Aksara Jawa merupakan aksara yang digunakan oleh masyarakat Jawa pada zaman dahulu dalam mengembangkan tradisi tulis. Menurut catatan sejarah, masyarakat Jawa telah memiliki tradisi tulis sejak tahun 700 Masehi.
Aksara Jawa terbagi dalam beberapa jenis, ada yang sudah mendapatkan imbuhan dan ada yang belum. Hal tersebut mempengaruhi dalam penulisan dan pelafalannya.
Lantas, apa saja jenis-jenis aksara Jawa? Lalu bagaimana cara penulisannya? Simak pembahasannya dalam artikel ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenal Aksara Jawa
Mengutip e-jurnal milik Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta, aksara Jawa terdiri dari 20 aksara yaitu ha-na-ca-ra-ka da-ta-sa-wa-la pa-dha-ja-ya-nya ma-ga-ba-tha-nga.
Aksara itu disebut sebagai aksara Nglegana atau 'telanjang' karena tidak memiliki Sandhangan atau yang membuatnya bisa memiliki bunyi vokal lain.
Agar aksara Jawa mempunyai bunyi dengan vokal lain, maka dibutuhkan semacam simbol tambahan yang disebut Sandhangan. Perlu diketahui aksara Jawa memiliki sistem silabis, jadi untuk aksara mati perlu ditambahkan semacam simbol lain atau Sandhangan.
Jenis-jenis Aksara Jawa
Aksara Jawa terus mengalami penyusunan baru berdasarkan tata eja Sriwedari atau Weton Sriwedari. Mengutip e-jurnal berjudul Pengenalan Aksara Jawa oleh Setya Amrih Prasaja, berikut jenis-jenis aksara Jawa:
1. Aksara Murda
![]() |
Aksara Murda adalah aksara yang dikategorikan sebagai aksara tua. Dahulu, aksara ini digunakan untuk menulis bunyi aksara Jawa Kuna, terutama yang diadopsi langsung dari sumber bahasanya, yakni Sansekerta.
Aksara Murda terdiri dari delapan huruf. Aksara Murda digunakan sebagai bentuk kapital dan huruf Jawa. Fungsi aksara ini adalah untuk menulis nama orang, nama negara, atau sesuatu yang dihormati.
![]() |
Aksara Murda memiliki pasangan yang fungsinya untuk menggantikan aksara tersebut jika di belakang aksara bersifat Sigeg (konsonan).
2. Aksara Swara
![]() |
Pada awalnya, aksara Swara hadir sebagai pelengkap aksara Jawa dalam penulisan kata atau kata pinjaman Jawa Kuna dari kosakata bahasa Sansekerta. Fungsi aksara ini hampir sama dengan keberadaan aksara Murda.
Dalam perkembangannya, aksara Swara digunakan sebagai pelengkap untuk menulis kata-kata pinjaman dari bahasa asing lainnya, seperti bahasa Inggris.
Aksara Swara tidak memiliki pasangan, namun tetap bisa mendapatkan Sandhangan utamanya, yakni Sandhangan Sigeg. Jumlah aksara Swara sendiri ada lima huruf, yang dalam tulisan latin disebut A, I, U, E, O.
3. Aksara Wyanjana
![]() |
![]() |
Jenis aksara ini dikenal sebagai aksara Jawa atau nglegana yang terdiri dari 20 aksara huruf. Aksara Wyanjana terdiri atas bentuk suku kata terbuka yang dalam istilah Jawa disebut aksara Wuda (telanjang). Soalnya, aksara ini belum mendapatkan imbuhan atau sandhangan.
![]() |
Aksara Wyanja juga memiliki pasangan yang fungsinya untuk menggantikan aksara tersebut jika di belakang aksara bersifat sigeg (konsonan).
4. Aksara Rekan
![]() |
Aksara Rekan adalah aksara yang ditambahkan ke dalam susunan aksara Jawa. Fungsi aksara ini untuk menuliskan ejaan huruf yang umumnya diadopsi dari kosakata bahasa Arab.
Menariknya, jumlah aksara Rekan tidak dibatasi. Namun, hal itu tergantung dari ketersediaan aksara tersebut, apakah sudah cukup memadai atau belum untuk menulis kosakata asing. Jadi, aksara Rekan bisa bertambah sesuai kebutuhan.
![]() |
Aksara Rekan mempunyai pasangan yang fungsinya untuk menggantikan aksara tersebut jika di belakang aksara bersifat sigeg (konsonan).
5. Angka
![]() |
Selain huruf, aksara Jawa juga mengenal penulisan angka yang ditulis dari 1 sampai 10.
6. Sandhangan
Sandhangan merupakan simbol yang melengkapi dalam aksara Jawa. Sandhangan berfungsi untuk merubah bunyi aksara-aksara yang masih terbaca (Nglegena). Sebagai informasi, Sandhangan terbagi menjadi tiga, yaitu Sandhangan Swara, Sigeg, dan Anuswara.
7. Adeg-adeg
Adeg-adeg atau tanda baca merupakan pelengkap aksara Jawa yang terdiri dari simbol-simbol. Adeg-adeg punya fungsi yang sama seperti tanda baca dalam sistem alphabet.
Contoh Penulisan Aksara Jawa
![]() |
Mungkin detikers akan sedikit kesulitan dalam mempelajari aksara Jawa untuk yang pertama kalinya. Oleh sebab itu, ketepatan dalam menulis dan menempatkan aksara pasangan sangat penting dalam belajar aksara Jawa.
Seperti contoh di atas, misalnya tulisan 'Kraton Jogjakarta' apabila ditulis tanpa menggunakan pasangan akan berbunyi 'Katonagakarta'. Lalu di baris kedua tulisan 'Usamah bin Ladhen' jika ditulis tanpa menggunakan pasangan aksara akan berbunyi 'Usamah Binadhena'.
Selanjutnya di baris ketiga, tulisan 'Kitab Negara Kertagama' kalau ditulis tanpa pasangan akan berbunyi 'Kitabegarakertagama'. Di baris keempat 'Universitas Brawijaya' jika tanpa pasangan akan berbunyi 'Uninversitaswijaya', kemudian di baris kelima 'Ubet Kurniawan' jika tidak ada pasangannya akan berbunyi 'Ubetaniyawana'.
Demikian penjelasan mengenai aksara Jawa beserta jenis-jenis dan contohnya. Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan detikers.
(ilf/fds)