Ia lahir pada 5 Maret 1909 di Pariaman, Sumatera Barat, dan meninggal pada 9 April 1966 di Zurich, Swiss. Ia merupakan seorang yang menduduki jabatan pertama perdana Menteri di Indonesia.
Biografi Sutan Syahrir, Perdana Menteri Pertama Indonesia
Dikutip dari buku Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler yang dituliskan oleh Amir Hendarsah, Sutan Syahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada tanggal 5 Maret 1909. Sutan Syahrir adalah Muhammad Rasad, yang juga bergelar Maharaja Sutan. Selain sebagai jaksa penuntut umum ternama, ayahnya adalah Penasihat Sultan Deli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semasa pelajar AMS di Bandung, Syahrir aktif dalam berbagai kegiatan seni dan politik, termasuk sebagai anggota teater Batovis. Pada tahun 1931, setelah menyelesaikan pendidikan hukum di Amsterdam, Sutan Syahrir memulai karir politiknya dan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Pendidikan Nasional Indonesia Baru (PNI Baru) pada tahun 1932.
Namun, pada tahun 1934, Syahrir ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke Boven Digul (1935), Banda Neira (1936-1942), dan Sukabumi (1 Februari 1942).
Setelah proklamasi kemerdekaan, Syahrir diangkat sebagai Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan memimpin tiga kali Kabinet Parlementer. Pada 14 November 1945, dia menjadi perdana menteri termuda di dunia saat itu.
Perjanjian Linggarjati adalah puncak keberhasilan Syahrir dalam diplomasi, meskipun menuai kritik yang menyebabkan kabinetnya jatuh. Perjanjian tersebut mendapat simpati dan dukungan internasional.
Pada 16 Januari 1962, Syahrir ditangkap oleh pemerintahan Orde Lama dengan tuduhan palsu.
Sutan Syahrir meninggal saat berobat di Swiss. Saat pemakaman, dia dihormati dengan pengibaran bendera setengah tiang sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengorbanannya.
Perdana Menteri Sutan Syahrir
Pada tanggal 14 November 1945, Sutan Syahrir menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia dan memimpin kabinetnya sambil menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.
Selama masa jabatannya, Syahrir melakukan perombakan kabinet sebanyak tiga kali, yaitu Sjahrir I, Sjahrir II, dan Sjahrir III. Pada 26 Juni 1946, Syahrir menjadi korban penculikan oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan, yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soedarsono dan termasuk Tan Malaka.
Kelompok ini tidak puas dengan diplomasi yang dilakukan oleh Kabinet Sjahrir II dengan pemerintah Belanda, yang dianggap merugikan bangsa Indonesia. Penculikan ini membuat Sukarno marah, dan pada 1 Juli 1946, 14 pimpinan kelompok penculik ditangkap dan dipenjarakan oleh polisi Surakarta.
Pada 2 Juli 1946, Mayor Jenderal Soedarsono menyerbu penjara dan membebaskan para pimpinan tersebut. Sukarno kemudian memerintahkan Soeharto, yang saat itu pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Soedarsono.
Pada 3 Juli 1946, Soedarsono berhasil ditangkap, dan peristiwa ini dikenal sebagai kudeta pertama di Republik Indonesia yang gagal. Setelah penculikan, Syahrir hanya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, sementara tugas Perdana Menteri diambil alih oleh Sukarno.
Namun, pada 2 Oktober 1946, Sukarno menunjuk kembali Syahrir sebagai Perdana Menteri untuk melanjutkan Perundingan Linggarjati.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Perdana Menteri, Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 12 Februari 1948. PSI bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa Indonesia.
Daftar Kabinet Pemerintahan Indonesia
Kabinet Presidensial Soekarno: 2 September 1945 - 14 November 1945, terdiri dari 21 anggota.
Kabinet Sjahrir I (Sutan Syahrir): 14 November 1945 - 12 Maret 1946, terdiri dari 17 anggota.
Kabinet Sjahrir II (Sutan Syahrir): 12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946, terdiri dari 25 anggota.
Kabinet Sjahrir III (Sutan Syahrir): 2 Oktober 1946 - 3 Juli 1947, terdiri dari 32 anggota.
Kabinet Amir Sjarifuddin I (Amir Sjarifuddin): 3 Juli 1947 - 11 November 1947, terdiri dari 34 anggota.
Kabinet Amir Sjarifuddin II (Amir Sjarifuddin): 11 November 1947 - 29 Januari 1948, terdiri dari 27 anggota.
Kabinet Hatta I (Mohammad Hatta): 29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949, terdiri dari 17 anggota.
Kabinet Darurat (Sjafruddin Prawiranegara): 19 Desember 1948 - 13 Juli 1949, terdiri dari 12 anggota.
Kabinet Hatta II (Mohammad Hatta): 4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949, terdiri dari 19 anggota.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia membentuk Kabinet Presidensial sebagai kabinet pertama. Kabinet ini bersifat formal dan tidak dapat melaksanakan pembangunan dan pemerintahan secara efektif. Sistem presidensial ini menetapkan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Namun, setelah maklumat Nomor 14 Tahun 1945, sistem kabinet presidensial diubah menjadi kabinet parlementer, di mana Perdana Menteri mengambil alih sebagai kepala pemerintahan. Pada akhir tahun 1945, kekacauan di Jakarta menyebabkan ibu kota pindah ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946, sementara posisi perdana menteri tetap di Jakarta.
Perdana Menteri Syahrir, yang mendukung diplomasi, mengadakan perundingan dengan Inggris dan Belanda pada 10 Februari 1946. Namun, Persatuan Perjuangan (PP) pimpinan Tan Malaka menuntut pengakuan penuh terhadap Republik Indonesia, yang melemahkan posisi Syahrir.
Kritik terhadap ketidaktegasan Syahrir dalam menghadapi Inggris dan Belanda juga meningkat. Akibatnya, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mendesak presiden untuk merombak kabinet.
Pada 28 Februari 1946, Syahrir meletakkan jabatan perdana menteri dan kemudian diangkat kembali pada 12 Maret 1946 untuk memimpin Kabinet Syahrir II. Kabinet ini menyusun usulan balasan untuk menyelesaikan perundingan dengan pihak-pihak terkait.
(pal/pal)