Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang sangat berperan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah mengetik naskah proklamasi setelah ia menyempurnakannya dari tulisan tangan Sukarno. Ini kisah Sayuti Melik dan mesin ketik naskah proklamasi.
Kisah Pengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan
Mohamad Ibnu Sayuti atau Sayuti Melik, lahir pada 22 November 1908, anak dari Abdul Mu'in alias Partoprawito, seorang Kepala Desa di Sleman, Yogyakarta, dan ibunya bernama Sumilah. Pendidikan awalnya dimulai di Sekolah Ongko Loro (setingkat SD) di Desa Srowolan, dan kemudian dilanjutkan hingga mendapatkan ijazah di Yogyakarta, demikian dikutip dari buku Merefleksikan Nilai-nilai Pahlawan Indonesia yang ditulis Aziz Fauzi, dkk.
Melik sebenarnya adalah nama samaran sewaktu memegang rubrik pojok di Koran Pesat, Semarang. Koran Pesat adalah surat kabar yang didirikannya tahun 1938 bersama sang istri, Surastri Karma (SK) Trimurti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkenalan Sayuti Melik dengan Sukarno terjadi di Bandung pada 1926. Semasa perjuangan kemerdekaan, Sayuti Melik dan sang istri bergantian keluar-masuk bui karena tulisan kritisnya pada pemerintah Hindia Belanda. Hingga Koran Pesat dibreidel Jepang pada Maret 1942 lalu pada 1943, Sukarno meminta Jepang membebaskan sang istri SK Trimurti kemudian membawanya ke Jakarta. Sejak saat itu Sayuti Melik terus berada di sisi Sukarno.
Sayuti Melik adalah salah satu anggota kelompok pemuda Menteng 31 yang terlibat dalam penculikan Sukarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok.
Para pemuda pejuang, termasuk di dalamnya Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, dan Shodanco Singgih, bersama anggota PETA dan pemuda lainnya, membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan, Guntur) serta Hatta ke Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Sukarno dan Hatta tidak dipengaruhi oleh pemerintah Jepang dan dapat merumuskan serta menyatakan kemerdekaan Indonesia. Para pemuda meyakinkan kembali Sukarno bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu, hingga proklamasi kemerdekaan perlu segera dilakukan.
Di Jakarta, terjadi perundingan antara golongan muda yang dipimpin oleh Wikana dan golongan tua yang diwakili oleh Achmad Soebardjo. Dalam perundingan tersebut, Achmad Soebardjo menyetujui usulan golongan muda untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta, yang kemudian membawa pada keputusan untuk melaksanakan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Konsep naskah proklamasi disusun oleh Sukarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori (kini Jalan Imam Bonjol 1 Menteng Jakpus) dalam suasana yang tegang.
Sayuti Melik, yang hadir dalam pertemuan tersebut, mengusulkan agar Teks Proklamasi ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul tersebut diterima, dan Sukarno segera memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi tersebut.
Mesin Ketik Buatan Jerman Dipinjam dari Komandan Nazi
Dilansir dari situs Kemendikbud, saat itu di rumah Laksamana Maeda hanya tersedia mesin ketik berhuruf kanji. Adalah inisiatif sekretaris rumah tangga di rumah Laksamana Maeda, Satsuki Mishima untuk meminjam mesin ketik dengan huruf alfabet. Mesin ketik itu kemudian dipinjam dari komandan Kriegsmarine (Angkatan Laut Nazi Jerman) yang berkantor di Gedung KPM (sekarang Pertamina) di Koningsplein (Medan Merdeka Timur).
Dilansir dari detikX, Satsuki didampingi para pemuda dari rumah Laksamana Maeda menyusuri jalanan gelap gulita, kini Jl Imam Bonjol ke Jl Medan Merdeka Timur. Mereka menemui Korvettenkapitan (setingkat Mayor) Dr Hermann Kandeler, seorang komandan kapal selam milik Kriegsmarine. Satsuki menyampaikan maksud untuk meminjam mesin ketik yang akan digunakan para tokoh pergerakan Indonesia untuk mengetik naskah proklamasi.
Kandeler mengizinkan Satsuki membawa mesin ketik itu untuk kembali ke rumah Laksamana Maeda. Setelah menyerahkan mesin ketik kepada Maeda, Sayuti Melik yang disaksikan Burhanuddin Muhammad Diah (BM Diah) mengetik ulang naskah proklamasi yang ditulis tangan Sukarno.
Kertas tulisan tangan naskah proklamasi lalu diremas dan dibuang. Tapi, kertas itu dipungut kembali oleh BM Diah, di mana naskah proklamasi tulisan tangan itu kini tersimpan di Gedung Arsip Nasional RI. Naskah proklamasi selesai diketik, kemudian ditandatangani Sukarno menjelang makan sahur pada 9 Ramadan 1364 hijriah atau 17 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB.
Karena dipinjam dari Komandan AL Nazi Jerman, merek apa mesin ketik yang dipakai Sayuti Melik saat itu? Masih menjadi misteri. Yang jelas mesin ketik yang sekarang bersemayam di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No. 1 Menteng, Jakarta Pusat, bukan mesin ketik yang digunakan pada 16 Agustus 1945 malam.
Ada tiga merk kemungkinan mesin ketik buatan Jerman yang digunakan Kriegsmarine saat itu, yaitu Triumph model Standar 12, Erika model 3, dan merk Rheinmetall Borsig AG model 9. Merk Erika model 3 disebut-sebut mesin ketik portable yang bisa digunakan Kriegsmarine atau di dalam kapal U-Boat.
Perubahan Teks Proklamasi Tulisan Tangan - Hasil Ketikan
Konsep teks Proklamasi tulisan tangan Soukarno diketik oleh Sayuti Melik dengan mengadakan beberapa perubahan beberapa kata yaitu:
- Kata "tempoh" menjadi "tempo"
- "wakil-wakil Bangsa Indonesia" menjadi "atas nama Bangsa Indonesia"
- "Djakarta 17-8-'05" diubah menjadi "Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen '05'""
Teks tersebut lalu ditandatangani oleh Sukarno - Hatta atas nama bangsa Indonesia, menjadi teks resmi proklamasi yang masyarakat Indonesia ketahui sekarang.
(nwk/nwk)