Kabar potensi gempa megathrust yang tinggal menunggu waktu di Indonesia tengah hangat diperbincangkan. Sebelumnya, hal tersebut diungkap oleh Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono.
"Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap 'Seismic Gap' Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9)," kata Daryono, dikutip dari arsip detikEdu.
Pada Jumat (8/8/2024) lalu, gempa bermagnitudo 7,1 melanda wilayah Jepang Selatan. Badan penanggulangan setempat menyebut sumber gempa berasal dari megathrust Nankai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, pakar gempa sekaligus dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir Gayatri Indah Marliyani, S T M Sc PhD mengatakan potensi gempa megathrust di Indonesia akan selalu ada.
Buktinya, dua gempa besar tersebut pernah terjadi pada tahun 2004 di Aceh dan 2006 di Pangandaran. Ia berpendapat potensi gempa di sekitar sana perlu terus diukur lewat instrumentasi data geologi.
"Potensi megathrust di daerah ini besar karena nilai historisnya, yakni gempa Aceh tahun 2004 dan gempa Pangandaran tahun 2006," katanya dilansir dari laman UGM, Jumat (23/8/2024).
Lokasi Pusat Gempa Megathrust di RI
Gayatri menambahkan, gempa megathrust ini kemungkinan terjadi di lokasi sekitar batas zona subduksi antara dua lempeng. Lokasi tersebut ada di antara lempeng benua dan samudra.
Lempeng tersebut tak bisa bergerak menimbun energi. Sehingga, energi kian membesar dan akhirnya melepaskan gempa dengan kekuatan besar juga.
Contoh zona subduksi yang menimbulkan gempa dahsyat hingga bermagnitudo 9,5 pernah terjadi di Valdivia, Chile selatan. Gayatri mengatakan zona subduksi yang aktif di Indonesia antara lain area selatan Pulau Jawa, memanjang dari barat Sumatra ke Selat Sunda, area timur Pulau Jawa, dan selatan Pulau Lombok.
Perlu Adanya Sistem Mitigasi Gempa
Gayatri menyimpulkan gempa megathrust akan selalu ada di Indonesia. Sehingga masyarakat harus selalu melakukan langkah mitigasi sedini mungkin.
Kita tidak bisa menghindari potensi bencana sehingga usaha untuk menyiapkan diri perlu dilakukan dengan segera. Paham posisi masing-masing terhadap kemungkinan bencana. Jangan menunggu bencana terjadi baru reaktif, tetapi siapkan diri selalu," katanya.
Begitu juga disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM, Galih Aries Swastanto, M Sc. Ia menyarankan pemerintah untuk memperhatikan penanggulangan bencana sesuai dengan amanat undang-undang.
"Layanan kebencanaan adalah layanan dasar yang harus diutamakan di samping sektor-sektor lain. Ada dan tidak ada anggaran, harus tetap diutamakan dan diusahakan," kata Galih.
Menurutnya, pemerintah harus melakukan edukasi kepada masyarakat soal kebencanaan dan membuat langkah penanganan yang tepat. Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan lebih fokus kepada langkah mitigasi.
(cyu/nwk)