Pluto dulunya dikenal sebagai planet ke-9 di tata surya. Namun, sejak 2006 Pluto tak lagi disebut sebagai planet karena tidak memenuhi syarat menjadi planet.
Pluto sudah tidak lagi digolongkan menjadi sebuah planet akibat perubahan pada definisi dari sebuah planet. Dalam hal ini, Pluto tidak memenuhi definisi dari planet yang didasarkan pada perubahan tersebut.
Meski begitu, Pluto tetap menjadi objek eksplorasi ilmuwan. Hal ini karena Pluto memiliki ciri khas tersendiri dan yang terkenal adalah 'jantungnya', yaitu area berbentuk hati yang berwarna lebih terang atau yang disebut sebagai Tombaugh Regio.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, asal mula jantung Pluto tersebut masih menjadi misteri terdalam planet katai. Hal ini yang membuat ilmuwan mencari tahu bagaimana itu bisa terjadi.
Skenario Terbentuknya 'Jantung' Pluto dari Tabrakan
Para astronom dari University of Bern di Swiss dan University of Arizona menemukan serangkaian simulasi yang paling mungkin terjadi terbentuknya jantung Pluto, yaitu tabrakan purba dengan benda planet yang lebarnya kurang lebih 400 mil atau sekitar 644 km. Tabrakan ini disebut percikan.
Studi yang terbit di Nature Astronomy, ini berfokus pada bagian barat jantung, tepatnya wilayah berbentuk tetesan air mata selebar sekitar 1.609,34 km yang disebut Sputnik Planitia. Wilayah tersebut mengandung berbagai macam es dan memiliki ketinggian sekitar 4 km lebih rendah dibanding wilayah lain Pluto.
"Di samping itu, sebagian besar permukaan Pluto terdiri atas es metana dan turunannya, yang menutupi kerak es air, Planitia didominasi oleh lapisan es nitrogen yang diduga terbentuk dengan cepat setelah tabrakan karena ketinggian yang lebih rendah," ungkap penulis utama studi, Harry Ballantyne, dikutip dari Science Alert.
Balantyne dan rekan-rekannya menjalankan berbagai macam simulasi komputer untuk mengetahui dampak lawas tersebut. Simulasi tersebut mencerminkan berbagai ukuran dan komposisi benda yang terkena dampak, pada kecepatan dan sudut pendekatan yang berbeda.
Struktur yang paling tepat untuk Sputnik Planitia adalah objek selebar 643,7 km, terdiri dari 15% batuan, meluncur dengan sudut 30 derajat dan menghantam Pluto dengan kecepatan yang relatif rendah.
Berdasarkan parameter tersebut, objek tersebut akan menembus permukaan Pluto dengan percikan. Bentuk yang dihasilkan tidak akan terlihat seperti kawah tumbukan pada umumnya, melainkan, akan tampak seperti tetesan air mata yang terang dan sedingin es.
Jantung Pluto atau Sputnik Planitia ini akan terlihat memiliki inti batu dari tubuh yang terkena dampak mendarat di ekor tetesan air mata tersebut. Inti Pluto sangat dingin sehingga batuannya tetap keras dan tidak meleleh meskipun terkena panas.
"Inti penabrak pun tidak tenggelam ke dalam inti Pluto, tetapi tetap utuh sebagai percikan di atasnya," jelas Ballantyne.
Astronom dari University of Arizona, Adeene Denton, salah satu peneliti studi tersebut mengatakan bahwa pembentukan jantung Pluto memberikan jendela penting menuju periode paling awal dalam sejarah Pluto.
Denton menjelaskan, "Dengan memperluas penelitian kami untuk mencakup skenario pembentukan yang lebih unik, kami telah mempelajari beberapa kemungkinan baru bagi evolusi Pluto."
Skenario serupa bisa diimplementasikan pada objek lain di Sabuk Kuiper, cincin dunia es di tepi tata surya kita.
Skenario Terbentuknya 'Jantung' Pluto dari Lautan Dalam
Sebelumnya, skenario mengenai asal usul Sputnik Planitia mengandalkan keberadaan lautan dalam di bawah permukaan Pluto untuk menjelaskan alasan wilayah tumbukan tidak bergerak menuju kutub terdekat Pluto dari waktu ke waktu.
Di balik penelitian terbaru, para peneliti menemukan skenario yang cocok adalah lautan dengan kedalaman kurang dari 48 km.
Mereka menjelaskan bahwa jika pengaruh amonia dapat diabaikan, maka kemungkinan Pluto tidak memiliki lautan bawah permukaan sama sekali.
(faz/faz)