Polemik UU Hak Cipta tentang royalti lagu sedang ramai dibahas. Jika diterapkan, WR Supratman bisa jadi orang terkaya di RI.
Hal ini diungkapkan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK),Arief Hidayat. Ia melontarkan kritik terhadap cara penafsiran Undang-Undang Hak Cipta mengenai royalti lagu. Menurutnya, ada potensi ketidakadilan jika aturan itu diterapkan secara kaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begini, kalau kita mengikuti pasal ini letterlek, orang yang paling kaya di Indonesia adalah WR Supratman," ujar Arief dalam sidang pengujian aturan royalti dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Kamis (31/7) lalu.
Arief lantas menguraikan bahwa lagu yang diciptakan WR Supratman, Indonesia Raya paling sering dimainkan. Dari era Sumpah Pemuda hingga sekarang, lagu Indonesia Raya paling sering diputar. Termasuk dari segala tingkatan dari sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga lembaga negara. Lagu nasional ini senantiasa dimainkan saat upacara atau momen besar lainnya, apalagi menjelang hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia jelang 17 Agustus.
Profil WR Supratman
Wage Rudolf Supratman atau WR Supratman lahir pada Senin Wage, 9 Maret 1903 pukul 11.00 siang. Darah seni mengalir deras dari kakeknya, Mas Ngabehi Notosoedirjo, seorang priyayi kaya yang dikenal dalam kesenian musik dan seni suara Jawa. WR Supratman adalah anak ketujuh dari Djoemeno Senen Sastrosoehardjo alias Abdoelmoein dan Siti Senen.
Saat berusia 6 tahun, WR Supratman bersekolah di Budi Utomo di Cimahi. Setelah ayahnya pensiun dari Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda, dia dijemput kakak tertuanya, Ny Reoekijem Soepratijah van Eldik untuk disekolahkan di Makassar.
Dengan usaha kakaknya itu dan WM van Eldik, WR Supratman masuk sekolah Belanda Europese Lagere School. WR Supratman kemudian menambah "Rudolf" dalam namanya sebagai siasat agar diterima sekolah.
Pada akhirnya terungkap dia bukan anak kandung van Eldik. Sehingga, dia akhirnya masuk ke sekolah Melayu.
Semasa sekolah, WR Supratman selalu belajar gitar dan biola. Kakak iparnya, van Eldik menjadi guru seni gitar dan biola.
Keinginan Kembali ke Jawa
Di Makassar, WR Supratman sempat bekerja sebagai klerek di Firma Nedem. Namun, dia pindah lagi sebagai klerek di kantor pengacara milik Mr Schulten, teman baik van Eldik. Di kantor itu, dia kemudian bisa membaca berita-berita mengenai peristiwa di Hindia Belanda.
Kehidupan WR Supratman sempat penuh musik, dansa, dan foya-foya. Merasa bosan, ia mengalihkan perhatian pada masalah politik. Orang yang mula-mula mendorongnya untuk melirik masalah politik dan menumbuhkan nasionalisme adalah HJFM Sneevliet.
Di kantor pengacara ini, WR Supratman membaca satu karangan politik yang mengutip majalah Hindia Putra. Tulisan ini amat berkesan di hatinya.
Beberapa koran yang terbit di Batavia juga memberitakan para mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda mengubah nama organisasi Indonesische Vereeniging menjadi Perhimpunan Indonesia dan mengganti nama majalah Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka. Mereka pun menyatakan tujuan perjuangannya adalah memerdekakan Indonesia.
Dikutip dari buku 'Wage Rudolf Soepratman' oleh Anthony C Hutabarat, pernyataan yang dimuat dalam majalah Indonesia Merdeka, Maret 1924 itu semakin mendorong WR Supratman untuk segera kembali ke Jawa.
Di sana, WRSupratman kecewa dengan suasana pertentangan antargolongan. Sehingga memutuskan meninggalkan Surabaya untuk menetap di Bandung atauBatavia. Tak lama, dia berangkat keCimahi, Bandung ke tempat tinggal ayahnya.
Lahirnya Lagu Indonesia Raya
Suatu saat, WR Supratman membaca sebuah tulisan di majalah terbitan Solo, Jawa Tengah, bernama Timbul. Isi di dalamnya terdapat, "Alangkah baiknya kalau ada salah seorang dari pemuda Indonesia yang bisa menciptakan lagu kebangsaan Indonesia, sebab lain-lain bangsa semua telah memiliki lagu kebangsaannya masing-masing!"
Sejak itu, dia mulai berusaha menciptakan lagu kebangsaan Indonesia, hingga lahirlah "Indonesia Raya" pada pertengahan 1928. Setelah "Indonesia Raya" diterima dan diakui Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 sebagai lagu kebangsaan, maka berkumandanglah lagu itu ke seluruh pelosok negeri.
Lagu-lagu Karya WR Supratman
Selain Indonesia Raya yang diperdengarkan pertama pada 1928, WR Supratman juga menciptakan lagu nasional yang legendaris yakni:
1. Ibu Kita Kartini (1929)
2. Di Timur Matahari (1931)
3. Dari Barat Sampai ke Timur (1926)
4. Indonesia Hai Ibuku (1928)
5. Pahlawan Merdeka
6. Matahari Terbit (1938)
7. Selamat Tinggal (1938)
8. Indonesia Tjantik (1924)
9. Mars KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia) (1928)
Menjelang akhir hayatnya, WR Supratman masih berkarya hingga akhirnya wafat di Surabaya pada 17 Agustus 1938.
(nir/nwk)