Para peneliti berhasil menciptakan perkiraan wajah seorang wanita suku Nabataean (juga dieja Nabatean), yang mereka namai Hinat.
Makam wanita tersebut ditemukan di Hegra, kota kuno AlUla, sekitar makam monumental situs warisan dunia UNESCO. Diperkirakan jenazah Hinat putri Wahbu, telah terkubur di antara 80 kerangka di dalam makam berusia 2.000 tahun.
Berikut merupakan perjalanan penemuan kerangka makam Hinat yang berhasil ditemukan para ilmuwan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daya Tarik dan Kisah Misteri Makam Hinat
Menurut laman National Geographic, kerangka Hinat ditemukan oleh para arkeolog pada tahun 2015 di Jabal Ahmar, tebing batu pasir yang mengelilingi Hegra. Jabal Ahmar di Hegra sendiri merupakan rumah bagi sekitar 18 makam.
Saat itu, para arkeolog memilih makam Hinat untuk dipelajari karena makam tersebut dipenuhi dengan bahan-bahan yang terawetkan dengan sangat baik.
Mulai dari sisa-sisa manusia yang terkubur, kulit, tulang, kulit, rambut, hingga dengan tekstil, kulit, bahan nabati, dan bahan lainnya.
Sisa makam seorang wanita suku Nabataean ini kemungkinan besar berasal dari Arabia Tengah (yang sekarang disebut Petra di Yordania modern).
Direktur proyek arkeologi Hegra, LaΓ―la NehmΓ©, juga mengungkapkan daya tarik lain dari pemilihan makam Hinat,
"Suku Nabataean punya sedikit misteri. Kita tahu banyak, namun pada saat yang sama kita hanya tahu sedikit. Karena mereka tak meniggalkan teks atau catatan sastra apa pun. Penggalian makam ini merupakan kesempatan bagus untuk mempelajari lebih lanjut gagasan mereka tentang akhirat," ujarnya.
Walaupun tidak mengetahui pasti, namun NehmΓ© menungkapkan penamaan Hinat diambil dari prasasti tentang almarhum yang terukir di bagian depan makam.
Di makan tersebut tertulis pada tahun 60 atau 61 M, Hinat mengukir pesan berikut pada panel di atas pintu masuk makamnya:
"Inilah makam yang dibuat oleh Hinat putri Wahbu untuk dirinya sendiri dan untuk anak-anaknya serta keturunannya selamanya. Dan tidak ada seorangpun yang mempunyai hak untuk menjualnya atau menjaminkannya atau menyewakan makam tersebut. Dan siapa yang melakukan selain itu, maka bagiannya akan kembali kepada ahli warisnya yang sah. Pada tahun kedua puluh satu pemerintahan Raja Maliku, Raja Nabataean."
Rekonstruksi Wajah Hinat
Informasi yang didapat dari bahan-bahan yang digali pada makam tersebut, menarik para peneliti untuk merekonstruksi wajah Hinat.
Mereka melakukannya dengan pengetahuan di bidang forensik dan paleopatologi, yakni studi tentang penyakit pada manusia purba untuk merekonstruksi wajah orang meninggal dan orang yang telah dikuburkan.
Proyek ini juga menjadi upaya yang pertama kali dilakukan terhadap seorang perempuan dari zaman Nabataean.
Melalui perpaduan ilmu forensik, paleopatologi, dan bakat seni, para peneliti berhasil merekonstruksi wajah dengan anggota budaya kuno ini.
Hasil analisis lebih lanjut dari kerangka Hinat, mengungkapkan bahwa Hinat hidup sampai dia berusia 40-50 tahun. Ia memiliki tinggi sekitar 5 kaki, 3 inci (1,6 meter). Berdasarkan penguburannya, ia memiliki "status sosial menengah".
Dalam rekonstruksi wajah Hinat, tim ahli internasional menggunakan pengetahuan gabungan, dengan menggunakan computerized tomography (CT scan) dan printer 3D.
Pemanfaatan pengetahuan ini dilakukan untuk membuat perkiraan silikon dari seorang wanita berkulit gelap, fitur, serta rambut yang sebagian ditutupi syal.
Sekilas tentang Suku Nabataean
Dikutip dari Livescience, peradaban suku Arab kuno, Nabataean menjadi terkenal sekitar abad ke-6 SM. Suku ini tinggal di sepanjang Jalur Perdagangan Dupa yang menghubungkan Arab Selatan dengan Arab Selatan.
Laut Mediterania adalah tempat mereka mempraktikkan keterampilan perdagangan internasional elit suku ini. Sayangnya, menurut pernyataan dari Komisi Kerajaan AlUla, tidak banyak prasasti yang menulis tentang suku Nabataean dari sudut pandang sejarah.
Oleh kerena itu, rekonstruksi wajah Hinat diharapkan akan membantu para ahli wawasan mengenai kisah, peradaban, hingga budaya suku Nabataean yang telah lama hilang.
(khq/inf)