Hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri identik dengan pulang kampung. Para perantau baik itu pelajar maupun pekerja akan kembali ke kampung halaman.
Membicarakan soal merantau, berkelana, atau sebutan lainnya, dalam naskah kuno juga telah disebutkan mengenai hal ini. Naskah Bab Lelana menjelaskan keutamaan dari berkelana.
Merantau dalam Naskah Kuno
Pada naskah Bab Lelana, dalam buku Sewu Satunggaling Dalu, dijelaskan dengan lelana atau berkelana, seseorang dapat memahami makna hidup. Hal ini terkandung melalui beberapa perumpamaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dikutip dari tulisan Erma yang diunggah dalam media sosial resmi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI, buku tersebut di antaranya menyebutkan:
- "Padha lalunganna/mengko kowe bakal ketemu ing mitra/minongka lirune kang kotinggal/sayahna awakmu/jalaran saka ngrasah sayah/kowe bisa weruh tegese urip//"
Arti dari kutipan di atas adalah, "Bepergianlah, nanti kamu akan bertemu dengan teman, sebagai pengganti yang kamu tinggalkan. Lelahkan badanmu sebab dengan merasakan lelah kamu bisa tahu makna hidup."
- "Aku weruh/banyu kang mandheg iku dadi buthek/dene banyu kang mili iku dadi wening//"
Arti kutipan ini adalah, "Aku melihat, air yang diam itu menjadi keruh, sedangkan air yang mengalir itu menjadi jernih."
- "Manawa rembulan kang ora surup/manungsa ora gelem angarep-arep muncule rembulan maneh//"
Artinya, "Jika Bulan purnama tidak terbenam, manusia tidak lagi berharap munculnya bulan."
- "Yen sawijining singa barong ora metu saka guwane/bakal ora bisa oleh memangsan//"
Arti kutipan ini adalah, "Jika seekor singa barong tidak keluar dari gua, tidak akan bisa memperoleh buruan."
- "Yen jemparing ora linepasake saka ing gandhewane/ora bisa angenani (mencok) marang apa kang tinuju//"
Artinya, "Jika anak panas tidak dilepaskan dari busurnya, tidak akan bisa mengenai (tertancap) pada apa yang dituju."
- "Emas kang ana ing lemah/dianggep lumpur/lan kayu garu kang tetep ana ing panggonan padunungane/tumrape ing panganggep ora kurang ora luwih padha karo kayu obong lumrah bae//Ananging yen barang rong warna iki (emas lan kayu garu) dirawati/diupakara/diopeni/ing kono lagi katon pengajine//"
Arti tulisan di atas adalah, "Emas yang ada di tanah dianggap lumpur dan kayu gaharu yang tetap ada di tempatnya akan dianggap tidak kurang (dan) tidak lebih, sama seperti kayu bakar pada umumnya. Namun, jika kedua barang tersebut (emas dan kayu garu) dirawat, dijaga, dipelihara (dengan baik), disitulah akan terlihat nilainya."
(nah/nwy)