Studi: 95% Lebih Posting Influencer X Diam-diam Bersponsor, Promosi Terselubung

ADVERTISEMENT

Studi: 95% Lebih Posting Influencer X Diam-diam Bersponsor, Promosi Terselubung

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 08 Apr 2025 07:30 WIB
Portrait of Beautiful young Asian woman blogger shows how to make up and use cosmetics at home. Business online, cosmetic and influencer marketing concepts.
ο»ΏStudi menunjukkan lebih dari 95 persen posting influencer di X diam-diam bersponsor. Alhasil, followers sebenarnya membaca promosi atau iklan. Foto: Getty Images/Jcomp
Jakarta -

Lebih dari 95 persen posting influencer di X diam-diam bersponsor. Sedangkan sejumlah besar pengguna X tidak bisa membedakan mana yang konten bersponsor dan yang tidak. Alhasil, tanpa disadari, para pengguna X sedang membaca konten promosi atau iklan.

Hasil studi tersebut diungkapkan Daniel Ershov dari University College London (UCL) dan Center for Economic Policy Research di London; Yanting He dari Imperial College London; dan Stephan Seiler dari Center for Economic Policy Research dan Imperial College London. Hasil studi mereka dipublikasi di jurnal INFORMS Marketing Science.

"Studi kami menyorot potensi perlunya pengawasan regulasi lebih lanjut," kata Yanting He, dikutip dari laman INFORMS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, Ershov mengatakan pengembangan regulasi perlindungan konsumen di berbagai negara atas sponsor yang dirahasiakan masih ketinggalan dari praktik konten promosi terselubung ini.

"Karena konsumen mungkin merasa sulit untuk membedakan postingan influencer berbayar dari konten organik yang sesungguhnya, regulator di banyak negara kini mengharuskan konten berbayar untuk diungkapkan. Namun karena kebaruan dalam influencer marketing, kerangka regulasi yang terus berkembang belum dapat mengimbanginya," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Apa Itu Influencer Marketing?

Influencer marketing pada dasarnya menggunakan seseorang, yang disebut influencer, untuk mempromosikan merek, produk, atau jasa. Para influencer yang menyampaikan dukungan atas merek, produk, atau jasa tersebut akan diberi kompensasi, baik uang, barang, fasilitas, layanan, atau lain-lain.

Influencer biasanya dipilih berdasarkan jumlah pengikut di media sosial, status sebagai selebritas, atau lainnya. Peneliti mendapati, jika dibandingkan dengan posting bersponsor yang diungkapkan ke publik, pelaku posting bersponsor yang tidak diungkapkan ke publik biasanya adalah "merek" relatif baru yang punya banyak following.

Kenapa Konten Promosi Perlu Diungkapkan ke Publik?

Dilansir LinkedIn, pengungkapan (disclosure) bahwa sebuah posting adalah konten berponsor (sponsored content, paid partnership, dan lain-lain) merupakan cara untuk menjaga reputasi merek dan influencer bersangkutan, menjaga rasa percaya konsumen pada merek dan influencer tersebut. Untuk itu, menerima sponsorship juga perlu mempertimbangkan apakah merek, produk, atau jasa yang akan dipromosikan selaras dengan prinsip dan nilai-nilai yang kita pegang.

Lebih lanjut, pengungkapan konten bersponsor juga merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai peraturan yang berlaku agar tidak melakukan pelanggaran, terkena gugatan hukum, atau dikenakan denda. Untuk itu, Federal Trade Commission (FTC) Amerika Serikat, contohnya, merilis panduan pengungkapan konten bersponsor dengan jelas dan mencolok, serta menggunakan tagar seperti #ad #sponsored #partnered.

Cara Mengungkapkan Konten Bersponsor

Lebih dari tagar dan keterangan konten bersponsor, Global Content Lead of Precis, Simone Engbo Hansen menjelaskan cara mengungkapkan sebuah posting sebagai konten bersponsor. Ia menegaskan influencer harus dengan sangat jelas mengungkapkan iklan, kolaborasi, dan atau sponsor pada konten.

"Memakai tagar saja tidak cukup; kamu harus lebih tegas mengakui adanya sponsorship. Pastikan itu salah satu hal pertama yang dilihat orang, bisa menggunakan font yang berbeda, warna font yang berbeda, atau mengatur peletakan pengungkapan sponsorship. Transparansi penuh selalu menang," tulisnya.

Mengolah Cuitan Promosi di Twitter

Hasil studi Ershov dan rekan-rekan diolah dari dataset lebih dari 100 juta posting terkait merek di Twitter (yang kemudian jadi X) dari 268 merek pada 2014-2021. Peneliti juga menggunakan pendekatan klasifikasi berbasis teks baru yang bisa mengidentifikasi konten promosi terselubung.

Peneliti lalu mengukur besarnya pengaruh konten promosi terselubung dan apakah konsumen bisa mendeteksi konten tersebut sebenarnya konten pemasaran brand. Mereka kemudian melacak perubahan pos dari waktu ke waktu, dan mengidentifikasi asal merek yang menggunakan bentuk undisclosed sponsorship ini.

"Meskipun regulasi semakin ketat selama periode sampel kami dari tahun 2014 hingga 2021, pangsa konten yang tidak diungkapkan hanya sedikit menurun," kata Seiler.

"Kami menemukan bahwa sejumlah besar peserta survei daring tidak dapat mengidentifikasi konten komersial saat konten tersebut tidak mengungkap (bahwa itu konten bersponsor)," imbuhnya.

Bagaimana dengan detikers, apakah bisa membedakannya?




(twu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads