Anggaran Pendidikan Dinilai Timpang & Menyimpang, Begini Kata Eks Menteri & DPR

ADVERTISEMENT

Round Up

Anggaran Pendidikan Dinilai Timpang & Menyimpang, Begini Kata Eks Menteri & DPR

Trisna Wulandari - detikEdu
Rabu, 03 Jul 2024 19:00 WIB
Rapat Komisi X DPR dengan eks menteri pendidikan, 2 Juli 2024. (Dwi Rahmawati/detikcom)
Foto: Rapat Komisi X DPR dengan eks menteri pendidikan, 2 Juli 2024. (Dwi Rahmawati/detikcom)
Jakarta -

Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI mendesak pemerintah untuk meninjau, meredefinisi, dan mereformulasi anggaran pendidikan. Panja ini juga mendesak pemerintah memastikan anggaran pendidikan benar-benar digunakan untuk pendidikan dengan alokasi yang adil berbasis unit cost, prioritas, dan berdampak maksimal.

Desakan ini muncul usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI dengan tokoh masyarakat yang pernah bertugas sebagai menteri pendidikan di Jakarta, Selasa (2/7/2024). Dari lima narasumber yang diundang termasuk Anies Baswedan dan Bambang Sudibyo, eks menteri pendidikan yang hadir menyampaikan pemikiran yaitu Muhadjir Effendy, Mohamad Nasir, dan Mohammad Nuh.

Penggunaan Dana Desa & DAU

Mantan Menteri Pendidikan Nasional 2009-2014 Mohammad Nuh mempertanyakan awal keberadaan, rincian, dan implementasi Dana Desa pada alokasi anggaran fungsi pendidikan. Ia menilai perlu izin dan transparansi ke publik jika anggaran tersebut digunakan untuk hal-hal di luar kepentingan pendidikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tetapi kalau ndak akhirnya apa? Akhirnya komplikasi yang di dunia pendidikan karena kekurangan sumber, mulai UKT, demikian dan seterusnya, sekolah rusak, tidak tertangani dengan baik," kata M Nuh.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2016-2019 Muhadjir Effendy mengatakan adanya alokasi dana pendidikan melalui desa di antaranya untuk pembangunan fisik PAUD di desa-desa yang belum memiliki PAUD dan TK swasta. Sedangkan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) PAUD dialokasikan dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

ADVERTISEMENT

"Kalau nggak untuk PAUD, nggak dikeluarkan," ucapnya.

Sementara itu, Muhadjir menyorot komponen Dana Alokasi Umum (DAU) yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendidikan. Ia menilai komponen ini berisiko digunakan untuk kepentingan selain pendidikan.

"(Misalnya) Dipake untuk jalan, (alasannya) 'kan ini menuju sekolah, juga untuk pendidikan," ucapnya.

Menurutnya, DAU pendidikan tersebut biasa digunakan untuk gaji guru. Namun berdasarkan temuan pada masa jabatannya, pemda tidak mengangkat guru baru kendati guru lain pensiun. Akibatnya, sekolah yang kekurangan guru merekrut guru honorer dengan SK kepala sekolah. Para guru honorer digaji dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) alih-alih dari DAU pendidikan.

"Dari situlah semrawutnya guru-guru honorer yang nggak pernah selesai itu. Dan saya ingat betul di Komisi X sudah menyampaikan plan. Mestinya di era kepemimpinan Pak Jokowi selesai, guru honorer selesai," ucapnya.

"Caranya supaya ini bisa sinkron, mestinya DAU dengan jumlah guru yang harus dibayar itu mustinya harus sama, harus seimbang. Ketika daerah diminta mengangkat guru dengan kuota tertentu, pemerintah pusat menyediakan, 'Ini nih gajinya'. Kalau tidak ya dia tidak mau ngangkat, kalau (gaji guru) harus diambilkan dari APBD dia," kata Muhadjir.

Anggaran pendidikan melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 346,5 triliun. Komponennya yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan DAK Nonfisik, serta dana otonomi khusus (otsus) yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan.

DAK Nonfisik terdiri dari Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Tunjangan Guru ASN Daerah, dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Taman Budaya.

Mantan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2014-2019 Mohamad Nasir menyebut kebijakan dan realisasi anggaran pendidikan antar tingkat pendidikan belum sinkron, yakni rendah di pendidikan tinggi dan tinggi di transfer ke daerah. Sementara itu, anggaran pendidikan untuk daerah tidak diaudit karena menjadi 'gelondongan'.

"Mungkin sangat terjadi alokasi biaya pendidikan yang disampaikan ke daerah itu digunakan bukan untuk pendidikan," ucapnya.

"Karena nggak ada report yang jelas ini," ucapnya.

Ia mengatakan, audit anggaran pendidikan dalam transfer ke daerah bantu proses identifikasi postur penggunaannya dan realokasi anggaran.

Anggaran Sekolah Kedinasan dengan PTN Timpang

Nasir juga menyorot ketimpangan alokasi anggaran pendidikan tinggi di bawah naungan kementerian/lembaga (K/L) lain dengan yang di bawah Kemendikbudristek.

Nasir mengatakan, berdasarkan hasil kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pada 2017, anggaran Bantuan Operasional (BOPTN) untuk PTN di bahwa Kemenristekdikti saat itu Rp 7 triliun, sedangkan di PTKL Rp 32 triliun.

Ia mengingatkan kurangnya dukungan anggaran pendidikan tinggi berdampak pada capaian pembelajaran hingga gejolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Biaya Kuliah Tunggal (BKT).

"Indonesia sangat rendah semua karena kemampuan (membayar) dan semuanya yang tidak memungkinkan laboratorium dan sebagainya, ini sangat berbeda sekali. Ini yang menjadi permasalahan yang harus kita hadapi, mungkin di dalam masalah bagaimana penganggaran yang ada itu harus kita lihat," ucapnya.

Soal anggaran untuk sekolah kedinasan, Muhadjir mengatakan penerapan peraturan perundang-undangan belum ditegakkan. Ia mencontohkan, biaya sekolah kedinasan jalur pendidikan formal tidak boleh masuk ke dalam 20% APBN yang dialokasikan ke sektor pendidikan, tetapi masuk ke anggaran K/L penyelenggaranya, sebagaimana diatur dalam PP No 18 Tahun 2022 dan PP No 57 Tahun 2022.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan alokasi anggaran pendidikan semestinya melibatkan kementerian yang membidangi pendidikan. Namun, amanat PP No 18 Tahun 2022 tersebut tidak berjalan.

"(Akibat tidak dijalankan) sehingga Kemendikbud tidak pernah tahu apa yag diputuskan dalam anggaran fungsi pendidikan. Tentunya ini fungsi pemerintah, saya menitipkan pada Pak Muhadjir untuk mendorong agar PP ini (dijalankan) karena 16 Agustus adalah pengumuman RAPBN 2025," ucapnya.

Kewenangan Kementerian Pendidikan

Bicara anggaran fungsi pendidikan 2025, Ketua Komisi X DPR RI menyebut akan nomenklatur baru di Kementerian Sosial yang dibebankan ke anggaran fungsi pendidikan dengan kebutuhan sekitar Rp 12 triliun. Sedangkan, rencana pagu indikatif 2025 untuk Kemendikbudristek turun dari Rp 98 triliun menjadi Rp 83 triliun.

"Tidak ada kenaikan nanti, bahkan penurunan. Di saat yang sama, muncul nomenklatur baru di dalam Kementerian Sosial yang itu dimasukkan juga dalam (anggaran) komponen pendidikan, Rp 11-12 triliun. Mungkin kita bisa tebak itu kira-kira untuk apa," kata Huda.

Ia mengatakan penting untuk melaksanakan mandat PP No 18 Tahun 2022, yakni Kemendikbudristek diberi kewenangan mengorkestrasi semua kewenangan pendidikan. Langkah ini menurutnya bantu mengurai masalah pendidikan.

"Kalau tahun depan Kemendikbud dapat mengelola anggaran pendidikan (misal) dari Rp 700 triliun itu (dapat) Rp 200 triliun saja, saya kira kita bisa menyicil isu-isu pokok pendidikan yang puluhan tahun enggak bisa kita tuntaskan: soal akses, soal kualitas, soal mutu, soal prasarana, dan relevansi," kata Huda.

Soal UKT, Wacana Pinjol, dan Biaya Wisuda Naik

Muhadjir mengatakan jika harus ada kenaikan UKT, semestinya diberikan kepada mahasiswa baru saja. Ia mengatakan skema bantuan pendidikan hingga pinjol juga perlu didukung aasalkan resmi dan bisa dipertanggungjawabkan.

"Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung, termasuk pinjol, asal itu resmi dan bisa dipertanggungjawabkan, transparan, dan tidak merugikan mahasiswa. Kan pinjol ini sebetulnya sistemnya aja, kemudian terjadi fraud, penyalahgunaannya, itu (soal) orangnya," ucapnya.

Sementara itu, ia menyebut perguruan tinggi juga perlu mencari alternatif pemasukan agar tidak menimbulkan kenaikan UKT yang tinggi. Alternatif lainnya, perguruan tinggi, khususnya swasta, menaikkan biaya wisuda.

"Bahkan sebetulnya untuk swasta biasanya itu momen-momen untuk bisa mengenai biaya tinggi, misalnya, wisuda itu tarik yang tinggi karena nggak ada orang akan protes walaupun mahal. Karena waktu saat gembira anaknya mau wisuda bayar berapa pun dikasih. Kalau perlu biar satu truk keluarganya akan datang nggak apa-apa tapi harus beli undangan," kata Muhadjir.

Dede Yusuf menilai ucapan Muhadjir, khususnya soal biaya wisuda naik, hanya candaan. Ia mengatakan, Muhadjir sendiri mengusulkan tambahan bantuan operasional agar UKT tidak terlalu tinggi.

"Sebetulnya itu lebih bercanda. Nilai substansialnya sebetulnya lebih banyak di dalam rapat tadi tentang bagaimana menekan biaya kuliah," ucapnya.




(twu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads