Hampir seluruh masyarakat di dunia saat ini menggunakan sistem pekan tujuh hari. Mengapa dalam satu minggu hanya ada tujuh hari? Jika ditelusuri, pembagian ini bukanlah sesuatu yang terjadi secara alami, melainkan hasil dari perpaduan sejarah, budaya, dan kepercayaan kuno yang telah berkembang selama ribuan tahun.
Sistem tujuh hari dalam seminggu memiliki akar yang panjang, mulai dari peradaban Babilonia hingga penyebarannya melalui Romawi dan berbagai agama besar dunia. Angka tujuh sendiri bukanlah angka sembarangan, sebab banyak peradaban kuno mengaitkannya dengan pergerakan benda-benda langit yang dapat diamati dengan mata telanjang. Selain itu, kepercayaan dan tradisi yang berkembang turut memperkuat eksistensi siklus ini hingga akhirnya menjadi standar global seperti yang kita kenal sekarang.
Asal-usul Seminggu Hanya Ada Tujuh Hari
Beberapa orang menduga bahwa sistem jumlah hari dalam seminggu, berkaitan dengan ajaran agama terutama Islam. Sebab, angka 7 memiliki makna istimewa dalam Islam, seperti dalam penciptaan 7 lapis langit, 7 lautan, dan 7 ayat dalam Surah Al-Fatihah.
Namun, Islam menggunakan kalender Hijriah, yang berbeda dari kalender Masehi tetapi tetap mengikuti sistem 7 hari dalam seminggu. Pun dalam Al-Quran diketahui tidak terdapat penjelasan khusus mengenai alasan adanya 7 hari dalam seminggu. Sistem tujuh hari dalam seminggu pertama kali muncul dalam kalender Babilonia, yang didasarkan pada sistem penanggalan Sumeria dari abad ke-21 SM.
Pembagian waktu ini merupakan sistem kalender yang berasal dari tradisi peradaban lain, bukan suatu ajaran agama. Hal ini dijelaskan Kristin Heineman, Akademisi Sejarah Universitas Negeri Colorado, dalam laman The Conversation bahwa pencatatan waktu didasarkan pada pergerakan bumi, bulan, dan matahari untuk menentukan durasi tahun, bulan, dan hari. Meskipun beberapa peradaban menggunakan sistem yang berbeda, seperti 8 atau 10 hari dalam seminggu, konsep tujuh hari berasal dari bangsa Babilonia.
Bangsa Babilonia yang menetap di wilayah Irak modern, adalah salah satu peradaban awal yang berperan penting dalam penetapan siklus tujuh hari. Mereka merupakan pengamat langit yang cermat dan memperhatikan tujuh benda langit utama: Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus. Dari pengamatan ini, angka 7 menjadi dasar dalam perhitungan waktu mereka.
Babilonia membagi satu bulan lunar menjadi empat pekan, masing-masing terdiri dari tujuh hari, dengan hari terakhir dalam seminggu memiliki makna keagamaan. Siklus bulan yang berlangsung sekitar 28 hari dianggap terlalu panjang untuk diingat, sehingga mereka membaginya menjadi empat bagian yang lebih mudah dikelola.
Meski demikian, beberapa peradaban lain memiliki sistem yang berbeda. Bangsa Mesir, misalnya, menggunakan sistem 10 hari dalam seminggu, sedangkan bangsa Romawi menerapkan siklus 8 hari. Namun, konsep tujuh hari akhirnya menjadi yang paling umum digunakan.
Bangsa Babilonia memiliki pengaruh kuat di Asia Barat, Balkan, dan Afrika Utara, termasuk Mesir, terutama pada abad ke-7 dan ke-6 SM. Orang Yahudi mengadopsi sistem ini setelah mengalami masa pembuangan di Babilonia, sementara Kekaisaran Persia dan Yunani juga mengikuti pola yang sama.
Ketika budaya Yunani, yang dipelopori oleh Alexander Agung, menyebar ke berbagai wilayah hingga India, konsep tujuh hari dalam seminggu turut berkembang. Diperkirakan, India kemudian memperkenalkan sistem ini ke China.
Puncaknya terjadi ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan wilayah yang dipengaruhi oleh Alexander Agung. Bangsa Romawi akhirnya mengadopsi sistem tujuh hari dan menjadikannya resmi pada tahun 321 Masehi, ketika Kaisar Konstantinus menetapkan Minggu sebagai hari libur umum.
Pada abad ke-20, sempat ada upaya untuk mengubah sistem ini, seperti menambah jumlah hari dalam seminggu atau melakukan penyesuaian lain. Namun, karena sistem tujuh hari sudah mengakar kuat di berbagai budaya, perubahan tersebut tidak pernah terwujud.
Asal-usul Penamaan Hari dalam Seminggu
Jumlah tujuh hari ini disesuaikan dengan transisi fase bulan, seperti bulan purnama (full moon), bulan sabit mengecil (waning half moon), dan bulan baru (new and waxing half). Menurut laman Live Science, satu siklus bulan berlangsung selama 29,53 hari. Untuk menyesuaikan siklus ini, orang Babilonia menambahkan satu atau dua hari ke dalam minggu terakhir setiap bulannya.
Sistem kalender ini kemudian diadopsi oleh bangsa Yahudi. Assyriolog Friedrich Delitzsch dan Marcello Craveri menyebutkan bahwa dalam Kitab Kejadian (Genesis), yang ditulis sekitar 500 SM saat orang Yahudi berada dalam pembuangan di Babilonia, konsep ini diperkenalkan. Kitab suci mereka menyatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia dalam enam hari dan beristirahat pada hari ketujuh.
Dalam laman Encyclopedia Britannica juga mengungkapkan kemungkinan bahwa bangsa Yahudi mengambil gagasan ini dari budaya Mesopotamia. Bangsa Romawi kemudian mengadopsi sistem tujuh hari dalam seminggu pada tahun 321 M di bawah pemerintahan Kaisar Konstantinus. Ia menetapkan satu minggu terdiri dari tujuh hari dan menjadikan Minggu sebagai hari pertama sekaligus hari ibadah dan istirahat.
Sebelumnya, bangsa Romawi menggunakan sistem kalender nundinal, yang terdiri dari delapan hari dalam seminggu, yang diwarisi dari bangsa Etruscan. Siklus ini terutama digunakan untuk mengatur jadwal pasar di Romawi, sehingga setiap delapan hari masyarakat desa datang ke kota untuk berbelanja kebutuhan mereka.
Bangsa Babilonia menamai setiap hari dalam seminggu berdasarkan lima planet yang mereka ketahui: Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus, serta menambahkan Matahari dan Bulan. Bangsa Romawi kemudian mengadopsi sistem ini, dengan menamai hari-hari dalam seminggu berdasarkan nama dewa-dewa mereka dan mengacu pada lima planet yang diketahui ditambah matahari dan bulan (yang juga dianggap sebagai planet oleh bangsa Romawi).
Hal ini kemudian akhirnya berpengaruh pada nama hari dalam bahasa Inggris yang masih digunakan hingga saat ini. Berikut nama hari dalam Bahasa Inggris yang diadaptasi dari sistem Romawi, dikutip dari Live Science dan Britannica:
- Sunday (Minggu)
Berasal dari bahasa Inggris Kuno Sunnandæg, yang merupakan adaptasi dari bahasa Latin dies solis (hari Matahari). Dalam mitologi Nordik, Matahari dipersonifikasikan sebagai dewi bernama Sunna atau Sól.
- Monday (Senin)
Berasal dari bahasa Inggris Kuno Mōnandæg, yang berasal dari Máni, personifikasi bulan dalam mitologi Nordik.
- Tuesday (Selasa)
Berasal dari Tīwesdæg, merujuk pada Tiw atau Tyr, dewa perang dalam mitologi Nordik, yang sejajar dengan dewa Mars dalam mitologi Romawi.
- Wednesday (Rabu)
Berasal dari Wōdnesdæg, merujuk pada Woden atau Odin, dewa kebijaksanaan, sihir, dan kemenangan dalam mitologi Nordik. Romawi menghubungkan Odin dengan Merkurius, karena keduanya dianggap sebagai pemandu jiwa setelah kematian.
- Thursday (Kamis)
Berasal dari Thor's day, merujuk pada dewa petir dan perlindungan Nordik, Thor. Dalam mitologi Romawi, Thor dikaitkan dengan Jupiter, dewa langit dan petir.
- Friday (Jumat)
Berasal dari Frīgedæg, yang merujuk pada Frigg, istri Odin, yang sering dikaitkan dengan Venus, dewi cinta dan kecantikan dalam mitologi Romawi.
- Saturday (Sabtu)
Berasal dari Sæturnesdæg, yang mempertahankan nama Romawi untuk Saturnus, tanpa pengaruh dari mitologi Nordik.
Itulah tadi penjelasan tentang asal-usul seminggu ada tujuh hari. Sistem penamaan ini masih bertahan hingga sekarang, menunjukkan bagaimana warisan budaya Babilonia, Romawi, dan Jermanik tetap mempengaruhi kehidupan modern.
Simak Video "Gelombang Salju hingga Panas Ekstrem Melanda Amerika Latin"
(aau/fds)