Para peneliti dari Universitas Zurich, Lausanne, dan Konstanz mendapati kompetisi kelompok sekaligus interaksi berulang efektif mendorong manusia mau bekerja sama. Temuan ini menampik teori sebelumnya untuk memakai salah satunya saja untuk memicu perilaku kooperatif.
Teori sebelumnya menyatakan interaksi berulang mendorong terjadinya kemauan bekerja sama. Manusia belajar bahwa perilaku kooperatif akan bermanfaat dalam jangka panjang. Sedangkan orang yang berperilaku antisosial mengalami kerusakan reputasi dan mendapat sanksi dari orang lain. Ini artinya, berperilaku tidak kooperatif akan berdampak tidak baik dalam jangka panjang, dikutip dari Phys.org.
Hasil penelitian Charles Efferson dan rekan-rekan menunjukkan, kompetisi dengan kelompok lain juga menguatkan kerja sama di dalam satu kelompok. Di sisi lain, kompetisi ini juga mendorong perilaku tidak kooperatif dengan kelompok lain. Ini artinya, orang yang sudah berinteraksi berulang kali cenderung bekerja sama, khususnya saat ada persaingan dengan kelompok lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eksperimen di Papua Nugini
Kesimpulan peneliti berangkat dari percobaan di Papua Nugini. Para ahli ekonomi perilaku mengajak kelompok-kelompok masyarakat adat bermain permainan "tukar uang", semacam permainan rasa percaya.
Tiap partisipan dipasangkan dengan orang lain anonim, bisa dari kelompoknya sendiri, bisa dari kelompok luar. Rupanya, partisipan bersedia menukar sejumlah besar uang saat berpasangan dengan anggota anonim di komunitasnya sendiri. Namun, besarnya turun drastis saat ia dipasangkan dengan anggota kelompok lain.
Kenapa Interaksi Saja Tidak Cukup?
Para peneliti menemukan bahwa teori interaksi berulang yang ada saat ini tidak dapat sepenuhnya menjelaskan evolusi kerjasama manusia. Sebab, manusia punya kecenderungan untuk berkontribusi lebih sedikit dari rekannya demi mendapatkan keuntungan pribadi. Ujung-ujungnya, kerja sama bisa rusak.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perlu ada batasan yang jelas soal sejauh apa seseorang bisa mengurangi porsi kerja samanya. Batasan ini bisa bantu kerja sama tetap terjaga.
Di sisi lain, peneliti mendapati perpindahan individu yang kooperatif dan nonkooperatif antarkelompok melemahkan kelompok yang kooperatif. Persaingan kelompok-kelompok yang mau bekerja sama juga justru melemahkan kerja sama di masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, perlu terjadi sinergi antara interaksi berulang kali sekaligus kompetisi untuk mendukung terjadinya kerja sama yang kuat.
(twu/twu)