Ringkasan Sejarah Demokrasi di Indonesia dari Merdeka hingga Kini

ADVERTISEMENT

Ringkasan Sejarah Demokrasi di Indonesia dari Merdeka hingga Kini

Bayu Ardi Isnanto - detikEdu
Minggu, 04 Feb 2024 07:00 WIB
Sistem pemilu di dunia.
Ilustrasi Foto: Freepik
Jakarta -

Demokrasi di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan sejak merdeka hingga kini. Perubahan sistem demokrasi dilakukan karena dianggap tidak cocok diterapkan di Indonesia.

Sejak orde baru runtuh, Indonesia menerapkan demokrasi masa reformasi yang sampai saat ini masih relevan. Simak artikel ini untuk mengetahui ringkasan sejarah demokrasi di Indonesia sejak masa revolusi hingga reformasi.

Sejarah Demokrasi di Indonesia dari Masa ke Masa

Sejarah demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari proses yang terjadi di masa penjajahan Belanda. Dilansir dari jurnal Kemdikbud berjudul Demokrasi, Dulu, Kini, dan Esok, ada tiga hal yang membuat tokoh-tokoh Indonesia memilih sistem demokrasi, yaitu:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

  • Mulai terbukanya arus informasi politik di tingkat global ke Indonesia.
  • Terjadinya migrasi para aktivis politik berhaluan radikal Belanda yang menjadi buangan politik ke Hindia Belanda. Mereka lalu memperkenalkan ide-ide dan gagasan politik modern kepada pemuda bumiputera.
  • Transformasi pendidikan dari kalangan pribumi terpelajar hingga masyarakat biasa.

Perkembangan Demokrasi dari Merdeka hingga Kini

Berikut ini sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia sejak merdeka hingga kini, yang dirangkum dari Jurnal Al-Daulah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Vol. 4, No 1, April 2014.

Masa Revolusi (1945-1950)

Pada masa revolusi, yakni setelah merdeka hingga Belanda berusaha menguasai Indonesia kembali, demokrasi masih belum berjalan dengan baik.

ADVERTISEMENT

Pemerintahan masih bersifat sentral, seperti yang terlihat dalam Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi "Sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh KNIP".

Namun untuk menghindari kesan Indonesia menjadi negara absolut, maka pemerintah mengeluarkan:

  • Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
  • Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik.
  • Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensil menjadi parlementer.

Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)

Pada masa ini diterapkan demokrasi liberal sesuai konstitusi, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950.

Sistem ini sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945. Akan tetapi, sistem demokrasi liberal maupun parlementer yang meniru sistem Eropa Barat dinilai kurang relevan diterapkan di Indonesia.

Periode 1950-1959, partai-partai politik sudah berkiprah, dua partai terkuat adalah PNI dan Masyumi. Mereka silih berganti memimpin kabinet. Namun sering bergantinya kabinet menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.

Ciri-ciri demokrasi liberal yaitu:

  • Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.
  • Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah.
  • Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR.
  • Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.

Pada akhirnya, demokrasi liberal dinilai gagal karena partai politik yang sangat dominan, landasan sosial ekonomi juga masih lemah, serta tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.

Maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi:

  1. Bubarkan konstituante.
  2. Kembali ke UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
  3. Pembentukan MPRS dan DPAS.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom.

Ciri-ciri demokrasi terpimpin pada masa ini adalah sebagai berikut:

  • Dominasi presiden
  • Terbatasnya peran partai politik
  • Berkembangnya pengaruh PKI

Pada masa ini terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara lain:

  • Sistem kepartaian kabur
  • Banyak pemimpin partai yang dipenjarakan
  • Peranan parlemen lemah bahkan dibubarkan oleh presiden. Presiden lalu membentuk DPRGR
  • Jaminan HAM lemah
  • Terjadi sentralisasi kekuasaan
  • Terbatasnya peranan pers
  • Kebijakan politik luar negeri condong ke China (Blok Timur)

Orde Lama kemudian berakhir dengan terjadinya pemberontakan G30S/PKI. Presiden Soekarno lengser dan digantikan oleh Presiden Soeharto.

Demokrasi Masa Orde Baru (1966-1998)

Pada masa Orde Baru, demokrasi disebut sebagai Demokrasi Pancasila yang bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Pemilihan Umum dilaksanakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Sebagai antitesis dari Demokrasi Terpimpin era Soekarno, pemerintahan kali ini membentuk ketetapan MPRS no. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pencabutan Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 dan tentang Pedoman Pelaksanaan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan atau sesuai dengan diktum Tap tersebut tentang Demokrasi Pancasila.

Pada pidato kenegaraan 16 Agustus 1967, Soeharto menyatakan bahwa Demokrasi Pancasila berarti demokrasi, kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Dengan demikian, hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab sesuai 5 sila dalam Pancasila.

Namun Orde Baru yang berlangsung 32 tahun itu terjadi berbagai penyimpangan, di antaranya sebagai berikut:

  • Penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan tidak adil
  • Kebebasan berpolitik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
  • Kekuasaan yudikatif yang tidak mandiri karena para hakim adalah anggota PNS Departemen Kehakiman
  • Kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat
  • Sistem kepartaian yang otonom dan berat sebelah
  • Maraknya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN)

Akibatnya, terjadi ketidakstabilan politik dan terjadi krisis ekonomi. Gelombang demonstrasi semakin kuat hingga terjadi kerusuhan di mana-mana. Presiden Soeharto akhirnya mundur dan kekuasaan diserahkan kepada Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Demokrasi Masa Transisi (1998-1999)

BJ Habibie yang diangkat menjadi Presiden RI dituntut harus melakukan perubahan sistem demokrasi agar tidak terjadi penyimpangan seperti era Soeharto.

Di awal kekuasaannya, dia menunjukkan kesungguhan untuk membangun negara hukum dan demokrasi. Ia membebaskan sejumlah tahanan politik, kebebasan pers dan berpendapat semakin terbuka, hingga mencabut UU subversif dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penghormatan, perlindungan dan penegakan HAM.

Era Habibie ini menjadi transisi menuju era selanjutnya, yaitu Reformasi. Setelah digelar pemilu, Habibie digantikan oleh KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Demokrasi Masa Reformasi (1999-Sekarang)

Demokrasi di masa reformasi pada dasarnya mengembalikan demokrasi pada jalurnya sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, dengan berbagai penyempurnaan yang terus berproses.

Demokrasi Indonesia masa reformasi dimulai dengan terbentuknya DPR-MPR hasil Pemilu 1999, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.

Beberapa poin yang terjadi pada masa ini, antara lain:

  • Digelarnya Pemilu secara langsung, bahkan calon legislatif hingga daerah dipilih langsung oleh rakyat.
  • Kebebasan pers semakin terlihat.
  • Terjadi desentralisasi. Pemerintah daerah kini bisa membuat kebijakan sendiri.
  • Hak-hak dasar warga negara lebih terjamin.
  • Rekrutmen politik yang lebih inklusif.

Demikian tadi ringkasan sejarah demokrasi di Indonesia, mulai dari era kemerdekaan atau revolusi, hingga masa reformasi.




(bai/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads