Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, anggaran pendidikan sebesar Rp 722,6 triliun. Angka ini merupakan 20 persen dari Belanja Negara yang mencapai sekitar Rp 3.613,1 triliun.
Nominal anggaran pendidikan 2025 dari RAPBN tersebut meningkat sekitar Rp 57,6 triliun, jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan 2024 yang sebesar Rp 665 triliun.
"Bu Menteri Keuangan menyampaikan bahwa Pemerintah memberikan ruang bagi pemerintah ke depan untuk melakukan reformulasi kebijakan dan pembiayaan, sehingga anggaran sebesar Rp 722,6 triliun tersebut masih banyak yang belum dialokasikan ke kementerian/lembaga (K/L)," kata Suharti dalam Diskusi Kelompok Terpumpun: Menggugat Anggaran Pendidikan di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Sabtu (7/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) Suharti mengatakan, alokasi anggaran pendidikan yang didapat Kemendikbudristek justru turun sekitar Rp 15,7 triliun dari 2024 menjadi Rp 83,2 triliun. Alokasi ini setara dengan sekitar 11,5 persen dari total anggaran pendidikan pada pada RAPBN tahun anggaran (TA) 2025 atau 2,3 persen dari Belanja Negara.
"Kami harus optimis alokasi tersebut akan ditingkatkan karena masih banyak kegiatan-kegiatan prioritas yang belum terbiayai sepenuhnya, bahkan yang sifatnya belanja wajib," kata Suharti.
Usul Kementerian Pengampu Anggaran Pendidikan
Merespons situasi ini, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amich Alhumami dalam kesempatan yang sama mengusulkan agar anggaran pendidikan kembali ke mandat awal dengan tidak memasukkan anggaran kementerian/lembaga (K/L).
Lebih lanjut, Amich mengusulkan agar kementerian pengampu utama anggaran pendidikan ke depannya adalah Kemendikbudristek dan Kementerian Agama (Kemenag).
"Bisakah dipikirkan ulang, dan nanti ketika Komisi X dan Badan Anggaran (DPR) mendiskusikan, jadi kementerian pengampu utama (anggaran pendidikan itu) Kementerian Dikbud dan Agama," ucapnya.
"Supaya ada ruang yang tersedia, kira-kira jumlahnya Rp 34 triliun (dari anggaran K/L), yang nanti bisa digunakan untuk, misalnya, menambah beasiswa bagi pendidikan dasar dan pendidikan menengah, menambah beasiswa bagi mahasiswa di perguruan tinggi," sambung dia.
Antisipasi Anggaran Makan Bergizi Gratis
Amich mengatakan, usulan agar anggaran pendidikan dikelola Kemendikbudristek dan Kemenag sebagai kementerian pengampu utama juga sebagai antisipasi agar anggaran Kemendikbudristek tidak kian terpangkas dengan adanya quick win Prabowo-Gibran dalam program Makan Bergizi Gratis.
Ia merinci, anggaran pendidikan berdasarkan RAPBN TA 2025 yakni sebesar Rp 722 triliun. Angka ini naik sekitar Rp 57 triliun dari anggaran pendidikan TA 2024 sebesar Rp 665 triliun, tetapi kurang dari Rp 71 triliun yang direncanakan untuk program Makan Bergizi Gratis.
"Jadi ada kekurangan itu untuk menutup Rp 71 triliun itu. Di mana kekurangannya (ditambal)? Kementerian Dikbud yang tahun sekarang Rp 98 triliun, sekarang Rp 83 triliun. Jadi berkurang. Ya mungkin perginya akan menutup Rp 71 triliun. Sebagian juga akan pergi ke yang dana pembiayaan, ada kenaikan kira-kira Rp 3 triliun," kata Amich.
Ia mengingatkan Komisi X DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI untuk mengantisipasi kelipatan anggaran Makan Bergizi Gratis dan dampaknya pada postur anggaran pendidikan dan APBN secara keseluruhan.
"Karena itu quick win presiden, kita harus melaksanakan, dan itu program sangat bagus juga untuk perbaikan gizi bagi anak-anak. Kelipatan yang setiap tahun akan bertambah, mungkin nanti Rp 140 triliun, atau Rp 200 sekian triliun, kalau diambil dari sini, akan berapa itu postur APBN secara keseluruhan," ucapnya.
"Itu mohon betul-betul diperhatikan Komisi X dan Badan Anggaran (DPR). Kalau tidak, nanti akan hilang itu (anggaran) yang kementerian pengampu utama)," sambung dia.
Anggaran Pendidikan Bisa Gratiskan UKT
Amich menambahkan, jika kementerian pengampu mendapat alokasi anggaran pendidikan yang lebih besar untuk membiayai pendidikan tinggi, maka nantinya akan lebih banyak calon mahasiswa dengan keterbatasan ekonomi yang bisa memperoleh gratis uang kuliah tunggal (UKT).
"UKT sekarang dikelompokkan 1-8. Kelompok 1-2 itu riskan sekali. Kalau misalnya 1-2 itu dibebaskan (dari UKT), lalu ditambahkan untuk mereka yang dapa KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah, maka kebutuhannya hanya Rp 21 triliun - Rp 22 triliun," ucapnya.
"Mengapa itu tidak diberikan? Kalau itu dipindahkan, maka tidak ada gugatan biaya kuliah mahal dan akan memastikan kuartil 1-2 dapat mengenyam pendidikan tinggi," ucapnya.
(twu/nwk)