Pakar Binus: Ruang Bermain Anak Cegah Perilaku Koruptif, Bagaimana Kaitannya?

ADVERTISEMENT

Pakar Binus: Ruang Bermain Anak Cegah Perilaku Koruptif, Bagaimana Kaitannya?

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 18 Jul 2025 19:30 WIB
Peringatan Hari Anak Nasional 2025
Peringatan Hari Anak Nasional 2025. Foto: Dok. KemenPPPA
Jakarta -

Hari Anak Nasional yang akan kita peringati pada 23 Juli 2025 merupakan momen yang penting untuk mengingat pentingnya peran anak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Momen ini juga menjadi pengingat penting terkait kebutuhan anak, yakni ruang bermain.

Ruang bermain menempati hierarki yang bersifat urgensi dalam kehidupan anak. Ada orang dewasa yang mungkin belum memahami, bermain bagi anak tidak sekadar aktivitas hiburan.

Mengapa Bermain Sangat Penting bagi Anak?

Dosen Jurusan Arsitektur Binus University, Prof Dr Ir John Fredy Bobby Saragih menjabarkan mengapa bermain dan ruang bermain amat penting bagi anak-anak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerhati ruang bermain ramah anak ini mengutip, pandangan Erik Erikson tentang perkembangan psikososial dan teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Aktivitas bermain mempunyai fungsi jauh lebih mendalam alih-alih semata hiburan.

"Bermain menjadi medium utama bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungan, membangun kemampuan sosial, merangsang kreativitas, serta mengembangkan regulasi emosi dan kontrol diri. Melalui kegiatan ini, anak memproses makna dunia di sekitarnya, menginternalisasi nilai-nilai sosial, dan mulai membentuk identitas personal," jelas Prof JF Bobby.

ADVERTISEMENT

Ia menegaskan bermain merupakan salah satu aspek krusial dalam perkembangan anak.

"Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35/2014 Pasal 56, juga telah menegaskan bahwa bermain bukan aktivitas sampingan, tetapi bagian dari hak anak yang setara pentingnya dengan hak atas pendidikan dan perlindungan," ungkapnya melalui keterangan tertulis yang diterima detikEdu, Jumat (18/7/2025).

Ia pun mengutip Pasal 31 KOnvensi Hak Anak (UNCRC) yang menjamin hak setiap anak untuk beristirahat, bermain, dan berpartisipasi dalam kegiatan budaya dan seni.

Ia menerangkan dengan bermain, anak mampu memproses makna dunia di sekitarnya, menginternalisasi nilai-nilai sosial, dan mulai membentuk identitas personal.

Namun, ia juga menyayangkan masih ada banyak anak yang tak mendapa kesempatan memadai untuk bermain. Beberapa faktor di antaranya adalah tekanan akademik yang tinggi, persepsi orang tua yang masih menganggap bermain sebagai aktivitas tidak produktif, juga keterbatasan ruang publik ramah anak, khususnya di daerah perkotaan.

Perilaku Koruptif karena Kurangnya Ruang Bermain

Pengajar Perilaku dalam Arsitektur Binus ini menyebut minimnya ruang bermain menyebabkan anak memiliki interaksi spontan yang sedikit dengan sebayanya. Juga, hal ini menyebabkan anak-anak kurang mengalami konflik sosial kecil yang penting untuk pembelajaran moral serta kehilangan kesempatan untuk latihan bernegosiasi, berempati, dan adil.

"Minimnya ruang bermain bukan hanya isu rekreasi, melainkan isu pendidikan karakter dan pencegahan perilaku menyimpang jangka panjang," katanya.

"Ketika anak tidak memiliki ruang yang cukup untuk bermain secara sosial, mereka kehilangan kesempatan penting untuk belajar tentang kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan-nilai-nilai yang menjadi benteng utama terhadap perilaku koruptif di masa dewasa," imbuh dosen yang pernah menjadi anggota penyusunan Sertifikasi Ruang Bermain Ramah Anak, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu.

Prof JF Bobby menggarisbawahi seberapa penting ruang bermain bagi anak.

"Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg menegaskan bahwa perkembangan moral anak terbentuk dari interaksi sosial. Ketika interaksi tersebut terganggu (misalnya karena kurangnya ruang bermain), maka perkembangan moral pun bisa terganggu-dan ini menjadi fondasi bagi perilaku tidak etis di masa depan," tegasnya.

Ia juga mengutip Veitch et al (2006) yang mengatakan kualitas dan ketersediaan ruang bermain berkontribusi signifikan terhadap kesehatan mental dan keterhubungan sosial anak.

Tak Ada Ruang bermain, Tak Ada Ruang Berbagi

"Perilaku koruptif adalah tindakan individu atau kelompok yang menyalahgunakan kekuasaan, wewenang, atau posisi untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok, atau pihak tertentu secara tidak sah, yang merugikan kepentingan publik dan melanggar norma hukum, etika, maupun moral," jelas Prof JF Bobby.

Menurutnya, berdasarkan transparency international (TI), korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk kepentingan pribadi. Ia merujuk Piaget dan Kohlberg perilaku koruptif dapat berakar dari masa kanak-kanak, khususnya jika tidak belajar nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak terbiasa ikut aturan dan menunggu giliran, dan kurang memperoleh kesempatan bermain sosial untuk menginternalisasi norma sosial.

Pelajaran Penting di Ruang Bermain

Pengajar Binus ini menekankan tanpa bermain, anak-anak akan kehilangan laboratorium kehidupan nyata tempat mereka mengaplikasikan nilai-nilai sosial seperti keadilan, kejujuran. empati, dan kerja sama. Jika nilai-nilai ini tidak berkembang, maka berpotensi muncul perilaku menyimpang saat dewasa.

Pemerintah daerah mewajibkan penyediaan ruang bermain di setiap rencana pengembangan permukiman.

Terdapat SNI 9169:2023 - Ruang Bermain Ramah Anak (Child Friendly Playground) yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) pada Juli 2023. Standar ini secara resmi driancang sebagai pedoman nasional untuk menciprakan ruang bermain yang aman, nyaman, inklusif, dan tidak diskriminatif.

Kembali Prof KF Bobby menuturkan ketiadaan ruang bermain baik secara fisik ataupun waktu, bisa menghambat proses intenalisasi nilai-nilai di atas. Sehingga anak berpotensi tumbuh sebagai individu dengan empati yang minim, kemampuan kontrol diri yang lemah, dan kesulitan memahami hak serta batasan orang lain.

Kondisi-kondisi tersebut dalam jangka panjang dapat menjadi akar perilaku menyimpang seperti manipulasi, pelanggaran etika, serta tindakan koruptif.

"Oleh karena itu, penyediaan ruang bermain yang memadai bukan hanya isu infrastruktur, melainkan strategi preventif dalam pendidikan moral dan pembangunan karakter generasi masa depan," ucap Prof JF Bobby.

"Perlu dukungan pendidikan karakter, lingkungan bermain yang sehat, dan keteladanan sosial untuk membentuk generasi antikorupsi dan bertumbuh menjadi Anak Hebat untuk menyongsong Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045," pungkasnya.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads