Salah satu peristiwa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran arek-arek Suroboyo telah menunjukkan betapa heroik para pejuang dan pahlawan bangsa dalam memukul mundur pihak sekutu.
Pertempuran Surabaya ini nantinya akan menjadi asal-usul sejarah peringatan Hari Pahlawan. Seperti apa selengkapnya? Berikut kronologi Pertempuran Surabaya.
Kedatangan Pasukan Sekutu
Pertempuran Surabaya dilatarbelakangi oleh perebutan senjata Jepang dan kedatangan pasukan sekutu pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari buku Sejarah 3 SMA Program Ilmu Sosial karya Drs Sardiman AM, MPd, bahwa sejak 2 September 1945 terjadi usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang. Pada 25 Oktober, pasukan sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal AWS Mallaby mendarat di Surabaya.
Kedatangan mereka didukung oleh AFNEI mulanya bertujuan untuk melucuti senjata serdadu Jepang. Namun, kedatangan Allied Force for Netherlands East Indies (AFNEI) langsung ditolak oleh pemerintah Jawa Timur.
Di bawah pimpinan Gubernur Suryo, akhirnya AFNEI di bawah pimpinan Mallaby dan perwakilan Republik Indonesia mengadakan pertemuan untuk menyepakati hal-hal berikut:
1. Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak akan ada Angkatan Perang Belanda.
2. Kedua belah pihak setuju untuk saling menjaga ketentraman dan keamanan.
3. Contact Bureau (Kontak Biro) akan dibentuk untuk menjamin kerja sama berjalan dengan baik.
4. Inggris hanya datang untuk melucuti senjata tentara Jepang.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, pemerintah RI akhirnya mempersilahkan tentara Inggris memasuki kota Surabaya.
Kontak Senjata Pertama
Namun, keesokan harinya pihak Inggris mengingkari janji. Pada malam hari tanggal 26 Oktober 1945, satu peleton Field Security Section di bawah pimpinan Kapten Shaw melakukan penyergapan penjara Kalisosok.
Hal ini dilakukan untuk membebaskan Kolonel Huiyer, yaitu Kolonel Angkatan laut Belanda beserta dengan kawan-kawannya. Setelah membebaskan para tahanan Belanda, Kapten Shaw menduduki Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos, Gedung Bank Internatio dan beberapa objek vital lainnya.
Sementara itu, dikutip dari buku Sejarah SMP/MTs Kelas IX karya Nana Nurliana Soeyono dkk, pada 27 Oktober 1945 siang, pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata yang mereka rampasan Jepang.
Suasana semakin kritis ketika Mallaby tidak mengaku dan tidak tahu menahu perihal penyebaran pamflet ultimatum tersebut. Kejadian ini membuat rakyat Surabaya marah dan menyerang pos-pos Sekutu.
Pada hari itu juga, kontak sennjata pertama rakyat Indonesia dengan pasukan Inggris terjadi. Konflik tersebut meluas ke berbagai wilayah kota dan terjadi sampai tanggal 30 Oktober 1945. Akhirnya, rakyat Indonesia berhasil merebut objek-objek vital dan menahan Mallaby sebagai tawanan.
Kematian Jenderal AWS Mallaby
Melihat kenyataan itu, pasukan sekutu coba menghubungi Presiden Soekarno. Pada tanggal 30 Oktober 1945 malam, Soekarto, Hatta, dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya untuk mendamaikan hal tersebut.
Setelah mencapai kesepakatan damai yang ditandatangani oleh kedua pihak, mereka pun kembali ke Jakarta. Beberapa mobil Kontak Komisi yang beranggotakan Residen Surdirman, Doel Arnowo, T.D. Kundan, dan Mallaby menuju gedung Internatio yang dituntut mundur oleh arek-arek Suroboyo.
Ketika mobil yang ditumpangi Mallaby berada di sebelah utara Jembatan Merah ke arah Gedung Internation, mobil tersebut mengalami ledakkan. Ledakan yang terjadi sekitar jam 20.30 itu menewaskan Mallaby.
Letnan jenderal Sir Phillip Christison menuduh bahwa aksi pembunuhan Mallaby dilakukan oleh penduduk Surabaya. Kemudian, pihak Inggris mendatangkan pasukan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.
Pada tanggal 7 November 1945 dia menulis surat tentang ketidakmampuan Gubernur Suryo memimpin Jawa Timur. Gubernur Suryo membantah tuduhan tersebut. Hal ini mendorong Mansergh untuk mengeluarkan Ultimatum pada 9 November 1945.
Melalui ultimatum tersebut, Inggris meminta rakyat Surabaya menyerah dan meletakkan seluruh senjata mereka paling lambat pukul 06.00 keesokan harinya. Jika tidak, pihak Inggris akan menggempur Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.
Pertempuran Tiga Minggu
Ultimatum tersebut tidak dihiraukan oleh rakyat Surabaya. Para pejuang saat itu meyakini bahwa ultimatum tersebut hanyalah dalih untuk kembali menguasai Surabaya.
Oleh karena itu, para pemuda Surabaya siap memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan bangsa dari serangan besar-besaran. Hal ini mengakibatkan kontak senjata selama tiga minggu.
Pada pertempuran yang dimulai sejak 10 November 1945 itu, semangat pemuda Surabaya didorong oleh orasi salah satu tokoh nasional. Sutomo biasa dikenal Bung Tomo, melalui Radio Pemberontakan berorasi secara berapi-api untuk memimpin dan mengendalikan kekuatan rakyat Indonesia.
Dikutip dari Buku Pengetahuan Sosial Sejarah SMP Kelas 3 karya Tugiyono K., diketahui bahwa Mansergh bahkan meminta tambahan 8 kapal terbang Thunderbolt, 4 Mosquito, 21 tank Sherman, dan sejumlah besar Carriers untuk menghadapi rakyat Surabaya. Pihak Inggris mengaku rugi besar dalam "neraka" Pertempuran Surabaya itu.
Gerakan pasukan Inggris disertai dengan pengeboman yang ditujukan pada sasaran tempat pusat pemuda Surabaya. Meskipun demikian, sektor demi sektor berhasil dipertahankan secara gigih.
Akhirnya pada 28 November 1945, pasukan Inggris dapat dipukul mundur pada pertempuran terakhir yang terjadi di Gunungsari. Inggris secara resmi mengalah pada hari ke-21 Pertempuran Surabaya. Namun, perlawanan secara sporadis masih tetap dilakukan.
Dengan demikian, untuk memperingati peristiwa heroik itu, setiap tanggal 10 November Indonesia memperingati Hari Pahlawan.
(pal/pal)