Konsep Smart Farming Saat Debat Cawapres, Pakar: Dorong Anak Muda Balik Bertani

ADVERTISEMENT

Konsep Smart Farming Saat Debat Cawapres, Pakar: Dorong Anak Muda Balik Bertani

Nikita Rosa - detikEdu
Kamis, 25 Jan 2024 20:30 WIB
Budidaya hidroponik yang berada di atap Masjid Asy-syifa RS Cipto Mangunkusumo ini sudah ada sejak tahun 2020. Metode yang digunakan yaitu Smart Farming.
Ilustrasi Smart Farming. (Foto: Pradita Utama)
Jakarta -

Debat calon wakil presiden (cawapres) 2024 telah berlangsung. Pada debat hari Minggu (21/1/2024) itu, salah satu cawapres menyebutkan konsep smart farming dalam reformasi agraria.

Dalam pembahasan pertanian, salah satu cawapres menyampaikan smart farming dalam mengatasi kelangkaan pupuk. Lantas, apa itu smart farming?

Menurut pengamat pertanian, agroklimatologi dan perubahan iklim, Bayu Dwi Apri Nugroho, smart farming bisa diartikan sebagai pengembangan sistem pertanian berbasis teknologi (information technology). Pengembangan sistem pertanian berbasis teknologi ini juga terjadi pada moda transportasi dan pendidikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengguna bisa mengakses berbagai jenis layanan transportasi melalui smartphone. Dalam dunia pendidikan, beragam kampus juga mulai menerapkan sistem e-learning dengan berbagai metode pengajaran.

Menurut pengajar di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM itu, sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi sektor yang mampu berkontribusi positif dalam mewujudkan pembangunan. Dengan Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian masih menjadi salah satu dari tiga sektor utama penggerak ekonomi nasional setelah industri dan perdagangan.

ADVERTISEMENT

Manfaat Smart Farming

Bayu menjelaskan pengembangan teknologi digital merupakan salah satu bentuk inovasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan peluang bagi petani dalam mengakses informasi, termasuk teknologi untuk memonitor harga dan ketersediaan komoditas pertanian seperti bibit dan pupuk, informasi luas tanaman komoditas, prediksi masa panen, dan sarana untuk mengumpulkan kelompok tani.

Lebih lanjut Bayu menjelaskan bila pembaharuan data dapat disesuaikan dengan kebutuhan petani. Sementara teknologi sensor yang terpasang di lahan pertanian, mampu memberikan peringatan jika kondisi tanah maupun cuaca tidak dalam keadaan optimal.

"Ini memberi harapan untuk ketahanan pangan nasional. Berada di tangan para petani maka masa depan pertanian Indonesia sudah seharusnya pertanian cerdas berbasis teknologi," ujarnya dalam laman UGM, Kamis (25/1/2024).

Smart Farming Dinilai Tingkatkan Peluang Generasi Muda Terjun ke Pertanian

Potensi sistem pertanian digital menurut Bayu bisa membuka peluang dalam meningkatkan semangat anak muda untuk terjun ke bidang pertanian.

Menurut laman UGM, dalam beberapa dekade terakhir, jumlah pemuda yang memilih bertani mengalami penurunan pesat. Tidak sedikit di antara mereka yang lebih memilih merantau dan bekerja di kota di sektor selain pertanian.

"Karenanya smart farming hadir sebagai terobosan baru metode pertanian cerdas yang memadukan teknologi sensor tanah dan cuaca dengan Agri Drone Sprayer (drone pertanian penyemprot pestisida). Teknologi ini memungkinkan petani pengguna smart farming mengakses data dari sensor maupun drone secara realtime, akurat dan nyata melalui smartphone", jelasnya.

Ia menilai konsep ini bisa menarik minat para pemuda untuk bertani. Potensi ekonomi daerah juga turut meningkat karena anak muda di desa tidak lagi berkecenderungan meninggalkan desa dan pertanian.




(nir/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads