Ajaib! Perusahaan Jepang Bakal Membuat Lift Luar Angkasa pada Tahun 2050

ADVERTISEMENT

Ajaib! Perusahaan Jepang Bakal Membuat Lift Luar Angkasa pada Tahun 2050

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Minggu, 16 Jun 2024 20:00 WIB
Gambar konsep elevator atau lift luar angkasa buatan Jepang
Foto: Doc. Obayashi Corporation via Science Alert/Gambar konsep elevator atau lift luar angkasa buatan Jepang
Jakarta -

Selama ini kendaraan untuk mencapai Mars adalah dengan roket. Ini membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 6-8 bulan. Namun, para ilmuwan mencoba rencana lain untuk ke luar angkasa tanpa roket. Bagaimana caranya?

Sebuah perusahaan Obayashi Corporation di Jepang berencana membangun hal 'ajaib' untuk pergi ke luar angkasa yakni dengan lift ruang angkasa. Alih-alih roket, lift luar angkasa dikatakan sebagai jalan pintas yang dapat membawa manusia dalam waktu 3-4 bulan atau bahkan dalam waktu 40 hari.

Konsep lift ruang angkasa sebenarnya bukanlah hal baru, tetapi merekayasa struktur seperti itu dikatakan banyak ilmuwan tidak mudah dan masih banyak masalah teknologi yang menjadi penghambatnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perencanaan Lift Luar Angkasa Tahun 2050

Obayashi Corporation merupakan perusahaan yang cukup terkenal karena berhasil membangun menara tertinggi di dunia yaitu Tokyo Skytree. Perusahaan ini kemudian mengumumkan pada 2012, bahwa mereka akan mencapai ketinggian yang lebih tinggi dengan lift luar angkasa buatan sendiri.

Dalam laporannya tahun 2012, Obayashi Corporation menyampaikan akan memulai pembangunan proyek senilai USD 100 miliar tersebut pada 2050.

ADVERTISEMENT

Penulis laporan dan bagian departemen penciptaan teknologi masa depan perusahaan, Yoji Ishikawa, melihat kemajuan proyek ini menjelang tahun 2025.

Sebelumnya, Ishikawa mengatakan bahwa perusahaannya kemungkinan tidak akan memulai konstruksi tahun depan. Namun, kini perusahaan tersebut tergabung dalam penelitian dan pengembangan, desain kasar, pembangunan kemitraan dan promosi.

Di sisi lain, sejumlah orang masih meragukan struktur seperti itu dapat terjadi. Christian Johnson, penerbit laporan tentang lift ruang angkasa 2023 di Journal of Science Policy & Governance, bahkan berpendapat bahwa itu ide yang aneh.

"Meski aneh, ada beberapa orang yang merupakan ilmuwan sejati yang benar-benar menyetujui ini dan ingin mewujudkannya," ujarnya dikutip dari Science Alert.

Lift Luar Angkasa Lebih Hemat Biaya

Biaya meluncurkan roket dan manusia sangat mahal. NASA memperkirakan 4 misi Artemis ke Bulan akan menghabiskan biaya sebesar USD 4,1 miliar per peluncuran.

Obayashi Corporation dalam laporannya, menuliskan bahwa lift luar angkasa ini dapat membantu menurunkan biaya pemindahan barang ke luar angkasa menjadi USD 57 per pon (setengah kg).

Terdapat kebutuhan berupa bahan bakar yang banyak untuk menuju luar angkasa. Bahan bakarnya cukup berat, sehingga menambah jumlah bahan bakar yang diperlukan.

Oleh karena itu, lift ini menjadi solusi karena tidak memerlukan roket ataupun bahan bakar. Lift ini cukup menggunakan tenaga dari jarak jauh, seperti tenaga surya atau gelombang mikro yang tidak memerlukan bahan bakar seperti pada pesawat.

Menurut beberapa desain, lift ini akan mengangkut kargo ke orbit dengan kendaraan elektromagnetik.

Pemindahan barang ke luar angkasa menggunakan lift ini dapat turun hingga USD 57 per pon. Perkiraan lainnya secara umum menyebutkan harganya sekitar USD 277 per pon.

Bahkan harga yang dipatok Falcon 9 milik SpaceX sekitar USD 1.227 per pon. Falcon 9 itu adalah roket yang lebih murah untuk diluncurkan, tetapi masih lima kali lebih mahal dari perkiraan biaya yang lebih tinggi untuk lift luar angkasa.

Lift Luar Angkasa Bebas Emisi

Selain hemat biaya, penciptaan lift luar angkasa ini tidak menimbulkan bahaya ledakan roket dan merupakan kendaraan tanpa emisi.

Dengan kecepatan yang relatif santai, yaitu 199,5 km per jam, Obayashi Corporation akan bergerak lebih lambat dibandingkan roket. Dengan getaran yang lebih sedikit, lift luar angkasa justru baik untuk peralatan yang sensitif.

Keuntungan-keuntungan tersebut dapat dicapai, tetapi tak terlepas dari hambatan besarnya, yaitu bahan pembuat tambatan atau tabungnya dan materinya.

Untuk menahan tegangan luar biasa yang ditimbulkan, tabung tersebut harus sangat tebal seperti baja, tetapi juga lebih banyak baja daripada yang ada di Bumi.

Ishikawa dalam laporannya menyarankan penggunaan tabung nano karbon nanotube, yaitu lapisan grafit yang digulung. Bahan tersebut jauh lebih ringan dan berpotensi kecil untuk patah jika terkena tekanan.

Namun, tetap saja, ia juga mengatakan hal tersebut ada batasannya.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads