Eko Endarmoko dan Anton M Moeliono dalam artikel berjudul W. J. S. Poerwadarminta Bapak Kamus Indonesia di buku Remah-remah Bahasa mengungkapkan menilik cara kerjanya, tak pelak Poerwadarminta layak disebut sebagai peletak dasar leksikografi di Indonesia.
Tiap kata dari berbagai sumber dicatat dalam kartu disertai keterangan mengenai sumber, batas-batas arti, serta bagaimana penggunaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bersama sekian teks yang telah ia ambil kata-katanya, semua bahan tersebut kemudian ia simpan baik-baik. Sebuah ketelatenan yang amat menakjubkan, dan ini baru merupakan langkah awal dari satu pekerjaan mahapelik"
Karena itu, kamus yang dihasilkan Poerwadarminta pun kemudian layak dipandang sebagai tonggak dan dipergunakan sebagai rujukan dalam pengembangan kamus bahasa Indonesia.
Kerja dalam Kesunyian
Menurut cerita, laki-laki yang biasa memakai surjan dan blangkon bercorak lurik ini akan sangat serius jika sudah mulai asyik "bergumul" dengan kata-kata.
Cucu Poerwadarminta, Hartanto menyebut ada dua tempat favorit eyangnya bekerja yakni di kamar dan ruang tamu. "Di pojokan ruang tamu dulu ada dipan lengkung yang digunakan untuk istirahat di sela-sela waktu bekerja. Eyang kerja dalam kesunyian," ujar Hartanto.
![]() |
Swantoro menulis, menyusun kamus di masa sekarang tidak selama ketika dahulu Poerwadarminta mulai bekerja mengumpulkan kata-kata dan menyusunnya. Poerwadarminta bekerja sendirian, dalam kesunyian dan keterbatasan teknologi.
"Menyusun KBBI tidak memakan waktu sama lamanya dengan menyusun Kamus Umum Poerwadarminta untuk pertama kali. Perbedaan jangka waktu ini tidak saja karena adanya akhir-akhir ini peralatan modern seperti komputer, tetapi juga karena anggota tim penyusun sudah jauh lebih banyak dan kompeten."
Menjelang penghujung November 1968, Poerwadarminta yang saat itu berusia 64 tahun, tiba-tiba mengeluh sakit perut ketika tengah bertekun menyusun kamus Indonesia-Prancis. Kamus tersebut disusun dengan bantuan putri sulungnya, Elisabeth Soehartinah.
Ia tak bisa melanjutkan pekerjaannya dan kemudian dibawa ke Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta untuk diopname, lalu dioperasi. Namun, pascaoperasi kondisi kesehatannya justru berangsur-angsur melemah. Poerwadarminta akhirnya meninggal dunia pada Kamis 28 November 1968.
John M Echols mengungkapkan wafatnya Poerwadarminta, seorang leksikografer dan ahli tata bahasa yang luar biasa merupakan sebuah kehilangan besar bagi Indonesia.
(pal/pal)