Kronologi Agresi Militer Belanda I, Awal Mula hingga Keterlibatan PBB

ADVERTISEMENT

Kronologi Agresi Militer Belanda I, Awal Mula hingga Keterlibatan PBB

Baladan Hadza Firosya - detikEdu
Jumat, 06 Okt 2023 11:30 WIB
Diorama kekejaman penjajah saat Agresi Militer
Foto: Irvan Maulana/detikJabar
Jakarta -

Pasca kemerdekaannya, Republik Indonesia belum usai dari upaya penjajahan Belanda, yang melanjutkan agresi militer mereka dalam upaya untuk menguasai kembali wilayah yang telah menjadi bagian dari bekas koloninya.

Agresi militer Belanda tersebut merupakan salah satu fase kritis dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun proklamasi kemerdekaan Indonesia telah terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda tetap bersikeras untuk menguasai wilayah-wilayah strategis di Indonesia.

Dimulainya Agresi Militer Belanda I

Merujuk pada beberapa sumber, seperti dari Modul Pembelajaran SMA: Sejarah Indonesia Kelas XI oleh Alin Rizkiyan Putra, dan laman resmi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, agresi militer Belanda I bermula dari perselisihan antara Indonesia dan Belanda yang timbul karena perbedaan penafsiran terkait hasil Perundingan Linggarjati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tanggal 20 Juli 1947, Letnan Gubernur Jenderal Hubertus van Mook mengumumkan bahwa Belanda tidak lagi merasa terikat oleh Persetujuan Linggarjati.

Pada hari berikutnya, tepatnya pada tanggal 21 Juli 1947, pukul 00.00 WIB, Belanda melakukan aksi Agresi Militer sebagai respons terhadap ketidaksepakatan tersebut dengan kota-kota besar di Jawa yang menjadi sasarannya.

ADVERTISEMENT

Tujuan Agresi Militer Belanda I

Tujuan utama Agresi Militer Belanda I adalah merebut daerah-daerah perkebunan dan pertambangan yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Tentara Belanda bergerak untuk menduduki wilayah Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang, dengan Yogyakarta menjadi salah satu daerah yang menjadi sasaran utama mereka. Kota ini diserang dari udara, menyebabkan banyak warga sipil yang tidak bersalah menjadi korban.

Campur Tangan PBB

Setelah pada tanggal 21 Juli terjadi awal Agresi Militer Belanda di Indonesia. Pada tanggal 30 Juli 1947, pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar agenda Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Permintaan ini pun diterima oleh PBB dan membuat Indonesia berhasil masuk dalam pembahasan di sidang Dewan Keamanan PBB.

Pada posisinya, India sendiri memberikan dukungan kepada Republik Indonesia (RI) dalam Dewan Keamanan PBB karena solidaritas regional, terutama setelah konferensi internasional di New Delhi pada Maret 1947, di mana Indonesia turut serta.

Selain itu, hubungan baik antara RI dan India juga memainkan peran penting. Selama masa pemerintahan Sutan Syahrir antara 1946-1947, dimana Indonesia membantu India yang tengah mengalami kelaparan dengan mengirimkan bantuan beras sebanyak 700.000 ton.

Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa dari tanggal 30 Juli 1947 hingga 4 Agustus 1947, pasukan Belanda masih melakukan gerakan militer.

Namun, setelah beberapa minggu tanpa ada keputusan, pada tanggal 25 Agustus 1947, usulan dari Amerika Serikat (AS) diterima sebagai keputusan Dewan Keamanan PBB.

Pembentukan KTN

Merujuk pada beberapa sumber seperti Modul Pembelajaran SMA: Sejarah Indonesia Kelas XI oleh Alin Rizkiyan Putra dan Skripsi milik Purniyawati yang berjudul "Agresi Militer Belanda I 21 Juli 1947", atas usul dari Amerika Serikat, PBB akhirnya membentuk sebuah komisi bernama Committee of Good Officer (Komisi Jasa-Jasa Baik).

Komisi Jasa-Jasa Baik yang kemudian dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN) bertugas sebagai mediator dalam penyelesaian masalah antara indonesia dengan Belanda. Anggota KTN sendiri terdiri dari Dr. Frank Graham (AS), Paul Van Zeeland (Belgia), dan Richard Kirby (Australia).

Atas dasar putusan Dewan Keamanan PBB tersebut, pada tanggal 18 September 1947 Belanda memilih Belgia, sementara RI sendiri memilih Australia, dan keduanya sepakat untuk memilih Amerika Serikat sebagai negara ketiga yang akan bergabung KTN.

Tugas KTN

Mengutip dari dua sumber sebelumnya, KTN bertugas sebagai mediator dalam penyelesaian masalah antara Indonesia dengan Belanda. Anggota KTN sendiri terdiri dari Dr Frank Graham (AS), Paul Van Zeeland (Belgia), dan Richard Kirby (Australia).

Namun, sebelum KTN terbentuk dan sebelum mereka tiba di Indonesia, Belanda terus melakukan langkah-langkah yang merugikan RI dengan memproklamasikan garis perbatasan yang dikenal sebagai garis van Mook sebagai pemisah wilayah Belanda dan Indonesia yang menyulitkan Indonesia.

Akhirnya, berkat adanya KTN ini, tekanan internasional semakin terasa, dan akhirnya KTN mampu mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI pada tanggal 8 Desember 1947 dan memaksa Belanda untuk memulai perundingan dengan Indonesia, yang dikenal sebagai Perjanjian Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948 diatas kapal AS, Renville.




(nah/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads