Teknologi Global Positioning System (GPS) saat ini mungkin sudah cukup canggih untuk membantu kita menavigasi. Namun, GPS masih memerlukan internet untuk menggunakannya. Maka dari itu, sebuah penemuan baru dapat semakin memudahkan kita apabila mengalami susah sinyal.
Para ilmuwan telah membuat 'kompas kuantum' genggam yang suatu hari nanti dapat membantu orang bernavigasi tanpa GPS. Mereka berhasil mengecilkan sistem laser yang biasanya sebesar lemari es, yang digunakan untuk teknik penginderaan yang disebut interferometri atom. Sistem tersebut sekarang dapat diintegrasikan ke dalam microchip silikon.
"Menurut saya, ini sangat menarik. Kami membuat kemajuan dalam miniaturisasi untuk banyak aplikasi yang berbeda," ujar Ashok Kodigala, seorang ilmuwan fotonik silikon di Laboratorium Nasional Sandia di Albuquerque, dikutip dari Live Science.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para Ilmuwan Memanfaatkan Interferometri Atom
Pengguna kompas kuantum bisa mengukur dan melacak posisi tanpa GPS dengan memanfaatkan interferometri atom yang memiliki sifat elektron, seperti gelombang untuk mengukur percepatan, rotasi, dan kecepatan sudut secara tepat.
Dengan begitu, kompas tanpa GPS dapat terlepas dari ketergantungan terhadap transmisi sinyal secara terus menerus antara perangkat dan satelit.
Interferometer atom ini tidak mengeluarkan cahaya seperti laser, melainkan memancarkan seberkas atom super dingin, lalu menggunakan cahaya untuk memanipulasi seberkas itu, tidak menggunakan cermin.
Interferometer mengukur perbedaan fase antara atom-atom pada lintasan yang berbeda, apakah puncak dan palung gelombang sejajar satu sama lain.
Di setiap perubahan energi di kedua lintasan, seperti ketika atom menerima energi dari interaksi dengan cahaya, akan menyebabkan atom-atom tersebut bergerak masuk dan keluar dari fase.
Fenomena ini dapat dimanfaatkan para ilmuwan untuk mengukur kecepatan akselerasi atom-atom tersebut.
Tantangan yang Dihadapi Ilmuwan
Meski berhasil menemukan inovasi baru, bukan berarti para ilmuwan tidak memiliki halangan saat menciptakan kompas kuantum ini.
Umumnya, akan dibutuhkan enam interferometer atom untuk membuat kompas kuantum. Akan tetapi, para ilmuwan membuat sebagian sistem menjadi lebih kecil dengan memanfaatkan sirkuit terpadu fotonik.
Teknologi sirkuit tersebut merupakan miniatur yang sudah ada, yang digunakan untuk membangun modulator kecil yang dapat menyetel frekuensi sinar untuk fungsi yang berbeda. Modulator ini menjadi tantangan para ilmuwan karena sering kali menambahkan 'gema' cahaya yang disebut sideband, yang perlu ditekan agar instrumen dapat bekerja dengan baik.
Frekuensi radio yang disetel dapat mengendalikan modulator secara cermat, membantu para ilmuwan untuk mengurangi intensitas sideband yang tidak diinginkan hingga 100.000 kali lipat.
"Kami telah meningkatkan kinerja secara drastis dibandingkan dengan yang ada di luar sana," jelas Kodigala.
Kompas Kuantum Masih Dikembangkan Lagi
Kini, kompas kuantum kecil sudah diproduksi dengan baik, tetapi belum siap untuk dipasarkan. Para ilmuwan masih berusaha mengecilkan komponen lain dan mengintegrasikan semuanya ke dalam satu chip.
Meski demikian, para ilmuwan telah membuat kemajuan dengan mengecilkan bagian lain dari sistem dan memperkuat peralatan yang rumit itu terhadap getaran, guncangan, dan radiasi.
Kompas kuantum yang sudah dioptimalkan akan memungkinkan kita dalam hal navigasi yang lebih unggul dari GPS, salah satunya membantu menavigasi di zona konflik saat sinyal GPS terhalang.
Teknologi kompas ini masih dikembangkan lagi dan bisa dikombinasikan dengan komputasi kuantum dan lidar. Seorang ilmuwan penginderaan kuantum di Sandia Peter Schwindt memprediksi bahwa teknologi kompas kuantum dapat bergerak ke aplikasi nyata.
(faz/faz)