Apakah Manusia Bisa Hidup di Bumi Tanpa Merusak Planet Ini?

ADVERTISEMENT

Apakah Manusia Bisa Hidup di Bumi Tanpa Merusak Planet Ini?

Trisna Wulandari - detikEdu
Minggu, 24 Nov 2024 20:00 WIB
Hari ini hingga pukul 09.10 WIB kualitas udara Jakarta berada di AQI 170 dan kadar PM2.5 mencapai 82 Β΅g/m3. Ini menjadikan Jakarta kota terpolusi kedua di dunia.
Apakah manusia bisa hidup di Bumi tanpa merusak planet ini? Begini kata peneliti. Foto: Polusi di Jakarta. (Agung Pambudhy)
Jakarta -

Gaya hidup manusia kerap disebut sebagai biang kerok kerusakan alam dan kehidupan di Bumi. Lantas, apakah manusia bisa hidup di Bumi tanpa merusak planet ini?

Baru-baru ini, dosen dan peneliti Klaus Hubacek dari Universitas Groningen, Belanda mengatakan ada kemungkinan manusia dapat hidup tanpa merusak Bumi. Sejumlah caranya dijabarkan peneliti Yu Liu Shao dan Hubacek dalam studinya yang dipublikasi di jurnal Nature.

Namun, Hubacek menekankan warga Bumi butuh kebijakan yang ilmiah dan patuh akan kebijakan tersebut. Ia menilai percuma untuk membuat kebijakan yang disusun berdasarkan bukti-bukti ilmiah jika tidak ada kemauan politik untuk mengatasi perubahan iklim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya melakukan pekerjaan ini terutama karena minat akademis saya. Namun saya juga tidak ingin membuang-buang waktu saya untuk sesuatu yang tidak berarti. Yang kita butuhkan adalah kebijakan berbasis bukti," kata Profesor Sains, Teknologi, dan Masyarakat ini, dikutip dari laman kampus.

Cara Hidup di Bumi Tanpa Merusak Planet

Tidak Melewati Batas Planet

Berdasarkan hasil studi Shao dan Hubacek akan batas-batas kesehatan Bumi, pada dasarnya, cara hidup di Bumi tanpa merusak planet adalah dengan tidak melanggar batas pemakaian sumber daya alam dan batas aktivitas yang berdampak pada Bumi.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya pada 2009, ilmuwan sudah menetapkan sembilan batas planet, yaitu indikator perusakan Bumi. Melewati batas planet berarti terlah terjadi kerusakan yang tidak bisa dipulihkan pada stabilitas dan ketahanan Bumi.

Batas planet antara lain tingkat pengasaman laut dan penggunaan air tawar secara global. Cara pemakaian sumber daya alam, bentuk aktivitas, limbah yang dihasilkan, hingga gaya hidup yang tidak berkelanjutan berisiko merusak Bumi dengan cara yang tidak bisa dipulihkan.

Pada 2023, enam dari sembilan batas planet sudah diterobos. Merespons masalah ini, Shao dan Hubacek coba mencari cara agar batas planet tidak makin dilanggar dan bahkan pulih.

Ubah Konsumsi Jadi Berkelanjutan

Mereka mendapati, dampak konsumsi penduduk Bumi pada lingkungan bisa berkurang 25-53 persen jika 20 persen konsumen teratas dunia mengubah kebiasaan konsumsi jadi pola berkelanjutan.

Contohnya mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang produk kemasan plastik dan nonplastik yang berpotensi jadi sampah. Mengurangi konsumsi daging merah dan memperbanyak konsumsi kacang-kacangan dan polong-polongan juga dapat mengurangi emisi terkait makanan dengan signifikan.

Hasil studi menunjukkan, perubahan pola konsumsi menjadi berkelanjutan di sektor makanan dan jasa saja bisa bantu mengembalikan batas-batas planet yang kritis ke batas aman.

Hubacek menggarisbawahi, pola konsumsi berkelanjutan terutama perlu diterapkan orang kaya. Ia menjelaskan, satu persen penduduk dunia terkaya saat ini menghasilkan 50 kali lebih banyak gas rumah kaca daripada empat miliar penduduk Bumi di 50 persen terbawah.

Hasil analisis dampak pola pengeluaran pada enam indikator utama lingkungan tersebut diperoleh Shao dan Hubacek dari kumpulan data ekstensif yang meliputi 201 kelompok konsumsi di 168 negara.

Ubah Gaya Hidup

Sebelumnya dalam jurnal Nature Climate Change, hasil studi Yanxian Li bersama rekan-rekan dan Hubacek menunjukkan jika satu persen orang terkaya di dunia makan lebih sedikit daring merah serta lebih banyak kacang-kacangan dan polong-polongan, emisi terkait makanan bisa turun 17 persen.

Persentase penurunan emisi global tersebut bahkan bisa terjadi sekalipun penduduk di negara-negara yang lebih miskin meningkatkan konsumsi daging merahnya.

Hasil studi Chaohui Li beserta rekan-rekan dan Hubacek dalam Journal of Environmental Management menunjukkan, sektor peternakan bisa mengancam batas-batas planet. Namun, cara mengatasinya juga perlu memerhatikan konteks aspek-aspek kehidupan per wilayah.

"Tentunya ada perbedaan, ya. Pola makan berbasis tumbuhan tidak cocok untuk orang nomaden tradisional Mongolia, yang bergantung pada yak dan susunya," jelasnya.

Ada Harapan, Tapi...

Hubacek mengatakan ada banyak cara menyelamatkan Bumi dari kerusakan yang sudah disuarakan peneliti lain. Namun, percuma jika warga tidak menerapkan dan pemerintah justru mensubsidi aktivitas dan perilaku yang merusak.

Ia mencontohkan, subsidi bahan bakar fosil saat ini tidak sebanding dengan mitigasi kerusakannya, seperti pajak karbon dan perdagangan karbon.

"Dan ada juga banyak kebijakan yang tidak konsisten, seperti mendorong penggunaan pompa termal dan, pada saat yang sama, menaikkan harga listrik yang mereka gunakan," ucapnya.




(twu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads