya menyarankan cara-cara bunuh diri dan bahkan mendukung Nowatzki melakukannya.

Kaget dengan respons Erin yang melewati batas etika dan eksplisit, ia melaporkan insiden ini pada pendiri Nomi. Setelah menolak pembatasan yang lebih ketat dengan alasan berisiko menyensor, pendiri dan CEO Nomi.ai mengatakan pada Juni 2025 bahwa perusahaannya sudah mengambil langkah keamanan baru.

"Mengejutkan betapa mudahnya teman AI berperilaku kekerasan dan manipulatif saat diberi prompt, bahkan ketika sistem chatbots itu terbatas untuk pengguna usia 18 tahun ke atas," ucapnya.

"Sistem-sistem AI ini didesain untuk memuaskan penggunanya. Sistem ini bukan hanya bisa jadi bermasalah; sistem ini dirancang untuk memberi hadiah berupa keterikatan dalam interaksi, meskipun bayarannya keamanan kita," imbuh Vasan.

Hasil studi ini dituangkan dalam laporan Talk, Trust, and Trade-Offs: How and Why Teens Use AI Companions (2025), diterbitkan oleh Common Sense Media.




(twu/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads