Unjung-Unjung: Tradisi Saling Berkunjung di Hari Raya Idul Fitri

ADVERTISEMENT

Unjung-Unjung: Tradisi Saling Berkunjung di Hari Raya Idul Fitri

Callan Rahmadyvi Triyunanto - detikEdu
Jumat, 12 Apr 2024 10:00 WIB
unjung-unjung tape ketan
Foto: Muhajir Arifin
Jakarta -

Detikers, dalam rangkaian Hari Raya Idul Fitri, ada satu tradisi yang sudah menjadi agenda wajib bagi umat Muslim di Indonesia, yakni "unjung-unjung" atau saling mengunjungi sanak saudara, tetangga, maupun kerabat. Nah, sudahkah kamu siap untuk unjung-unjung tahun ini? Yuk, kita kupas lebih dalam mengenai tradisi unjung-unjung yang khas Indonesia ini!

Apa Itu Unjung-unjung?

Menurut artikel "Unjung-unjung" yang ditulis Ketua STAI Miftahul Ulum Lumajang Mochammad Hisan, 'unjung' adalah bahasa Jawa diambil dari kata kunjung. Unjung, dalam kebiasaan masyarakat Jawa, menggambarkan berkunjungnya satu dua orang lebih ke rumah yang lain untuk saling bermaaf-maafan secara lahir dan batin, demikian dilansir dari laman STAIM Lumajang.

Dilansir dari situs Kabupaten Gunung Kidul, tradisi unjung-unjung ini disebut 'ujung', silaturahmi dengan cara berkunjung ke rumah-rumah saudara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip buku "Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Nusantara" karya Alfathri Adlin, tradisi unjung-unjung berakar dari ajaran Islam untuk saling bersilaturahmi yang bermakna menyambung atau mempererat tali persaudaraan, baik dengan keluarga, tetangga, maupun sesama Muslim. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahmi."

Praktik Unjung-unjung dan Manfaatnya

Sesuai dengan asal katanya, tradisi 'unjung-unjung' ini biasanya dilakukan masyarakat Muslim di Jawa hingga Madura.

ADVERTISEMENT

Seperti artikel "Belajar Toleransi dari Tradisi Unjung-Unjung Saat Lebaran" ditulis Deddy Sinaga dilansir CNN Indonesia, salah satu pelajaran berharga yang didapat melalui tradisi unjung-unjung di Jawa Timur adalah toleransi. Ketika hari itu tiba, antar tetangga, baik Muslim-nonmuslim pasti melakukannya. Mulai dari yang ada di kawasan perumahan hingga yang tinggal di gang-gang padat penduduk tak ada yang melewatkan.

Sedangkan Ketua STAI Miftahul Ulum Lumajang Mochammad Hisan menuliskan dalam artikelnya "Unjung-unjung" dalam 'unjung' biasanya dimulai dari yang muda ke yang lebih tua usianya, anak ke orang tua, keponakan ke pakde (bapak gede, kakak laki-laki dari orang tua-red) , adik ke kakak dan seterusnya. Dalam unjung-unjung ini, para pihak yang saling berkunjung saling mengutarakan kesalahan dan meminta maaf, tak jarang sambil menikmati kudapan yang disiapkan tuan rumah. Begitu terus hingga pindah berkunjung ke rumah berikutnya.

Manfaat tradisi unjung-unjung ini juga diungkapkan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB Unair) Puji Karyanto SS,MHum.

"Kita tahu salah satu konsep kekerabatan yang ada di Nusantara itu kan, rasa guyub, dan halalbihalal itu sebenarnya merupakan ekspresi rasa keguyuban antar kerabat yang bertemu saat momentum lebaran," tutur Puji dilansir dalam laman Unair.

Manfaat unjung-unjung ini, lanjut Puji, yaitu untuk berkumpul dengan keluarga, mengunjungi kerabat, dan untuk mengenal sanak saudara. Hal itu, lanjutnya, memiliki banyak makna misalnya untuk menghindari perkawinan antar kerabat yang masih terlalu dekat.

"Awalnya sebenarnya kan unjung-unjung itu bukan sekadar saling sapa tetapi juga kalau orang Jawa mengatakan ngambah bature," tuturnya.

Tradisi Unjung-unjung Makin Pudar?

Namun, tradisi unjung-unjung ini dinilai makin pudar seiring perkembangan zaman dan teknologi. Dilansir dari situs Kabupaten Gunung Kidul, setelah berkembangnya teknologi informasi dan meningkatnya sarana transportasi cenderung melunturkan tradisi ujung tersebut. Masyarakat cenderung malas keluar rumah berkumpul dan berinteraksi sosial dengan masyarakat. Kebanyakan justru malah asyik dengan smartphone atau menghabiskan waktu di rumah saja.

Sedangkan dosen FIB Unair, Puji Karyanto menyayangkan bahwa tradisi unjung-unjung kini mengalami pergeseran makna. Hal ini karena unjung-unjung yang tadinya sebagai tradisi keluarga diadopsi oleh berbagai instansi pemerintah-swasta menjadin halalbihalal.

Pergerseran maknanya, kini cenderung dimaknai dengan berkumpulnya banyak orang di sebuah tempat untuk saling bermaaf-maafan.

"Jangan-jangan itu akan berhenti di salam-salaman saja tapi sebenarnya siapa yang salaman juga tidak kenal, karena sangat berbeda jika berkunjung ke rumah, silaturahmi, dengan keluarga terbatas," kritiknya.

Solusi yang ditawarkan Puji agar tradisi unjung-unjung ini tetap lestari: tidak membuat acara keluarga yang terlalu besar. Hal ini bertujuan agar acara lebih intim, sehingga siapapun yang hadir bisa membangun hubungan baik dan berkomunikasi antarkeluarga.

"Jadi kalau terlalu besar situasinya, terlalu banyak mereka-mereka yang harus bertemu, ya itu yang terjadi pasti semiotika nama, semiotika wajah orang yang bersalaman sudah tidak tahu," papar dia.




(nwk/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads