Bessie Coleman, Pilot Wanita Afro-Amerika Pertama yang Ciptakan Sejarah

ADVERTISEMENT

Bessie Coleman, Pilot Wanita Afro-Amerika Pertama yang Ciptakan Sejarah

Devita Savitri - detikEdu
Kamis, 03 Apr 2025 18:00 WIB
Bessie Coleman in 1923
Foto: George Rinhart/Corbis via Getty Images/Wikimedia Commons
Jakarta -

Keadaan Amerika Serikat (AS) pada awal abad ke-20 tidak menawarkan banyak karier bagi perempuan. Perempuan pada masa itu tidak dianjurkan untuk bekerja di luar ranah domestik.

Terlebih bila mereka adalah keturunan Afrika-Amerika dan penduduk asli Amerika. Begitulah yang dirasakan Bessie Coleman.

Berbeda dengan perempuan lainnya, Coleman jatuh cinta pada dunia penerbangan. Ia ingin menjadi pilot dan menerbangkan sebuah pesawat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi ia tahu, mustahil untuknya mewujudkan mimpi tersebut di AS. Alih-alih menyerah, Coleman pindah ke Prancis dan mendaftar ke sekolah penerbangan.

Kurang dari setahun kemudian, ia kembali ke AS sebagai perempuan kulit hitam pertama dan pilot wanita dari suku asli Amerika pertama dalam sejarah penerbangan.

ADVERTISEMENT

Masa Kecil Bessie Coleman

Melansir Mental Floss, Coleman lahir dari pasangan petani di Texas pada 26 Januari 1892. Ia adalah salah satu dari 13 bersaudara yang diharapkan mampu membantu bertani bersama orang tuanya setelah cukup umur.

Pada usia 6 tahun, ia mulai berjalan kaki ke sekolah. Sekolahnya itu seringkali kekurangan perlengkapan dasar seperti kertas dan pensil.

Meskipun kondisi itu kurang ideal, ia berprestasi di kelasnya dan mampu melanjutkan sekolah hingga SMA. Pada 1901, ayahnya yang berkulit hitam dan Cherokee (suku asli AS), pindah ke wilayah Oklahoma untuk menghindari diskriminasi di Texas.

Sang ayah meninggalkan Bessie dan seluruh keluarganya. Ia tahu bahwa ia tidak dapat bergantung pada keluarganya yang sekarang menjadi orang tunggal.

Untuk itu demi membiayai sekolah, Coleman bekerja sebagai tukang cuci sekaligus untuk menabung biaya kuliah. Pendidikannya tinggi, ia sempat menempuh satu tahun di Colored Agricultural and Normal University (kini Universitas Langston) di Oklahoma.

Tetapi Coleman keluar kuliah saat dananya habis. Pada usia 23 tahun, Coleman mengikuti saudara-saudaranya ke Chicago. Selama tinggal di sana, ia bergaul dengan tokoh-tokoh berpengaruh di komunitas kulit hitam.

Bahkan ia masuk ke sekolah kecantikan dan menjadi tukang manikur di tempat pangkas rambut setempat. Chicago juga menjadi tempat di mana pada akhirnya Coleman memutuskan ingin belajar terbang.

Mimpi Terbang dan Prancis

Ketika Coleman pindah ke Chicago, Perang Dunia I meletus di Eropa. Konflik tersebut mempercepat laju teknologi termasuk dalam bidang penerbangan.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, orang-orang di seluruh dunia dapat menyaksikan pesawat tempur terbang tinggi di langit dalam berita dan surat kabar. Hal ini juga dirasakan Coleman yang pada akhirnya membuatnya jatuh cinta.

Mimpi ini semakin dipancing oleh cerita saudara laki-lakinya, John. Ia mengklaim bahwa wanita Prancis lebih unggul daripada wanita lokal karena mereka diizinkan menerbangkan pesawat. Hal ini menjadi suatu hal yang tidak pernah bisa dilakukan Bessie.

Ia mungkin mengatakan kata-kata itu sebagai candaan, tetapi ada benarnya juga. Pilot wanita sangat langka di AS, apa lagi pilot wanita berkulit hitam.

Coleman kemudian juga menyadari bahwa instruktur penerbangan di AS juga tidak akan meloloskannya. Betul saja, setiap sekolah penerbangan yang dilamarnya menolak atas dasar ras dan jenis kelaminnya.

Untungnya bagi Coleman, ia punya orang yang mendukungnya selain keluarga. Sosok tersebut adalah Robert Abbot, penerbit surat kabar kulit hitam bersejarah The Chicago Defender. Abbot juga salah satu jutawan Afrika-Amerika pertama.

Abbot setuju dengan John bahasa Prancis adalah tempat yang jauh lebih baik bagi calon pilot wanita. Ia juga memandang Prancis adalah salah satu negara yang paling progresif secara rasial di dunia.

Sehingga, ia mendorong Coleman untuk pindah ke sana dan mengejar lisensi pilotnya. Coleman tidak perlu diyakinkan, dengan tekad kuat untuk meraih mimpi baru ia mulai mengumpulkan uang.

Di siang hari ia bekerja sebagai manajer restoran cabai dan malam hari, Coleman mengambil kelas bahasa Prancis. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Dengan dana tabungan dan bantuan keuangan dari Abbot serta pengusaha kulit hitam lainnya bernama Jesse Binga, ia naik kapal ke Prancis pada November 1920.

Satu-Satunya Orang Kulit Hitam di Kelas

Sesampainya di Prancis, Coleman adalah satu-satunya orang kulit hitam di kelasnya di Sekolah Penerbangan Caudron Brother, Le Crotoy, Prancis. Para siswa diajari untuk terbang menggunakan pesawat biplan sepanjang 27 kaki yang diketahui sering mogok di udara.

Suatu hari, ia bahkan menyaksikan salah satu teman sekelasnya meninggal dalam kecelakaan. Coleman menceritakan kejadian itu sebagai satu hal yang mengejutkan tetapi tidak menyurutkan semangatnya.

"Itu benar-benar mengejutkan saya, tetapi saya tidak pernah kehilangan kendali," kata Coleman.

Meskipun berisiko, ia terus belajar. Setelah tujuh bulan pelatihan, ia menerima lisensi penerbangannya dari FΓ©dΓ©ration AΓ©ronautique Internationale.

Coleman menjadi wanita kulit hitam pertama dan wanita penduduk asli Amerika pertama di dunia yang memperoleh lisensi pilot. Ia menyelesaikan beberapa pelajaran penerbangan tambahan di Paris dan kemudian menaiki kapal pulang menuju AS.

Media berita Amerika langsung terpikat dengan pilot berusia 29 tahun itu. Associated Press memberitakan pada 26 September 1921, Coleman kembali ke AS sebagai sosok pertama dalam rasnya.

"Hari ini [Coleman] kembali (ke AS) sebagai penerbang wanita penuh, dikatakan sebagai yang pertama dalam rasnya." tulis pemberitaan media.

Perjuangan Melawan Rasisme

Kegigihan Coleman membantu membuka jalan bagi generasi pilot wanita berikutnya. Meski berhasil, ternyata hal ini bukan akhir dari perjuangannya melawan rasisme.

Coleman membutuhkan lebih banyak pelatihan untuk mempelajari trik pertunjukan udara. Meski sudah dikenal dan memiliki lisensi pilot internasional, sekolah penerbangan AS masih menolak untuk mengajarinya.

Akhirnya, ia kembali ke Eropa. Kali ini ke Jerman, Belanda, dan Prancis untuk mempelajari trik-trik penerbangan yang kini berkembang menjadi salah satu bentuk hiburan paling populer di tahun 1920-an.

Saat kepulangannya yang kedua di 1922, surat kabar memujinya sekali lagi. Mereka melaporkan bahwa penerbangan Eropa telah menjulukinya sebagai "salah satu penerbang terbaik yang pernah mereka lihat".

Robert Abbot, wartawan yang membantu mendanai mimpinya juga mensponsori pertunjukan udara Amerika pertama Coleman di Curtiss Field, Long Island pada 3 September 1922. Ia menghabiskan beberapa tahun berikutnya untuk berkeliling negara.

Selama turnya, Coleman mampu memukau penonton dengan aksi terjun payung, berjalan di atas sayap pesawat di tengah penerbangan, dan melakukan gerakan angka delapan di udara.

Coleman kemudian menjadi selebritas sejati, ia mencoba menggunakan ketenarannya untuk membantu orang kulit hitam. Dia memberikan pidato tentang penerbangan kepada khalayak yang sebagian besar berkulit hitam dan berencana untuk membuka sekolah penerbangannya sendiri.

Meninggal Dunia di Usia 34 Tahun

Sayangnya satu kejadian memilukan terjadi. Tepat di puncak kariernya, sebuah tragedi terjadi. Pada 30 April 1926, ia tengah terbang bersama mekaniknya William Wills di Jacksonville, Florida.

Kala itu ia sedang dalam persiapan untuk pertunjukan yang dijadwalkan keesokan harinya. Diketahui sebuah kunci pas tertinggal di mesin dan menyebabkan pesawat berputar di luar kendali.

Coleman saat itu tidak mengenakan sabuk pengaman dan terlempar dari kursi penumpang pada ketinggian 3.000 kaki di atas tanah. Kejadian itu berakibat maut karena ia meninggal di usia 34 tahun.

Bessie Coleman tidak pernah mencapai tingkat terkenal seperti rekannya yang lain. Tetapi jejak dan dampak yang ditinggalkannya pada sejarah penerbangan tidak dapat disangkal.

Ia dimakamkan di dekat Pemakaman Lincoln Chicago dan hari kematiannya pada 30 April diperingati setiap tahun. Pada waktu itu, para pilot kulit hitam melakukan penerbangan lintas udara dan meletakkan bunga di makam Bessie Coleman.




(det/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads