Mengulik Sejarah Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Turki Utsmaniyah

ADVERTISEMENT

Mengulik Sejarah Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Turki Utsmaniyah

Anindyadevi Aurellia - detikEdu
Selasa, 18 Mar 2025 07:00 WIB
Masjid Shaheen Al-Khilouti saat Mesir masih menjadi negara Ottoman. Sebagian besar isi dari masjid ini juga pernah dicuri oleh pengunjung asing.
Foto: Mahmoud Elkhwas/NurPhoto via Getty Images
Jakarta -

Kekaisaran Ottoman, atau yang juga dikenal sebagai Kesultanan Turki Utsmaniyah, merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar dalam sejarah dunia. Berdiri sejak akhir abad ke-13, kekaisaran ini berkembang menjadi kekuatan besar yang menguasai wilayah luas di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara selama lebih dari enam abad.

Menurut Britannica dan Live Science, Kekaisaran Ottoman mencapai puncak kejayaan pada abad ke-16 dan ke-17, sebelum akhirnya mengalami kemunduran dan runtuh pada awal abad ke-20.

Sebagai salah satu kekhalifahan terbesar dalam sejarah Islam, Kesultanan Utsmaniyah memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyebaran dan ekspansi Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awal Mula Sejarah Kekaisaran Ottoman

Cikal bakal Kesultanan Utsmaniyah berawal dari migrasi besar bangsa Turki dari Turkestan ke Asia Kecil pada paruh kedua abad ke-6 M. Kontak pertama mereka dengan umat Islam terjadi di era Khalifah Umar bin Khattab dan berlanjut hingga masa Utsman bin Affan.

Pada era Kekhalifahan Abbasiyah, bangsa Turki mulai berperan besar dalam pemerintahan, terutama setelah Khalifah Al-Mu'tashim memberi mereka kesempatan untuk berkembang. Seiring waktu, bangsa Turki berhasil mendirikan Kesultanan Seljuk, yang kemudian mengalami kemunduran pada masa Ghiyatsuddin Abu Syuja' Muhammad.

ADVERTISEMENT

Sebelum kejatuhan Seljuk, sekelompok orang yang dipimpin oleh Sulaiman bermigrasi untuk menghindari serangan Mongol. Kepemimpinan Sulaiman dilanjutkan oleh putranya, Ertugrul, yang memperoleh wilayah di barat Anatolia dari Seljuk.

Putranya, Osman I, kemudian memperluas kekuasaan hingga ke wilayah Byzantium. Pada masa Osman inilah Kesultanan Utsmaniyah resmi berdiri dan berkembang menjadi kekuatan besar di dunia Islam.

Kesultanan Utsmaniyah bermula sebagai sebuah beylik atau kerajaan kecil di wilayah barat laut Anatolia. Osman I, seorang pemimpin dari suku Turkoman, berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dan mendirikan pemerintahan yang kemudian berkembang menjadi kesultanan yang kuat.

Disadur dari laman The Metropolitan Museum of Art, pada akhir abad ke-13 ketika pengaruh Kekaisaran Seljuk di Anatolia mulai memudar, sebuah suku Turki kecil mulai menorehkan jejaknya dalam sejarah. Suku ini, juga dikenal sebagai Osmanogullari atau Wangsa Osman.

Tak ada yang menyangka, suku ini kemudian menjadi cikal bakal salah satu kekaisaran terkuat dalam sejarah dunia. Suku tersebut dipimpin oleh Osman I atau Osman Gazi (yang dikenal di Italia sebagai Ottomano), yang kemudian pada tahun 1299 dikenal sebagai Kekaisaran Ottoman di wilayah Anatolia.

Dwi Mariyono dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kebudayaan Islam, mengutip penjelasan Sejarawan Caroline Finkel yang mengatakan bahwa Kekaisaran Ottoman kemudian disebut juga Kesultanan Utsmaniyah. Kerajaan ini memberi rakyatnya pemerintahan dan tempat dalam sejarah di saat yang tepat, di tengah gejolak Anatolia.

Puncak Kekaisaran Ottoman

Kejayaan Kesultanan Utsmaniyah ditandai dengan pencapaian luar biasa dalam bidang militer, pemerintahan, seni, serta kebudayaan Islam. Seiring berkembangnya garis keturunan Osman, wilayah mereka juga meluas melalui pernikahan politik dan penaklukan militer.

Menurut bahan pembelajaran daring dari Uhamka, Kesultanan Utsmaniyah mencapai kejayaan pada abad ke-16 di bawah pemerintahan Sultan Selim I, yang fokus pada ekspansi ke selatan Turki dan mempertahankan wilayah kekuasaannya. Selim I berhasil menyatukan Baghdad, Kairo, dan sisa-sisa Kekaisaran Byzantium di bawah satu kekuasaan.

Pada abad ke-14, di bawah kepemimpinan Orhan Bey, cucu Osman, Ottoman berhasil menguasai kota-kota penting di Anatolia barat laut, termasuk Bursa yang menjadi ibu kota pertama mereka. Kepemimpinan kemudian berlanjut ke pewaris Mehmet II (memerintah 1451-1481).

Ia berperan penting dalam pertumbuhan kekaisaran yang stabil pada abad kelima belas dan keenam belas. Kesultanan Ottoman kemudian berkembang pesat dan menaklukkan berbagai wilayah strategis. Salah satu peristiwa paling bersejarah adalah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II pada tahun 1453.

Pada tahun 1453 kota Konstantinopel (sekarang Istanbul), ibu kota kekaisaran Bizantium, direbut oleh sultan Ottoman Mehmet II, dikenal sebagai 'Sang Penakluk'. Hal ini menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur dan menjadikan tersebut sebagai ibu kota Ottoman dengan nama baru, Istanbul.kota

Kekuatan budaya, politik, dan ekonomi Ottoman mencapai puncaknya di bawah Sultan SΓΌleyman I (memerintah 1520-1566), putranya Selim II (memerintah 1566-1574), dan cucunya Murad III (memerintah 1574-1595), yang semuanya memerintah dari Istana TopkapΔ± di Istanbul.

Puncak kejayaan Kesultanan Ottoman terjadi pada abad ke-16 dan 17, terutama di bawah kepemimpinan Sultan Suleiman I atau Suleiman the Magnificent. Pada masa ini, kekaisaran tidak hanya menjadi pusat kekuatan militer, tetapi juga pusat peradaban dan perdagangan dunia.

Abad ke-16 merupakan puncak kejayaan Ottoman di bawah pemerintahan Sultan Suleiman yang Agung, salah satu pemimpin paling berpengaruh dalam sejarah. Selama masa kepemimpinannya, kekaisaran mencapai wilayah terluasnya, mencakup Eropa Tenggara, Asia Barat, dan Afrika Utara.

SΓΌleyman I dikenal di Turki sebagai Kanuni (Pemberi Hukum) karena banyaknya reformasi hukum yang dia buat yang membentuk hukum Ottoman selama berabad-abad. Reformasi hukumnya, yang dikenal sebagai 'Kanun', memperkuat sentralisasi kekuasaan dan membawa keadilan serta kesejahteraan bagi rakyat.

Pengaruh Kesultanan Utsmaniyah tidak hanya terbatas pada militer dan hukum, tetapi juga merambah ke seni, arsitektur, dan pertukaran budaya. Masjid Suleymaniye di Istanbul mencerminkan ambisi estetika kekaisaran. Kekaisaran Ottoman berkembang pesat bukan hanya sebagai simbol kekuasaan, tetapi juga sebagai perwujudan dari beragam budaya yang menyatu di dalamnya.

Perdagangan juga berperan penting dalam kebangkitan Kesultanan Utsmaniyah. Letak strategisnya yang menghubungkan Eropa dan Asia menjadikannya pengendali jalur perdagangan utama, sehingga memfasilitasi pertukaran barang, gagasan, dan budaya.

Dominasi dalam perdagangan ini melahirkan kota-kota metropolitan yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan wacana intelektual. Di Barat, SΓΌleyman I dikagumi dan ditakuti sebagai 'yang Luar Biasa'. Ini menjadi bukti pencapaian politik dan budayanya dan reputasinya sebagai penguasa yang kaya dan berkuasa.

Akhir Kejayaan Kekaisaran Ottoman

Setelah wafatnya Sultan Sulaiman I pada tahun 1566, Kesultanan Utsmaniyah mulai mengalami kemunduran. Para sultan penggantinya tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama kuat, sementara serangan dari negara-negara lain semakin meningkat.

Memasuki abad ke-18 dan 19, Kesultanan Utsmaniyah mulai mengalami kemunduran dalam berbagai aspek, termasuk politik, ekonomi, dan militer. Berbagai peperangan yang berkepanjangan, kegagalan reformasi, serta pemberontakan di berbagai daerah semakin melemahkan kekaisaran.

Seiring berjalannya waktu, berbagai faktor seperti perang berkepanjangan, ketidakstabilan politik, serta tekanan dari kekuatan Eropa lainnya menyebabkan kemunduran. Setelah berulang kali mereformasi dan memodernisasi tentara dan institusi sipil, kekaisaran Ottoman yang luas mulai menurun.

Di akhir abad ke-18, nasionalisme Turki dan Arab mulai berkembang, menyebabkan perpecahan di dalam kekaisaran. Pada abad kesembilan belas, banyak wilayahnya di Afrika Utara, Eropa, dan Asia Barat hilang.

Puncaknya terjadi saat Perang Dunia I, yang berujung pada pembubaran kesultanan pada tahun 1922. Pada tahun 1923, Republik Turki modern, yang didirikan oleh Mustafa Kemal AtatΓΌrk, menggantikan negara Ottoman.

Meski begitu, Kesultanan Utsmaniyah memberikan pengaruh besar dalam berbagai bidang, seperti politik, budaya, agama, dan seni. Peninggalannya yang masih dapat ditemukan hingga kini mencakup karya arsitektur megah seperti Masjid Biru dan Istana Topkapi di Istanbul.

Selain itu, bahasa Turki Ottoman juga memiliki peran penting dalam komunikasi di wilayah kekaisaran dan masih mempengaruhi beberapa bentuk bahasa Turki modern.




(aau/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads