Mengapa saat Lebaran Harus Pakai Baju Baru? Ini Asal Usulnya

ADVERTISEMENT

Mengapa saat Lebaran Harus Pakai Baju Baru? Ini Asal Usulnya

Cicin Yulianti - detikEdu
Sabtu, 29 Mar 2025 13:00 WIB
ilustrasi lebaran, ilustrasi Idul Fitri
Ilustrasi baju lebaran. Foto: iStockphoto
Jakarta -

Baju baru alhamdulillah, dipakai di hari raya. Kutipan lirik lagu Dhea Ananda tersebut menggambarkan satu dari sekian tradisi Lebaran di Indonesia yakni memakai baju baru.

Mengenakan baju baru pada Hari Raya Idul Fitri sudah turun temurun dari zaman nenek moyang. Baju baru Lebaran umumnya dimaknai sebagai simbol kembali ke fitri (fitrah) atau kesucian setelah menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh.

Sejak kapan sebenarnya tradisi baju Lebaran ini muncul? Berikut penjelasannya berdasarkan perspektif sejarah di Indonesia dan sejarah zaman nabi. Simak!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Baju Lebaran di Indonesia

Tradisi baju baru Lebaran di Indonesia ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten tahun 1596. Demikian berdasarkan catatan Badan Penghubung Provinsi Bangka Belitung dilansir dari laman resminya.

Pada masa itu, masyarakat di Kesultanan Banten sibuk menyiapkan baju baru untuk Lebaran. Hal tersebut juga dilakukan banyak warga di Yogyakarta dan turun temurun hingga sekarang.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, menurut Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, tradisi baju lebaran dimulai pada abad ke-16. Baju Lebaran baru muncul dari keinginan keluarga Kerajaan Banteng.

Kemauan tersebut direspon oleh penduduk yang mayoritas petani. Untuk memenuhi kemauan keluarga raja akhirnya para petani menjadi tukang jahit dadakan.

Sejak saat itu masyarakat di sana menganggap baju Lebaran sebagai simbol diri lahir kembali. Baju Lebaran juga menyimbolkan kesucian hati Muslim setelah satu bulan menunaikan ibadah puasa.

Kisah Baju Lebaran Zaman Rasulullah SAW

Jauh sebelum baju Lebaran masuk sebagai tradisi di Indonesia, ternyata baju Lebaran sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Melansir laman Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Syahr Asyub dari Al-Ridha dan dinukil oleh Hakim Al-Naisaburi dalam kitabnya Al-Amali.

Singkat cerita, kala itu cucu Rasulullah yakni Hasan dan Husein tak punya baju baru untuk merayakan Idul Fitri. Di samping itu, kondisi ekonomi orang tua mereka yakni Fatimah dan Ali bin Abi Thalib tergolong miskin.

Hasan dan Husein pun sedih karena melihat kawan-kawannya memakai pakaian baru. Kesedihan mereka pun disampaikan kepada Fatimah, "Wahai Ibu, anak-anak di Madinah telah dihiasi dengan pakaian lebaran kecuali kami. Mengapa Ibu tidak menghiasi kami?".

Fatimah pun menjawab bahwa baju baru mereka masih ada di tukang jahit. Malam pun tiba, suara takbir menggema tetapi baju baru Hasan dan Husein tak juga terlihat.

Sebenarnya Fatimah tak punya uang untuk membeli baju kedua putranya. Ia pun menangis melihat bahwa Hasan dan Husein sangat menginginkannya.

Tak lama kemudian pintu rumah mereka terdengar ada yang mengetuk. Ternyata datang seorang tukang jahit yang membawakan hadiah pakaian untuk Hasan dan Husein.

"Wahai putri Rasulullah, saya adalah tukang jahit, saya datang membawa hadiah pakaian untuk kedua putramu," kata tukang jahit

Tukang jahit tersebut membawa dua gamis, dua celana, dua mantel, dua sorban, dan dua pasang sepatu hitam yang indah. Fatimah pun penasaran dengan tukang jahit yang tiba-tiba memberinya hadiah tersebut.

Saat Rasulullah datang ke rumah Fatimah, beliau pun menjelaskan bahwa sosok tukang jahit tersebut adalah Malaikat Ridwan. Beliau mengatakan, "Duhai putriku, dia bukanlah tukang jahit, melainkan malaikat Ridwan sang penjaga surga."




(cyu/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads