Jepang menjadi salah satu negara yang paling rawan gempa bumi. Kondisi ini membuat ilmuwan dari Jepang berinovasi membuat teknologi untuk bisa memetakan dampaknya.
Salah satu yang dilakukan oleh ilmuwan adalah memprediksi likuifaksi. Kondisi tanah yang kehilangan kekuatan atau likuifaksi ini kerap menyebabkan kerusakan yang parah saat terjadinya gempa.
Saat likuifaksi, tanah seperti cairan yang bisa membuat bangunan di atasnya bergerak atau 'tertelan'. Maka dari itu, prediksi likuifaksi menjadi perhatian penting bagi ilmuwan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inovasi Teknologi yang Bisa Prediksi Likuifaksi
Jepang telah banyak dilanda gempa-gempa besar. Misalnya seperti gempa bumi yang melanda Tohoku tahun 2011, yang menyebabkan likuifaksi yang merusak 1.000 rumah.
Begitu pula dengan gempa bumi yang mengguncang Christchurch yang merusak 80% sistem air dan pembuangan limbah, serta gempa di Noto pada 2024 yang merusak lebih dari 6.700 rumah.
Untuk mengurangi dampak likuifaksi ini, Profesor Shinya Inazuma dan mahasiswa Yuxin Cong dari Institut Teknologi Shibaura, Jepang mengembangkan model pembelajaran mesin canggih untuk memprediksi bagaimana tanah akan bereaksi saat gempa.
Model ini menggunakan data geologi untuk menciptakan peta 3D lapisan tanah yang lebih akurat dan mengidentifikasi area yang lebih rentan terhadap likuifaksi. Metode ini berbeda dengan uji tanah manual yang biasanya terbatas pada lokasi tertentu.
Pendekatan baru ini memberikan gambaran yang lebih luas dan detail tentang perilaku tanah di berbagai area.
Dalam studi yang diterbitkan di Smart Cities pada 8 Oktober 2024, para peneliti menggunakan jaringan syaraf tiruan (ANN) dan teknik pembelajaran ansambel untuk memprediksi kedalaman lapisan bantalan. Ini adalah indikator penting untuk menilai stabilitas tanah.
"Studi ini menetapkan metode prediksi dengan presisi yang tinggi untuk titik dan area yang tidak diketahui. Hal ini menunjukkan potensi signifikan pembelajaran mesin dalam rekayasa geoteknik. Model yang ditingkatkan ini memfasilitasi perencanaan infrastruktur yang lebih aman dan lebih efisien. Hal ini sangat penting untuk wilayah yang rawan gempa bumi," kata Prof Inazuma, dikutip dari shibaura-it.ac.jp.
Memprediksi Kedalaman Lapisan Bantalan untuk Mengidentifikasi Lokasi yang Stabil
Para peneliti mengumpulkan data dari 433 titik di Setagaya-ku, Tokyo, menggunakan uji penetrasi standar dan uji suara mini-ram untuk menentukan kedalaman lapisan bantalan. Data ini kemudian digunakan untuk melatih jaringan syaraf tiruan agar dapat memprediksi kedalaman lapisan bantalan di lokasi yang belum teruji.
Untuk meningkatkan akurasi model, para peneliti juga menerapkan teknik bagging (agregasi bootstrap), yang melibatkan pelatihan model pada beberapa subset data pelatihan yang berbeda. Teknik ini meningkatkan akurasi prediksi hingga 20%.
Dengan data yang diperoleh, mereka membuat peta kontur yang menggambarkan kedalaman lapisan bantalan dalam radius 1 km sekitar empat lokasi terpilih di Setagaya. Peta ini menjadi alat bantu visual yang sangat berharga bagi insinyur sipil dan membantu mereka dalam memilih lokasi konstruksi yang sesuai dengan kondisi tanah yang stabil.
"Model prediksi ini memfasilitasi perencanaan infrastruktur yang lebih aman dan lebih efisien. Ini sangat penting untuk wilayah yang rawan gempa bumi," papar Prof Inazuma.
Tujuan Jangka Panjang Teknologi Berbasis AI
Bagi peneliti, pendekatan yang dilakukan mereka berpotensi besar untuk mengurangi risiko likuifaksi dan meningkatkan ketahanan kota terhadap bencana alam. Dengan menggunakan artificial intelligence (AI) dalam analisis geoteknik, kota pintar di Jepang dapat dirancang lebih efisien dan hemat biaya.
Peta yang dihasilkan memungkinkan para ahli manajemen bencana untuk mengidentifikasi area yang lebih rentan terhadap likuifaksi, sehingga memungkinkan penilaian risiko dan strategi mitigasi yang lebih baik.
"Studi ini memberikan dasar bagi pembangunan perkotaan yang lebih aman, lebih efisien, dan hemat biaya," ujar Prof Inazuma.
Ke depannya para peneliti berencana untuk mengembangkan model yang lebih akurat dengan menggabungkan kondisi tanah tambahan dan membuat model khusus untuk wilayah pesisir dan non-pesisir.
(faz/faz)