Cerpen motivasi adalah cerpen yang isinya bisa membangkitkan semangat untuk para pembacanya.
Karya sastra ini biasanya ditulis berlandaskan imajinasi dari si penulis. Simak contoh cerpen motivasi berikut ini.
Contoh Cerpen Motivasi
Dikutip dari buku bertajuk Antologi Cerpen Inspiratif: 18 Cerita Mengunggah karya Rora Rizki Wandini, M.Pd., dkk., dan catatan detikEdu, berikut merupakan kumpulan judul contoh cerpen motivasi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Cahaya Kehidupan
Matahari pagi bersinar dengan cerah ketika mengiringi langkah Nadira menuju sekolah. Nadira begitu menikmati perjalanannya menuju sekolah.
Hari ini adalah hari pertama Nadira mengajar sebagai guru di madrasah ibtidaiyah atau MI Rachma Walhidayat. Hatinya deg-degan dan langkah kakinya gemetar begitu memasuki pekarangan sekolah.
Begitu sampai di sekolah, banyak siswa yang menghampirinya dan menyalam tangganya. Senyum tulus para siswa tersebut mampu membuat groginya hilang.
Dengan langkah yang pasti, ia pun memasuki kantor kepala sekolah. Sesampainya di kantor kepala sekolah, dan berbicara dengan kepala sekolah, Nadira diberi tahu kalau ia ditugaskan di kelas I A.
Wah, bukan main! Ia langsung dipercayai memegang kelas unggulan. "Bismillah...!" ucap Nadira ketika akan memasuki pintu kelas.
"Assalamu'alaikum anak-anak umi!" ucap Nadira dengan senyum yang lebar kepada anak muridnya.
"Waalaikumsalam Umi cantik," jawab anak muridnya dengan semangat.
"Anak-anak, ada yang sudah kenal umi, gak?" tanya Nadira dengan lembut.
"Nggak Umiii...!" jawab anak muridnya dengan teriakan. "Kalau belum kenal, yuk kita kenalan dulu! Perkenalkan, nama umi Nadira. Mulai hari ini umi yang menjadi guru kalian," ucap Nadira.
"Salam kenal Umi Nadira," sahut salah satu siswa.
Selanjutnya setiap siswa memperkenalkan diri. Hari pertama Nadira mengajar berjalan lancar. Ini membuatnya semakin bersemangat untuk mengajar.
Keesokan harinya, ada yang berbeda dengan Kelas IA. Ada murid pindahan dari luar kota, namanya Rudi. Rudi merupakan siswa yang sangat aktif sampai-sampai Nadira kewalahan mengkondisikan kelas.
Selepas pulang mengajar, ia menangis di kamarnya karena ia merasa gagal menjadi seorang guru. Ia pun memutuskan untuk menceritakan kejadian hari ini kepada teman dekatnya sewaktu kuliah, Nurliana, melalui telepon.
"Assalamu'alaikum Nurliana, aku lagi sedih, aku merasa gagal menjadi seorang guru huhuhu...," kata Nadira dengan suara terisak.
"Kamu kenapa, Nadira? Tenang dulu, jangan menangis! Coba ceritakan padaku!" jawab Nurliana dengan lembut.
"Jadi, hari itu merupakan hari keduaku mengajar, lalu tadi ada murid baru yang aktif banget dan aku kesulitan mengkondisikan kelas. Aku sedih, aku merasa gagal menjadi guru!" isak Nadira kepada Nurliana.
"Hus...! Kamu gak boleh putus asa gitu! Kamu ingat gak kata dosen kita, Pak Mardianto, 'Guru yang baru bertugas, kadang bisa tertawa, kadang bisa menangis, yang tertawa jangan terlena dan bila menangis jangan dipandang sinis'. Wajar, namanya Kamu masih guru baru, masih harus banyak belajar. Kamu baca buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik! Jadi, kamu mengetahui setiap karakteristik peserta didik dan cara mengatasinya," jawab Nurliana dengan bijak.
"Wah...betul itu Nurliana, kenapa aku gak kepikiran baca buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik ya. Terima kasih Nurliana," ucap Nadira dengan gembira. "Ya sudah, Kamu jangan sedih lagi ya. Terima kasih kembali,Nadira. Senang bisa membantumu," jawab Nurliana dengan lembut.
Malam harinya Nadira kembali membuka buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik dan mempelajarinya kembali. Hari ketiga mengajar, Nadira sangat semangat, jauh lebih semangat dari hari pertama. Ia memasuki kelas dengan penuh semangat dan percaya diri.
Ketika proses pembelajaran berlangsung ia mengarahkan keaktifan Rudi kepada hal-hal yang positif dan melibatkan Rudi dalam proses pembelajaran. Alhasil pembelajaran hari ini dapat berjalan dengan lancar.
Hari terus berganti. Tidak terasa, siswa-siswanya yang dulu kelas IA sekarang mengikuti acara perpisahan sekolah. Ya, mereka sekarang sudah kelas VI SD dan akan melanjutkan jenjang pendidikan ke SMP.
Rudy yang dulunya anak hiperaktif, sekarang tumbuh menjadi anak yang cerdas berkat bimbingan Umi Nadira yang tidak pernah lelah mengajar.
Rudy yang dulunya merupakan siswa yang sulit diatur, sekarang menjadi siswa teladan di sekolahnya. Ia kerap menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti kegiatan cerdas cermat. Ia juga ditunjuk sebagai perwakilan siswa kelas VI yang memberi pidato di acara perpisahan.
Di dalam pidatonya, ia mengucapkan terima kasih kepada guru-guru MI Rachma Walhidayat yang telah banyak memberikan ilmu dan mengajarkan mereka banyak hal.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Umi Nadira yang tidak pernah marah dan selalu sabar membimbing dirinya hingga ia bisa seperti sekarang ini.
Ruangan pun seketika menjadi hening. Mereka larut dalam suasana haru. Para murid menyalami guru mereka satu persatu. Tiada tara jasa guru untuk mendidik dan membimbing muridnya. Terkadang penghargaan atau penghormatan yang kita berikan kepada guru sangat kurang. Padahal, jasa guru tidak akan pernah dapat kita balas.
Semoga ilmu yang diberikan para guru kepada muridnya akan menjadi amal jariahnya, penolong guru masuk ke dalam surga. Aamiin ya Allah. (Antologi Cerpen Inspiratif: 18 Cerita Mengunggah karya Rora Rizki Wandini, M.Pd., dkk.)
2. Gema Menyambut Ramadan
Pada suatu pagi, di sebuah daerah yang memiliki keindahan danaunya yang sudah sangat terkenal, yaitu Danau Toba, warga Kelurahan Hidup Jaya tampak sangat antusias menyambut bulan Ramadan yang tinggal dua hari lagi.
Mereka tampak bergotong royong membersihkan selokan dan lingkungan rumah. Keluarga Rahmat adalah salah satu warga Kelurahan Hidup Jaya.
Sebuah keluarga yang sangat sederhana. Dengan keterbatasan yang mereka miliki justru membuat mereka semakin bersyukur kepada Allah SWT.
Pada suatu malam, tepatnya malam Minggu, Rahmat janjian dengan teman sekolahnya, Hidayah, untuk pergi melihat konser seni di Taman Budaya Medan.
Namun, rencana mereka gagal karena pada malam itu turun hujan yang sangat deras sehingga Hidayah yang mau menjemput Rahmat terjebak hujan dan akhirnya berteduh di jalan.
Rahmat pun mulai khawatir dengan keadaan temannya dan memutuskan untuk meneleponnya. Akan tetapi, Hidayah tidak kunjung mengangkat telepon dari Rahmat.
Hujan semakin deras dan membuat rumah Rahmat yang sederhana terendam banjir hingga betis. Pada saat itu, Rahmat terus berusaha menelepon Hidayah untuk mengetahui keberadaan temannya itu. Akhirnya, Hidayah pun mengangkat telepon dari Rahmat.
"Hidayah kamu di mana? Di sini hujan sangat deras. Rumahku juga sudah banjir" tanya Rahmat dengan panik.
"Aku masih berteduh di jalan, Mat. Aku juga udah basah kuyup dan jalanan sudah banjir," jawab Hidayah dengan suara cemas.
Rahmat menjawab seraya menenangkan sahabatnya, "Kalau begitu, aku jemput Kamu ke sana ya? Sekarang posisi Kamu di mana?"
"Tidak apa-apa Rahmat, di sini juga udah banjir, nanti kamu malah kehujanan dan terjebak banjir," jawab Hidayah.
"Kalau begitu, nanti ketika hujan sudah reda, Kamu langsung ke rumah aku aja, ya! Kamu tidur di saja di rumahku karena kalau kamu pulang, pasti Kamu terjebak banjir yang dalam. Apalagi rumah Kamu daerah rawan banjir" ujar Rahmat.
Hidayah menjawab, "Iya Rahmat, ini hujannya udah agak reda kok. Aku ke rumah Kamu sekarang, ya."
"Sip! Aku tunggu Kamu di rumah, hati-hati ya!" jawab Rahmat seraya menutup pembicaraan di telepon.
Di perjalanan menuju rumah Rahmat, Hidayah terjebak banjir yang cukup tinggi dan tiba-tiba sepeda motor Hidayah mogok. Hidayah pun mendorong sepeda motornya ke depan sebuah toko untuk diperbaiki.
Pada saat itu, Hidayah tidak sendiri tetapi dia bersama beberapa orang yang mengalami nasib yang sama, yaitu sepeda motornya mogok.
Hidayah merupakan alumni dari SMK jurusan teknik sehingga ia mengerti tentang mesin dan dia pun akhirnya dapat memperbaiki sepeda motornya yang mogok.
Setelah sepeda motornya yang mogok hidup kembali, Hidayah pun membantu memperbaiki sepeda motor orang lain yang mogok di sekitarnya.
Salah seorang yang dibantu Hidayah sangat bersyukur.
"Terima kasih ya Dek telah membantu. Semoga kebaikan Adek dibalas oleh Allah SWT."
" Aamiin...aamiin...aamiin ya Allah, terima kasih kembali, Bang. Sudah kewajiban sesama Muslim untuk tolong-menolong," ujar Hidayah.
Hidayah pun melanjutkan perjalanannya ke rumah Rahmat dengan hati-hati. Sesampainya di simpang jalan rumah Rahmat, ternyata sahabatnya itu telah menunggu Hidayah.
Melihat keberadaan temannya itu, hati Hidayah tersentuh dan terharu, begitu peduli sahabatnya dengan keadaannya. Rahmat langsung naik ke sepeda motor Hidayah dan mereka menuju rumah Rahmat.
Sesampainya di rumah Rahmat, Hidayah terkejut dan heran. Dia tidak menyangka rumah sahabatnya itu terendam banjir cukup tinggi.
"Rahmat, apa barang-barangmu sudah diangkat ke atas semua?"
"Belum, Hidayah. Ini mau aku lanjutkan membereskan rumah agar tidak semua barang terendam banjir," jawab Rahmat dengan singkat.
"Kalau begitu, sini aku bantu," Hidayah menjawab dengan semangat.
"Tidak usah Hidayah, Kamu duduk istirahat aja di bangku ini. Baju kamu juga udah basah kuyup semuanya. Sebentar, aku ambilkan baju ganti" jawab Rahmat seraya meninggalkan Hidayah untuk mengambil baju.
"Kalau kamu tidak mau aku bantu, aku juga tidak mau mengganti pakaian!" jawab Hidayah dengan tegas.
"Hm..., iya deh, iya...!" jawab Rahmat seraya memberikan baju ganti untuk Hidayah.
Mereka berdua pun membereskan barang-barang di rumah Rahmat yang masih bisa diselamatkan agar tidak terkena banjir.
Akhirnya, malam itu Hidayah menginap di rumah Rahmat. Mereka tidur di bawah genangan air. Untungnya tempat tidur Rahmat tinggi sehingga tidak terendam banjir.
Keesokan harinya, banjir di rumah Rahmat belum surut seutuhnya, masih terdapat sisa genangan air di rumah Rahmat. Rahmat beserta keluarganya serta dibantu oleh Hidayah menguras air. Selesai menguras air, mereka pun membersihkan lantai rumah dengan mengepelnya.
Salah satu adik perempuan Rahmat menggerutu, "Aduh..., besok mulai puasa, nanti malam mau taraweh pertama, eh...rumah malah banjir. Capek tau bersihinnya. Oalah...nasib...nasib!"
Mendengar gerutu adik Rahmat, ibunya pun marah seraya berkata, "Raisya, kamu tidak boleh bicara seperti itu, tidak baik! Kita harus mensyukuri setiap yang terjadi dalam hidup kita. Jangan hanya memandang dari sisi negatifnya saja. Kita tidak akan pernah bersyukur kalau mengeluh seperti itu! Coba ambil hikmah dari kejadian ini, kita bersih-bersih rumah sebelum bulan Ramadhan. Kalau tidak banjir, kita pasti tidak membersihkan rumah dan menyambut bulan Ramadan dalam keadaan rumah tidak bersih dan rapi!"
Mendengar penjelasan yang diberikan Ibu, adik Rahmat tertunduk malu, menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada ibunya.
Mereka pun melanjutkan membersihkan rumah dengan sangat semangat. Setiap kejadian yang terjadi di dalam hidup kita tentunya memiliki hikmah, jangan hanya memandang dari sisi negatif akan tetapi cobalah untuk selalu berpikir positif dan bersyukur kepada Allah, maka hidup kita akan senantiasa bahagia. (Antologi Cerpen Inspiratif: 18 Cerita Mengunggah karya Rora Rizki Wandini, M.Pd., dkk.)
3. Mukena Cinta untuk Indah
Indah merupakan seorang gadis manis nan baik hati. Kesederhanaan gaya hidup dan tingkah lakunya mencerminkan akhlaknya. Indah juga dikenal sebagai gadis yang periang. Namun, akhir-akhir ini sifatnya mulai berubah. Ya, satu faktor yang membuat semua sikapnya kini berubah 180 derajat.
Sore itu di rumahnya sedang diadakan pengajian. Indah yang saat itu telah dilamar lelaki pujaannya akan segera mengikat janji keesokan harinya.
Senyum dan rona bahagia di wajahnya menggambarkan betapa bahagianya dia saat itu. Itu adalah senyum terindah yang pernah dia sunggingkan sebelum akhirnya senyum itu hilang bersama hatinya.
Pagi yang ditunggu-tunggu pun tiba. Masjid di dekat rumahnya sudah dipenuhi warga sekitar yang ingin menyaksikan acara bahagianya.
Indah yang sedari tadi merasa canggung dan 'deg-degan' berusaha untuk tetap rileks. Setelah selesai berhias, Indah didampingi keluarga dan sanak saudaranya segera menuju masjid.
Di tempat lain, Rio calon suami Indah sedang berada dalam perjalanan. Sama seperti Indah, Rio pun merasa 'deg degan' hebat. Dia akan mengakhiri masa lajangnya. Dia dan sang kekasih hati akan mengikat janji suci sehidup semati, berjanji setia hingga maut memisahkan.
Angan-angan Rio terhenti karena tiba-tiba mobilnya seperti menabrak sesuatu. Supirnya langsung keluar untuk memeriksa keadaan, tapi sepertinya tidak ada yang tertabrak.
Jalanan saat itu sedang sepi, mengingat ini adalah jalan pintas untuk sampai lebih cepat ke tempat tujuan. Setelah supir memeriksa keadaan dan memastikan semuanya baik-baik saja, supir kembali untuk masuk ke mobil.
Tiba-tiba dari belakang, seseorang tak dikenal dengan membawa benda tajam mengarahkan benda itu ke leher Pak Udin, supir keluarga Rio.
Rio dan keluarganya panik melihat ini. Rio, ayahnya, dan pamannya segera turun dari mobil. Sementara para wanita hanya bisa duduk diam sambil tak henti-hentinya berdoa agar selamat dari penjahat itu.
Tampaknya penjahat itu tak sendirian. Dengan menggunakan kode, dia memanggil kawan-kawannya yang lain. Keadaan jadi semakin sulit karena mereka membawa benda benda tajam. Rio, ayahnya, dan pamannya segera menangkis serangan demi serangan.
Namun dari arah tak terduga, seseorang yang memakai penutup wajah membawa pisau dan menusukkannya ke perut Rio. Darah seketika mengalir deras mewarnai baju putih pengantinnya.
Setelah berhasil melancarkan niatnya, orang-orang tadi pun lari. Keluarga Rio berteriak histeris dan segera membawa Rio ke rumah sakit terdekat.
Waktu demi waktu berlalu. Indah dan keluarganya yang sedari tadi menunggu kedatangan pihak mempelai pria, terlihat khawatir. Ayah Indah segera menelpon ayah Rio untuk menanyakan posisi mereka.
Setelah menerima kabar dari ayah Rio, semuanya terkejut, tak terkecuali Indah yang langsung pingsan.
Sosok Rio yang begitu didambakan kehadirannya, kini telah pulang ke pangkuan Ilahi, meninggalkan sejuta kenangan bersama Indah.
Sejak hari itu, semuanya berubah, semuanya bisu, tak ada kata-kata yang keluar dari bibir mungil Indah. Sorot mata Indah dapat menjelaskan betapa hancur hatinya.
'Tok tok tok' Terdengar bunyi ketukan di pintu. "Indah, makan dulu, Sayang! Ini umi masak makanan kesukaan Kamu."
"Nanti saja Mi, Indah belum lapar. Umi sama Abi makan saja duluan!"
"Ya Allah, sampai kapan putriku akan terus seperti ini?" ucap umi lirih.
"Kenapa, Mi. Indah belum mau keluar juga?" tanya Abi.
"Iya Bi, Umi gak tega lihat keadaan Indah sekarang."
"Kita harus sabar, Mi. Mungkin Allah sedang ingin menaikkan derajat kita lewat cobaan ini."
"Tapi Bi, mau sampai kapan putri kita akan terus seperti ini? Umi gak bisa lihat Indah terus-terusan seperti ini. Apa kita coba untuk mencari pengganti Rio, Bi?"
"Apa maksud Umi?"
"Umi hanya ingin putri kita kembali mendapatkan kebahagiaannya Bi. Umi mohon sama Abi untuk mencarikan pemuda lain untuk Indah."
"Baiklah Mi, nanti Abi pikirkan, sekarang kita makan dulu."
Atas saran dari istrinya, ayahnya Indah segera mencarikan lelaki pengganti untuk Rio. Namun tidak mudah karena di desa itu para lelakinya sudah pada menikah, sedangkan yang masih perjaka pergi merantau ke tempat lain.
Pagi itu, ayah Indah menemui seorang teman karibnya ketika masih menimba ilmu di pesantren dahulu. Beliau adalah Ustad Salman yang cukup terkenal di desanya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, mashallah Imran, apa kabar Kamu, lama tak berjumpa?" "Alhamdulillah kabarku baik. Kamu sendiri bagaimana?"
"Alhamdulillah baik juga. Kalau kulihat dari raut wajahmu, sepertinya sedang ada masalah. Kalau kamu tidak keberatan berbagilah denganku!"
"Syukurlah. Jadi gini sobat, beberapa waktu yang lalu putriku Indah dilamar seorang lelaki. Mereka akan segera menikah, tapi di hari pernikahannya, calon menantuku kecelakaan sehingga dia harus kembali ke Illahi..."
"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Aku turut berduka cita. Jadi, bagaimana sekarang keadaan putrimu?"
"Nah, itu dia, istriku menyuruhku untuk mencari calon yang lain. Apa Kamu bisa membantuku mencarikan calon yang tepat? Aku tahu Kamu seorang ustad yang cukup terkenal. Kamu pasti punya banyak kenalan."
"Ya, aku paham betul keadaanmu juga keinginan istrimu. Aku akan berusaha semampuku untuk menolongmu."
"Terima kasih banyak. Kamu memang sahabat baikku."
"Sama-sama, kita memang wajib saling menolong."
"Baiklah, aku permisi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam
Kedatangan Abi Indah waktu itu ternyata tak sia-sia. Dalam waktu beberapa hari, beliau menerima kabar baik dari Ustad Salman.
"Assalamualaikum, Sobat! Mengenai permintaanmu tempo hari itu, alhamdulillah sekarang aku sudah menemukan lelaki yang kuanggap cocok untuk putrimu. Semoga lelaki ini memang jodoh putrimu. Aku juga sudah menceritakan semua kepadanya. Dia ingin segera bertemu dengan putrimu."
Pesan singkat yang tertera di layar handphone membuat hati Abi Indah berbunga-bunga. Dia segera menemui istrinya.
"Umi... Umi... ke sini, Mi!"
"Iya Bi, ada apa?"
"Umi, Ustad Salman telah menemukan calon imam untuk putri kita. Dia bilang laki-laki itu ingin segera bertemu dengan putri kita."
"Alhamdulillah, beribu syukur hamba kepada-Mu ya Rabb."
"Baiklah Bi, Umi segera menemui Indah."
"Indah sayang, Umi mau masuk, boleh?"
"Silakan saja, Mi" pintunya tidak Indah kunci.
"Indah sayang, semoga yang kami lakukan ini bisa mengembalikan kebahagiaanmu lagi."Ucap Umi dalam hati.
"Ada apa Umi, mengapa melihat Indah seperti itu?"
"Eh, tidak ada apa-apa, Sayang. Sayang, boleh Umi ngomong sesuatu?"
"Ya Umi, silakan."
"Begini Nak, Umi minta maaf kalau Umi dan Abi tidak memberitahu kamu terlebih dahulu Umi ingin kamu kembali mendapatkan kasih sayang dari seorang lelaki yang mencintaimu dan kamu juga mencintainya, Jadi, Umi meminta Abimu untuk mencarikan calon imam untukmu."
"Sudahlah, Umi. Indah baik-baik saja. Lagian, Indah belum bisa membuka hati Indah untuk laki-laki lain, hanya Mas Rio yang ada di hati Indah, tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun."
"Tapi sayang, kamu tidak boleh terus-terusan seperti ini, cobalah untuk melupakan Rio, dan bukalah hatimu untuk laki-laki lain, Rio bukan jodohmu, Sayang. Allah telah menyiapkan jodoh terbaik untukmu."
"Indah tahu Umi, Mas Rio nggak akan pernah kembali lagi, tapi sulit saat ini untuk Indah membuka hati Mi."
"Ya sudah, begini saja, kamu ketemu dulu sama laki-laki itu, kalau kamu merasa tidak cocok tidak apa-apa Sayang."
Lelaki itu akhirnya datang ke rumah Indah bersama Ustad Salman. Abi pun menyuruh umi untuk memanggil Indah. Indah keluar dengan ekspresi seadanya, duduk bersama kedua orang tuanya, dan sekilas melihat laki-laki itu. Secara tampang, laki-laki itu cukup tampan dan sikapnya juga sopan.
Tapi Indah tidak terlalu menanggapinya, ia masih teringat Rio. Lelaki itu segera memperkenalkan dirinya. Dia bernama Azi.
Dia orang baru yang tinggal di sana karena urusan pekerjaan. Dia sendiri sebelumnya belum pernah mengkhitbah seorang gadis. Oleh karena itu, dia cukup malu dan grogi di awal. Tapi alhamdulillah semua berjalan lancar berkat bantuan Ustad Salman dan orangtua Indah.
Sejak pertemuan itu, potret Indah terus menghantui pikiran Azi. Mungkin kini dia telah jatuh hati pada gadis manis itu, tapi bagi Indah sendiri dia melakukan semua ini karena menuruti keinginan kedua orang tuanya. Indah tak mau mengecewakan mereka.
Tak lama berselang, akhirnya hari pernikahan Indah dan Azi tinggal hitungan hari saja. Namun, sebelum mereka sah menjadi pasangan suami istri, Azi ingin mengajak Indah keluar bersama.
Dengan ditemani seorang wanita teman Indah, mereka akhirnya makan bersama di sebuah restoran cepat saji di kota itu. Di sela-sela makan, Azi mencoba untuk memperhatikan Indah, meyakinkan hatinya untuk Indah, meskipun Indah terkesan cuek dan tak menghiraukan Azi sedikit pun. Di sela-sela waktu kebersamaan mereka, Azi menyampaikan isi hatinya.
"Adinda, aku tahu Kamu belum bisa melupakan dia karena dia adalah cinta pertamamu. Aku tak ingin memaksamu untuk melupakan dia dan menerimaku. Aku ikhlas kalau Kamu menolak pernikahan kita, aku tak ingin membuat Kamu menderita bila hidup bersamaku."
Indah tersentuh mendengar kalimat yang berusan keluar dari mulut Azi. Dia akhirnya memberanikan diri untuk menjawab pernyataan Azi.
"Bukan seperti itu, aku memang belum bisa melupakannya, tapi aku juga menghargai Kamu. Awalnya aku memang tidak setuju, tapi akhir-akhir ini hatiku mulai bisa menerima kehadiran Kamu. Umiku benar, aku harus segera move on. Aku tidak ingin menyia-nyiakan anugerah yang Allah berikan kepadaku, yaitu Kamu. Aku ikhlas untuk mengabdikan diriku untukmu. Aku akan berusaha untuk menjadi istri yang baik, tapi maafkan aku jika nanti aku masih belum bisa seperti yang kamu inginkan."
"Sudahlah, aku akan menerimamu apa adanya. Aku bersyukur pada Allah karena telah memberikan aku calon istri sebaik kamu. Ini, aku ada sebuah hadiah untukmu. Anggaplah ini sebagai hatiku yang aku berikan untukmu. Mungkin harganya tidak seberapa, tapi aku ingin Kamu selalu mengenakannya saat salat bersamaku nanti."
Azi memberikan sebuah mukena merah muda kepada Indah, sangat indah dan romantis, Allah telah menyatukan hati keduanya.
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Hari pernikahan Indah dan Azi pun tiba. Keduanya akan melangsungkan pernikahan di kediaman mempelai wanita. Indah tampak cantik pada hari itu.
Dengan gaun putih dipadukan dengan rok batik rangrang yang senada dengan bermotif garis-garis berwarna putih dan ungu. Azi juga tak kalah tampan. Dia mengenakan baju koko putih dengan kopiah hitam di kepalanya.
Setelah Azi datang, akad nikah pun dilangsungkan. Setelah akad, keduanya telah sah menjadi suami istri. Indah mencium tangan suami dengan penuh cinta karena dia menyadari surganya kini terletak pada Ridho suaminya. Subhanallah. (Antologi Cerpen Inspiratif: 18 Cerita Mengunggah karya Rora Rizki Wandini, M.Pd., dkk.)
4. Ketika Membuka Mata
Karya: Dwianeif
Ketika ku tahu bahwa takdir tidak sepihak jalan pikirku, saat di mana sebuah harapan yang kadang hanya menjadi angan-angan. Kini ku tahu bahwa hidupku dimulai dari menutup mata dan kembali dengan mata terbuka berharap semua ini nyata.
Semester 1 telah berlalu, kini aku sibuk dengan tugas-tugas yang telah menumpuk beberapa hari kemarin. Entah ada apa siswa-siswa perempuan di kelasku, mendengar bahwa ada siswa baru di kelas sebelah mereka lari pergi melihatnya, katanya sih cowok. Tapi hanya aku saja yang tak tertarik sama sekali, menurutku itu hanya membuang-buang waktu untuk persiapan tes semester 2.
Malam ini aku merenungkan sebuah impianku yang kadang aku ragu sendiri. Apakah aku dapat mewujudkannya? Apakah aku mampus? Ataukah itu hanyalah angan-angan? Tapi saat ku tahu bahwa mimpiku tidak akan terwujud dengan keadaanku sekarang ini, aku pun memikirkan hal lain, hal yang mungkin terwujud dan salah satunya adalah "Belajar dengan giat".
Satu minggu telah berlalu tes semester 2 telah terlewati, hari ini adalah hari di mana semua nilai siswa ditempel di papan pengumuman. Aku pun yang tidak sabar dengan hasil nilaiku, aku berjalan bersama Siti temanku menuju lobi.
Dan apa hasilnya? Sungguh tak percaya aku peringkat nomor 2 untuk juara umum dan 1 untuk juara kelas. Tandanya, aku tak perlu lagi memikirkan uang SPP karena aku akan mendapatkan beasiswa, artinya sekolah gratis.
Mimpiku terwujud hanya dengan membuka mata. Segala mimpi akan terwujud jika berusaha dengan keras.
5. Inspirasi Semangat
Karya: Muh. Yuda Afrilianto M
Selasa 1 Oktober, hasil dari yang ditunggu telah tiba, yaitu seleksi debat yang menyatakan bahwa tim dari universitas kami lulus untuk mengikuti kompetisi selanjutnya yang akan ada di Makassar. Tentu saja sebelum berlomba perlu diadakannya latihan untuk mengasah dan mempertajam lagi kemampuan berdebat nantinya.
Malam itu langit terlihat mendung menandakan akan turunnya hujan. Kala itu, kami berempat sedang membahas mengenai materi debat atau tepatnya mosi yang akan menjadi pembahasan pada pelaksanaan debat nantinya.
Diskusi berjalan, tidak terasa waktu mulai menunjukkan pukul 21.00 WITA dan hujan pun mulai turun dari langit, suasana ini tetap tidak mengganggu fokus kami dalam membahas materi-materi yang akan menjadi bahan perdebatan nantinya.
Kami semua pun merasa lapar lantas aku memerintahkan Dian untuk membeli makanan, "Dian tolong beli makanan dulu pasti kita semua sudah lapar karena capek berfikir."
Selang waktu berlalu kurir pengantar makanan pun tiba dengan kondisi basah kuyup akibat hujan, "Permisi, maaf mengganggu waktunya, atas nama mbak Dian ya?" Ucap kurir.
Sontak Dian merespon "Iya pak", "Ini mbak pesanannya sudah tiba. Total keseluruhannya Rp 150 ribu mbak."
"Iya ini pak uangnya, terima kasih ya pak" Ucap Dian.
"Sama-sama mbak" balak bapak kurir pengantar makanan sembari berjalan menuju motor untuk melanjutkan pekerjaannya.
Lantas Rian berkata, "Lihatlah teman-teman bapak tadi beliau begitu bertanggung jawab dan menekuni pekerjaan yang dijalankan meskipun hujan deras dan mungkin dalam keadaan dingin bapak itu tetap melayani orang-orang yang menggunakan jasa pekerjaannya dengan ikhlas". Sontak kami semua terdiam mendengar ucapan Rian yang begitu menyentuh kami.
Dian pun berkata, "Lihatlah semangat bapak itu bukankah bisa kita jadikan motivasi untuk lebih bersungguh-sungguh dan menjadi juara dalam kompetisi debat ini".
Teman-teman semua menganggukkan kepala sambil tersenyum mendengar ucapan Dian yang begitu bersemangat. Setelah makan kami pun melanjutkan bahasan materi selanjutnya dengan sisa waktu yang ada.
Itu tadi beberapa contoh cerpen motivasi kehidupan. Semoga dengan membaca cerpen tadi, bisa menumbuhkan motivasi kita ya.
(khq/inf)