Peneliti Temukan Cara Membedakan Konten Deepfake dan Foto Asli, Yuk Coba!

ADVERTISEMENT

Peneliti Temukan Cara Membedakan Konten Deepfake dan Foto Asli, Yuk Coba!

Hani Muthmainnah - detikEdu
Jumat, 25 Okt 2024 09:30 WIB
Cara membedakan konten deepfake dan foto asli.
ο»ΏPeneliti ungkap cara membedakan konten deepfake dengan foto asli lewat pantulan pada mata. Coba, yuk! Foto: Adejumoke Owolabi
Jakarta -

Dengan semakin majunya teknologi, kita perlu lebih hati-hati dalam menilai foto atau video. Saat ini, sulit untuk membedakan mana yang asli dan mana yang palsu, karena foto atau video deepfake bisa terlihat sangat mirip dengan yang asli.

Dikutip dari laman Universitas Airlangga, deepfake adalah teknik memanipulasi foto atau video menggunakan AI. Hasil deepfake berupa konten baru yang tampak asli dan meyakinkan.

Aziz Fajar, Dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Unair menjelaskan cara kerja deepfake yakni dengan mengubah piksel pada gambar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan mengubah piksel pada gambar, maka akan tercipta gambar modifikasi yang berbeda dari aslinya," ucapnya.

Lantas, bagaimana cara membedakan foto atau video yang asli dengan konten deepfake?

ADVERTISEMENT

Melansir dari laman Royal Astronomical Society, terdapat cara sederhana untuk membedakannya, yaitu dengan melihat pantulan di mata pada foto atau video tersebut.

Cara Membedakan Konten Deepfake dengan yang Asli

Hasil penelitian mahasiswa MSc University of Hull, Adejumoke Owolabi, menunjukkan pantulan yang tidak konsisten pada mata orang adalah tanda-tanda video atau foto tersebut merupakan konten deepfake.

Sederhananya, jika ukuran, bentuk, dan letak pantulan cahaya atau refleksi pada mata seseorang di konten tampak selaras dan serasi, maka kemungkinan konten itu adalah foto atau video asli. Jika tidak, maka kemungkinan video atau foto tersebut adalah konten deepfake.

Owolabi mengatakan, prinsip mengecek pantulan pada mata subjek foto atau video tersebut sama dengan cara astronom mempelajari gambar galaksi. Hasil penelitiannya dipaparkan di pertemuan Royal Astronomical Society's National Astronomy Meeting 2024 di Hull.

Kevin Pimblet, profesor astrofisika dan Direktur Pusat Keunggulan Ilmu Data, Kecerdasan Buatan, dan Pemodelan di University of Hull, menjelaskan lebih lanjut temuan ini dari sisi sains.

"Pantulan bola mata pada orang sungguhan itu konsisten. Jika tidak, berdasarkan sudut pandang ilmu fisika, berarti orang tersebut adalah palsu," terangnya.

Mata Konten Deepfake dan yang Asli

Para peneliti menganalisis pantulan cahaya pada bola mata orang dalam foto asli dan yang dihasilkan oleh AI. Mereka menggunakan metode yang biasa diterapkan dalam astronomi untuk mengukur pantulan dan memeriksa keselarasan antara pantulan di mata kiri dan kanan.

Gambar palsu, cenderung menunjukkan ketidakkonsistenan antara pantulan di kedua mata, sedangkan gambar asli biasanya memiliki pantulan yang serupa. Prinsip-prinsip ini juga diterapkan para astronom.

"Untuk mengukur bentuk galaksi, kami melihat apakah galaksi tersebut padat di tengah, memiliki bentuk yang simetris, dan seberapa halus permukaannya. Selain itu, kami juga menganalisis distribusi cahaya," kata Pimblet.

Peneliti mengggunakan indeks Gini untuk membandingkan kesamaan bola mata kiri dan kanan. Mereka dapat menilai sebuah foto adalah konten deepfake jika menemukan perbedaan pada pantulan.

Indeks Gini adalah ukuran yang bisa digunakan untuk mengukur distribusi pada gambar galaksi. Caranya yakni dengan mengurutkan piksel berdasarkan cahaya dan membandingkannya dengan hasil distribusi yang ideal.

Nilai Gini 0 menunjukkan distribusi cahaya yang merata di semua piksel. Sedangkan nilai Gini 1 menunjukkan konsentrasi cahaya yang tidak merata pada piksel.

Selain menggunakan nilai Gini, pada awalnya tim peneliti juga menguji parameter CAS, yaitu konsentrasi, asimetri, dan smoothness. Parameter ini dirancang untuk mendeteksi pantulan dan memgecek distribusi cahaya galaksi berdasarkan fitur morfologisnya.

Sayangnya, parameter ini dinilai kurang efektif dalam mendeteksi gambar palsu. Profesor Pimblet juga menekankan bahwa cara ini bukanlah metode yang paten untuk mendeteksi deepfake.

"Ada kemungkinan hasil yang didapat tidak semua terdeteksi kepalsuan maupun keasliannya. Namun, dengan mengetahui metode ini, kita mengetahui strategi membedakan foto dan video yang asli dengan deepfake," ujarnya.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads