Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menekankan pentingnya respons cepat dari pemerintah daerah (pemda) untuk menindaklanjuti peringatan dini cuaca ekstrem.
Beberapa hari belakangan hujan dengan intensitas amat lebat hingga ekstrem terjadi di sejumlah wilayah, termasuk Kabupaten Bogor; Kota Cirebon, Riau, Kabupaten Mimika, Kabupaten Padang Pariaman, Riau, dan Kabupaten Manggarai.
Meski BMKG sudah secara aktif memberikan informasi terkini, tetapi kesiapan daerah dalam merespons peringatan dini masih perlu ditingkatkan untuk mengurangi dampak bencana yang bisa mengancam keselamatan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyebut peran serta dalam mitigasi bencana amatlah krusial, khususnya untuk memastikan setiap peringatan dini ditindaklanjuti dengan langkah antisipatif di lapangan.
Kepala BMKG menegaskan peringatan dini bukan sekadar informasi, melainkan juga seruan untuk tindakan nyata. Kecepatan serta kesiapan merespons peringatan dini cuaca ekstrem amat menentukan upaya mitigasi risiko, baik dari segi korban jiwa ataupun kerugian material.
"Kami terus menyampaikan peringatan dini cuaca ekstrem melalui berbagai kanal komunikasi resmi, termasuk website, aplikasi mobile, sms blasting dan media sosial BMKG. Namun, efektivitas peringatan dini ini sangat bergantung pada kesiapan daerah dalam meresponsnya dengan langkah konkret," jelas Dwikorita di Jakarta pada Selasa (4/3/2025) melalui keterangan secara tertulis.
Ia menekankan perlu koordinasi yang lebih erat antara pemda dengan masyarakat untuk meminimalkan risiko bencana hidrometeorologi lebih cepat dan efektif.
Dwikorita menyampaikan, BMKG memahami banyak daerah sekarang ini dipimpin kepala daerah yang baru yang mungkin masih beradaptasi dengan perangkat di bawahnya, Maka dari itu, pihaknya siap memberi pendampingan lebih lanjut supaya pemahaman terhadap sistem peringatan dini semakin optimal dan bisa diterjemahkan ke dalam mitigasi yang efektif.
Dwikorita juga mengajak masyarakat lebih aktif mengakses informasi cuaca dari kanal resmi BMKG agar bisa mengambil langkah-langkah pencegahan lebih awal. Melalui kolaborasi yang erat antara pemda, BMKG, dan masyarakat, maka diharapkan dampak bencana akibat cuaca ekstrem dapat diminimalkan.
Prospek Cuaca Sepekan ke Depan
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan BMKG memprediksi pada 4-11 Maret 2025 hujan berintensitas tinggi masih berpotensi terjadi di sebagian wilayah khususnya di bagian barat dan Kepulauan Papua.
Gelombang atmosfer seperti Rossby Ekuatorial, Low Frequency, serta Kelvin diprediksi tetap aktif di sebagian besar Sumatera, Jawa bagian barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, serta Kepulauan papua. Hal ini berdampak pada peningkatan pertumbuhan awan hujan berintensitas variatif di wilayah-wilayah yang disebutkan.
"Curah hujan tinggi masih berpotensi terjadi dan perlu diwaspadai, terutama di wilayah-wilayah yang rentan terdampak cuaca ekstrem," ujarnya.
Guswanto menyebut, analisis terbaru turut memperlihatkan sirkulasi siklonik di Samudra Hindia, tepatnya di barat Aceh dan di selatan Papua. Sirkulasi siklonik ini mengakibatkan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi di berbagai perairan termasuk Laut Natuna, Laut Banda, Laut Arafuru, perairan selatan Sulawesi, dan Maluku.
Di samping itu, daerah pertemuan angin (konfluensi) pun terdeteksi membentang di Laut Banda, Laut Flores, Laut Arafuru, sampai Papua bagian selatan.
Daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) lain turut terpantau memanjang dari Pesisir Timur Riau hingga Kepulauan Riau, dari Sumatera Barat hingga Sumatra Selatan, dari Samudra Hindia selatan Jawa Timur hingga Selatan Jawa Barat, dari Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan, dari Laut Sulawesi hingga Kalimantan Timur.
Fenomena ini berpotensi memicu peningkatan curah hujan di wilayah-wilayah tersebut dan dapat berdampak pada aktivitas maritim serta masyarakat pesisir.
Fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) yang masih aktif di Kepulauan Papua juga memperkuat dinamika atmosfer di bagian timur Indonesia. MJO berperan dalam peningkatan aktivitas konveksi yang bisa memperbesar potensi hujan deras di sejumlah wilayah.
Adapun analisis labilitas lokal menunjukkan potensi signifikan dalam perkembangan awan konvektif di berbagai daerah mencakup Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTT, dan hampir seluruh wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Labilitas atmosfer tersebut mendukung proses pembentukan awan hujan, khususnya pada siang hingga sore atau malam hari.
"Dengan meningkatnya aktivitas atmosfer ini, BMKG mengimbau masyarakat di wilayah terdampak untuk tetap waspada terhadap potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat, angin kencang, hingga kemungkinan banjir di daerah rawan. Pemantauan cuaca secara berkala sangat penting untuk mengantisipasi dampak dari dinamika atmosfer yang terus berkembang," imbau Guswanto.
(nah/nwy)