Alat kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tools di kehidupan sehari-hari tak terhindarkan. Manusia bisa memanfaatkannya untuk menyelesaikan pekerjaan hingga memecahkan masalah.
Namun, di balik manfaat AI ini, banyak hal juga yang harus diperhatikan pengguna. Salah satunya dampak AI terhadap pola pikir kritis seseorang.
Ketergantungan pada AI Kurangi Kemampuan Berpikir
Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Societies (2025) mengungkap bahwa AI dapat membuat kemampuan berpikir seseorang berkurang. Hasil studi menunjukkan, tingkat berpikir kritis pengguna AI kurang dari mereka yang tidak memakainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena Cognitive Offloading
Studi yang dilakukan oleh Michael Gerlich, Kepala Pusat Wawasan Strategis Perusahaan dan Keberlanjutan, Sekolah Bisnis SBS Swiss tersebut melibatkan 666 individu berusia 17 tahun ke atas.
Gerlich mengevaluasi pemanfaatan AI dari para peserta. Kemudian ia menguji kemampuan berpikir kritis mereka.
Terkikisnya pikiran kritis ini disebut sebagai fenomena cognitive offloading. Kondisi tersebut merupakan dampak buruk ketergantungan AI saat seseorang tak lagi berpikir keras karena merasa pemecahan masalah bisa didelegasikan ke AI dengan mudah.
"Meskipun meningkatkan efisiensi dan kenyamanan, secara tidak sengaja hal itu mendorong ketergantungan, yang dapat membahayakan keterampilan berpikir kritis dari waktu ke waktu," kata Gerlich.
Faktor Tingkat Pendidikan
Respons para peserta menunjukkan bagaimana ketergantungan pada alat-alat AI dapat memberikan dampak yang tidak proporsional terhadap mereka. Dampak ini khususnya tampak pada orang-orang dengan tingkat pendidikan lebih rendah.
"Peserta dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah menyatakan kekhawatirannya atas ketergantungan mereka pada alat AI," tulis Gerlich.
Studi menunjukkan bahwa pengguna AI yang punya pendidikan lebih tinggi tak serta-merta percaya hasil AI 100 persen. Mereka akan melakukan cek ulang fakta terlebih dahulu.
"Meskipun saya menggunakan alat AI secara rutin, saya selalu memastikan untuk mengevaluasi secara kritis informasi yang saya terima. Pendidikan saya telah mengajarkan saya pentingnya untuk tidak menerima segala sesuatu begitu saja, terutama ketika menyangkut AI, yang kadang memberikan informasi bias dan tidak lengkap," kata salah satu responden lulusan doktoral.
Gerlich menyebut hasil ini serupa dengan hasil penelitian dari peneliti lain. Ketergantungan AI benar-benar berdampak negatif terhadap kemampuan berpikir kritis manusia.
"Penelitian di masa mendatang harus mengeksplorasi strategi untuk mengintegrasikan perangkat AI dengan cara yang meningkatkan alih-alih menghambat keterlibatan kognitif," tulisnya.
Ia dan peneliti lain berharap ke depannya akan ada riset yang membuat solusi baik. Misalnya mendorong AI untuk membuat pikiran kritis seseorang meningkat, bukan sebaliknya.
"Memastikan bahwa generasi berikutnya dilengkapi dengan keterampilan yang diperlukan untuk menavigasi lanskap digital yang semakin kompleks," harap Gerlich.
(cyu/twu)