10 Fakta tentang Dejavu dan Penyebabnya

ADVERTISEMENT

10 Fakta tentang Dejavu dan Penyebabnya

Fathia Ariana Salima - detikEdu
Selasa, 30 Apr 2024 07:00 WIB
A billboard in a field with the words dejavu printed in large letters
Ilustrasi dejavu. Foto: Getty Images/iStockphoto/icimage
Jakarta -

Apakah kamu pernah merasa familiar dengan suatu situasi padahal belum pernah mengalaminya sebelumnya? Jika pernah, maka fenomena tersebut dikenal dengan istilah dejavu.

Dejavu merupakan kondisi umum yang dapat dialami siapa saja, khususnya oleh seseorang dalam rentang umur 15-25 tahun. Bahkan, 60-80% populasi orang di dunia pernah mengalaminya.

Definisi Dejavu

Dikutip dari laman Verywellmind, istilah dejavu berasal dari bahasa Perancis yang jika diterjemahkan secara harfiah berarti "pernah melihat". Berdasarkan arti istilah tersebut, dejavu adalah perasaan tidak biasa saat seseorang merasa sudah pernah "melihat" atau mengalami kejadian yang sedang dilalui.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terminologi dejavu pertama kali digunakan pada tahun 1890 oleh seorang filsuf Perancis bernama Emile Boirac. Sedangkan di dunia ilmiah, frasa dejavu baru digunakan pada pertemuan Societe Medico-Psychologique oleh ahli saraf, F.L Arnaud.

10 Fakta tentang Dejavu

Dikutip dari laman Psychology Today, berikut terdapat 10 fakta terkait fenomena dejavu:

ADVERTISEMENT
  1. Dejavu kerap muncul ketika individu sedang dalam kondisi stress atau kelelahan.
  2. Intensitas munculnya dejavu akan menurun seiring bertambahnya usia.
  3. Baik pria atau wanita bisa mengalami dejavu.
  4. Rata-rata orang mengalami dejavu setidaknya 1 kali dalam setahun.
  5. Dejavu dapat dipicu oleh sengatan listrik pada bagian korteks dan struktur otak yang lebih dalam.
  6. Orang dengan status sosial dan pendidikan yang tinggi lebih besar kemungkinan untuk mengalami dejavu.
  7. Orang yang sering berpergian atau travelling cenderung lebih sering merasakan dejavu.
  8. Kebalikan dari dejavu adalah jamais vu yang berarti "tidak pernah melihat". Fenomena jamais vu lebih jarang terjadi dibandingkan dejavu.
  9. Sebagian orang yang mengalami dejavu merasa bahwa mereka pernah memimpikan hal yang serupa.
  10. Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dejavu adalah teori split-perception. Artinya, ketika otak sedang terdistraksi, maka fokus atau perhatian pun akan terpecah menjadi dua persepsi yang berbeda.

4 Penyebab Dejavu Menurut Perspektif Psikologi

Saat ini terdapat 4 faktor penyebab fenomena dejavu menurut pandangan psikologi yaitu:

1. Fokus Otak

Dejavu bisa terjadi ketika fokus otak individu terpecah, sehingga tidak dapat sepenuhnya fokus dalam melakukan suatu aktivitas. Contohnya, ketika kita akan membuka pintu dan mendengar ada suara bising di luar rumah, maka otak kita cenderung akan lebih fokus pada suara bising tersebut dan tidak terlalu memperhatikan kegiatan membuka pintu yang akan dilakukan sebelumnya.

2. Ingatan atau Memori

Terkadang ketika mengalami suatu pengalaman baru, seseorang mungkin akan merasa pernah melihat atau melakukan hal tersebut sebelumnya, padahal nyatanya tidak. Hal ini kemungkinan disebabkan karena otak kita pernah menyerap informasi serupa mengenai kejadian atau pengalaman tersebut. Sehingga, membuat kita merasa sudah familiar dengan situasi itu.

3. Proses Kognitif yang Tidak Sinkron

Berikutnya, dejavu bisa terjadi akibat proses kognitif yang berjalan secara tidak sinkron selama beberapa saat. Sebagai contoh, kita mungkin dapat mengenali suatu objek atau keadaan sebelum otak kita sempat mengingat sepenuhnya mengenai hal tersebut.

4. Masalah Pada Sistem Saraf

Secara neurologi, dejavu dapat disebabkan oleh adanya kejang kecil yang terjadi di bagian lobus temporal otak. Kondisi ini membuat proses otak dalam mencerna sinyal dari panca indera menjadi tertunda.

Fakta atau pengalaman terkait dejavu bisa berbeda-beda pada tiap orang. Patut diingat, fenomena dejavu tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena tidak berdampak serius.

Namun jika pengalaman dejavu terus berulang hingga mengganggu produktivitas sehari-hari, tak ada salahnya segera berkonsultasi pada tenaga kesehatan. Hasil diagnosa dan penanganan secepatnya sebelum terjadi dampak serius.




(row/row)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads