Soal Perempuan RI yang Kuliah & Kerja, Sekjen Kemdikbud: Sistem Harus Mendukung

ADVERTISEMENT

Soal Perempuan RI yang Kuliah & Kerja, Sekjen Kemdikbud: Sistem Harus Mendukung

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 20 Feb 2024 21:00 WIB
Koneksi Connect 2
Perempuan yang sekolah hingga merampungkan kuliah dan bekerja berkontribusi pada perekonomian negara. Sekjen Kemendikbudristek Suharti menegaskan sistem harus mendukung. Foto: Australian Embassy Jakarta
Jakarta -

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Suharti mengatakan partisipasi pendidikan tinggi perempuan RI kian meningkat. Namun khusus di bidang teknik, hanya sepertiga mahasiswa perempuan yang menggelutinya, sisanya masih mahasiswa laki-laki.

Ia merinci, 420.154 mahasiswa perempuan tengah kuliah di bidang teknik. Sementara mahasiswa laki-laki di bidang yang sama, berjumlah 1.233.270 orang.

"Jika kita kulik lebih dalam, sebetulnya partisipasi mahasiswa perempuan di bidang soft engineering cukup tinggi. Namun, di bidang hard engineering seperti teknik sipil, electrical engineering, mahasiswa laki-laki masih lebih banyak dari mahasiswa perempuan," paparnya dalam perayaan International Day of Women in STEM di Koneksi Connect#2, Breaking Barriers: Women Leadership in Science and Research di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Selasa (20/2/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengajar laki-laki juga lebih banyak daripada pengajar perempuan, bahkan di bidang ilmu sosial," imbuh Australia National University (ANU)'s Alumni of the Year 2023 tersebut.

Tenaga Kerja Perempuan Tingkatkan Ekonomi Negara

Suharti mengatakan, kerja sama RI dan Australia, salah satunya lewat kemitraan pengetahuan dan inovasi Koneksi, diharapkan membantu Indonesia belajar dari pengalaman Australia dalam memastikan peningkatan partisipasi perempuan dalam berkuliah serta bekerja di bidang STEM.

ADVERTISEMENT

Ia menjabarkan, berdasarkan data Labor Force Survey (LFS) Februari 2023, kesenjangan perempuan dan laki-laki lulusan pendidikan tinggi vokasi (D1-S2 Terapan) berakhir setelah 20 tahun terakhir.

Namun, masih ada kesenjangan di jenjang penddikan tinggi akademik (S1-S3) maupun pendidikan menengah (SMA/SMK/MAK).

Mengutip CEO of Science in Australian Gender Equity (SAGE), Suharti mencontohkan, peluang perempuan kuliah dan kerja di STEM juga dapat didorong lewat praktik di Australia berupa manajemen kerja fleksibel untuk perempuan dan waktu kerja fleksibel untuk laki-laki.

Praktik ini memungkinkan perempuan dan laki-laki bisa saling bantu dalam kerja domestik dan mengurus keluarga.

Ia mengingatkan, data negara-negara berkembang mengindikasikan perkembangan ekonomi yang lebih tinggi memiliki partisipasi tenaga kerja perempuan yang lebih tinggi, lebih dari 70-75 persen.

Artinya, partisipasi pendidikan perempuan dari PAUD hingga rampung kuliah dapat berkontribusi pada perekonomian negara.

"Di Indonesia saat ini sekitar 50-54 persen, ini stagnan dari dekade-dekade lalu. Kita harus melakukan sesuatu. Ini bukan masalah perempuan saja, tetapi juga sistem. Bagaimana kita bisa membuat sistem yang mendukung perempuan bekerja di waktu fleksibel, mendukung laki-laki membantu perempuan melakukan kerja domestik di rumah," jelasnya.

Menurutnya, dalam perspektif pendidikan, berdasarkan temuan studi tersebut, perempuan terhambat kembali masuk pasar kerja karena tidak ada orang di rumah untuk menjaga anak.

"Dengan memiliki lebih banyak pusat anak usia dini juga akan bantu memberikan keamanan yang lebih baik untuk perempuan dalam menitipkan anaknya ke orang di sana," sambung Suharti.




(twu/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads