- Apa Saja Unsur Intrinsik Cerpen? 1. Tema 2. Penokohan a. Teknik Analitik Langsung b. Penggambaran Fisik dan Perilaku Tokoh c. Penggambaran Lingkungan Kehidupan Tokoh d. Penggambaran Tata Kebahasaan Tokoh e. Pengungkapan Jalan Pikiran Tokoh f. Penggambaran oleh Tokoh Lain 3. Alur 4. Latar 5. Gaya Bahasa 6. Sudut Pandang 7. Amanat
- Contoh Soal Unsur-unsur Intrinsik dalam Cerpen Ayah
Unsur intrinsik cerpen adalah unsur pembangun yang dapat dilihat di dalam cerita pendek. Ini berbeda dengan unsur ekstrinsik yang tidak dapat dilihat secara langsung di dalam cerita.
Jika cerita diibaratkan sebuah bangunan, maka unsur intrinsik adalah komponen dan bagian bangunannya. Ketahui penjelasan mengenai unsur intrinsik cerpen dalam artikel ini, lengkap dengan contoh soalnya.
Apa Saja Unsur Intrinsik Cerpen?
Unsur intrinsik cerpen terdiri dari tema, tokoh atau penokohan, alur cerita, latar, gaya bahasa, sudut pandang dan amanat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut penjelasannya seperti dilansir dari Modul Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia Kelas XI dari Kemdikbud.
1. Tema
Tema memang biasanya tidak ditulis oleh pengarangnya. Namun tema bisa dengan cepat kita ketahui setelah membaca cerpen, bahkan bisa juga dilihat dari judulnya.
Sebagai pembuat cerpen, menentukan tema adalah hal yang paling utama. Tema adalah gagasan dasar dari keseluruhan cerita, bisa diambil dari lingkungan sekitar, masalah pribadi, masalah pendidikan, sejarah, percintaan, persahabatan dan sebagainya.
2. Penokohan
Penokohan tidak sekadar menampilkan orang-orang sebagai tokoh, tetapi juga lengkap dengan karakternya. Cara-cara menggambarkan karakteristik tokoh adalah sebagai berikut:
a. Teknik Analitik Langsung
Teknik ini langsung menggambarkan karakter tokoh melalui teks. Misalnya:
Doni adalah siswa yang paling rajin di kelas. Tetapi dia tidak pernah sombong, walaupun berkali-kali menjadi juara kelas. Dia pun disenangi teman-temannya.
b. Penggambaran Fisik dan Perilaku Tokoh
Menunjukkan karakter tokoh juga bisa dengan penggambaran fisik, misalnya:
Seperti sedang berkampanye, orang-orang desa itu serempak berteriak-teriak! Mereka menyuruh camat agar secepatnya keluar kantor.
Tak lupa mereka mengacung-acungkan tangannya, walaupun dengan perasaan yang masih juga ragu-ragu. Malah ada di antara mereka sibuk sendiri menyeragamkan acungan tangannya, agar tidak kelihatan berbeda dengan orang lain.
Sudah barang tentu, suasana di sekitar kecamatan menjadi riuh. Bukan saja oleh demonstran-demonstran dari desa itu, tapi juga oleh orang-orang yang kebetulan lewat dan ada disana.
c. Penggambaran Lingkungan Kehidupan Tokoh
Tokoh juga perlu digambarkan lingkungan kehidupannya agar dapat diketahui karakter pembentuknya atau adanya kondisi lain, misalnya:
Desa Karangsaga tidak kebagian aliran listrik. Padahal kampung-kampung tetangganya sudah pada terang semua. Ini membuat Joni kesulitan belajar di malam hari.
d. Penggambaran Tata Kebahasaan Tokoh
Karakter tokoh juga dapat digambarkan melalui ucapan. Misalnya:
Dia bilang tidak bermaksud menyebarkan provokasi. Tapi bagaimana pun, yang diucapkannya benar-benar membuat orang sedesa marah.
e. Pengungkapan Jalan Pikiran Tokoh
Jalan pikiran tokoh pun dapat mengungkap karakternya.
Ia sangat ingin menemui anak gadisnya itu tanpa ketakutan. Dia ingin mendekapnya, mencium bau keringatnya. Dalam pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambutnya dirinya.
f. Penggambaran oleh Tokoh Lain
Karakter seorang tokoh bisa diungkap oleh tokoh lainnya. Misalnya:
Ia paling pandai bercerita, menyanyi, dan menari. Tak jarang ia bertandang ke rumah sambil membawa aneka brosur barang-barang promosi. Yang menjengkelkan saya, seluruh keluargaku jadi menaruh perhatian kepadanya.
3. Alur
Alur adalah urutan cerita, hubungan sebab akibat, ataupun sesuatu yang bersifat kronologis. Ada alur maju, mundur, dan campuran.
Pola pengembangan cerita harus menarik, mudah dipahami, dan logis. Terkadang alur membuat cerita menjadi mengejutkan.
4. Latar
Latar atau setting mencakup tempat, waktu, dan peristiwa yang menjadi latar belakang suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual maupun imajinatif. Latar ini dapat memperkuat jalannya suatu cerita.
5. Gaya Bahasa
Gaya bahasa berfungsi menciptakan nada atau suasana persuasif serta membuat dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh.
Gaya bahasa menggambarkan kedekatan antartokoh hingga dapat menunjukkan karakter seseorang.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang cerpen menceritakan, apakah dia sebagai orang pertama, kedua, ketiga, atau sebagai orang di luar cerita.
7. Amanat
Seperti tema, amanat juga sering kali tidak disampaikan secara tekstual, namun dapat dipahami ketika membaca cerpen secara utuh. Akan tetapi amanat bisa juga disampaikan melalui dialog.
Contoh Soal
Berikut ini adalah cerpen berjudul Ayah yang dikutip dari Modul 3 Ceritaku Ceritamu (Karya Sastra Cerpen) Kemdikbud. Dari cerpen ini, kita akan bahas apa saja unsur intrinsiknya.
AYAH
Karya Mirza Diani Amalia
Aku benci kepadanya. Benar-benar benci. Laki-laki paruh baya itu, yang seharusnya amat kucintai, satu-satunya orang yang kumiliki setelah Ibu pergi, malah ku benci mati-matian.
Setiap hari, aku selalu pulang lewat tengah malam. Bagiku, berada di rumah itu bagaikan di Neraka. Satu alasan, karena di rumah ada orang itu.
Setiap ia memergokiku pulang larut malam, Ia langsung memarahiku habis-habisan, mengomel panjang lebar. Tentang inilah, itulah inilah, itulah. Yang ia tak tahu, ucapan panjang lebarnya itu sia-sia.
Membuang tenaganya saja, karena toh aku sama sekali tak menghiraukannya, menutup kupingku rapat-rapat, seolah tak ada yang berbicara kepadaku. Entah apa yang merasuki diriku, hingga aku benar-benar membencinya.
Dia ayahku! Ayah kandungku! Tapi apa pantas ia ku panggil ayah? Dia membuangku dan ibu, sementara ia menikah lagi dengan wanita lain, yang lebih muda dan cantik daripada ibu. Lalu tiba-tiba ia kembali lagi dalam kehidupan kami setelah wanita itu pergi meninggalkannya.
Apa pantas laki-laki tak bertanggung jawab ini ku panggil ayah?! Kemana saja ia selama ini?! Aku dan Ibu, bersusah payah hidup melarat di jalanan, tanpa sepeserpun uang. Sebungkus nasi untuk makan pun kami sudah sangat bersyukur.
Ayah macam apa, yang membiarkan anaknya, memeras keringat di bawah terik matahari, membiarkan anaknya bertaruh nyawa di tengah jalanan yang penuh mobil-mobil berseliweran, sementara dirinya enak-enakan. Duduk manis, bersantai di rumah mewah bersama wanita yang tak tahu diri itu tanpa memikirkan sedikitpun kondisiku dan ibu. Kutanya sekali lagi, apa itu pantas disebut ayah?!
Puncak kebencianku padanya, pada suatu waktu, saat aku mencoba melunakkan hatiku untuk ikut makan malam bersamanya. Ia mengajakku berbicara tentang masa depanku.
Bulan depan aku lulus SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Dia memaksaku mengambil jurusan Ekonomi manajemen untuk meneruskan bisnisnya. Tapi ia tak pernah tahu, kalau sejak kecil aku ingin sekali menjadi seniman.
Lantas, aku menolak idenya dan mengatakan pendapatku untuk mengambil jurusan kesenian. Tapi apa yang ia perbuat?! Malah memarahiku habis-habisan, menghina pendapatku, mencaci impianku sejak kecil itu, mengatakan kalau aku benar-benar sinting dan bodoh bila masuk ke fakultas kesenian.
Kukatakan kepadanya setengah membentak, "Aku sudah besar! Aku bisa menentukan kehidupanku sendiri! Ini hidupku, hakku pribadi untuk menentukan kemana aku akan melangkah selanjutnya! Aku bukan robot yang bisa kau perintah kesana kemari!" Mendengar aku tetap kekeh pada pendirianku, ia malah mengancam tak mau membiayai kuliahku. Tantangan yang ia berikan pun kujawab dengan aksiku minggat dari rumah.
Hidupku kembali seperti dulu, sendirian. Berjuang sendiri demi hidupku, bebas, bebas menggapai semua impianku yang sejak dulu ingin kucapai.
Sampai akhirnya 2 tahun berlalu. Tiba-tiba, ia datang dan berdiri di depan pintu kos ku. Penampilan laki-laki itu jauh berbeda dari 2 tahun yang lalu.
Matanya cekung karena kurang tidur, badannya kurus dan mulai mengeriput, dan... di mana wajah angkuh nan sombong yang biasa ia tampilkan itu? Hanya ekspresi sendu yang dapat kulihat dari wajahnya saat itu. Tapi rasa kesal dan amarahku masih amat besar terhadapnya. Langsung ku usir dia dari rumahku.
Ternyata sifat keras kepalanya sama sekali tak berubah. Ia tetap berdiri disana, tak bergeming sedikitpun. Kesalku bertambah, kudorong badannya menjauhi pintu lalu aku pergi menjauh. Ya Tuhan, betapa keras kepalanya ayahku ini.
Dengan fisik rentanya ia masih mencoba mengejarku. Aku terpaksa mempercepat langkahku, berlari menyeberangi jalan raya yang tepat berada di depan kos-ku.
Yang aku tak tahu, saat itu sebuah mobil box melaju kencang ke arahku. Saat aku menyadarinya, aku hanya pasrah dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
Saat aku membuka mata, kukira aku telah terbang menuju alam lain sana, tetapi tidak. Nyatanya aku masih terduduk di pinggir trotoar, sementara warga semakin ramai berkerumun di depanku.
Rasa penasaran membuatku bangkit dan melihat apa yang telah terjadi. Dalam pandanganku, laki-laki itu terkapar, bersimbah darah. Tak terasa air mataku menggenang, bahuku mulai berguncang keras.
Entah mengapa tangisku mengalir deras tanpa bisa ditahan. Rasa takut kehilangan menjalari seluruh ragaku. Untuk pertama kalinya, aku menyadari, aku menyayangi ayahku.
Pendarahan otak yang dialami ayahku gara-gara kecelakaan itu terlalu parah. Nyawanya tak bisa diselamatkan. Sebagai anak satu-satunya, jelaslah kalau hanya aku yang bisa meneruskan bisnis ayahku ini.
Dua hari setelah kematian ayah, aku langsung pergi ke kantor. Mengurus semua keperluan yang kubutuhkan untuk menggantikan ayahku di perusahaan.
Aku masuk ke dalam ruangan kerja ayahku untuk membereskan barang-barang peninggalannya, dan aku menemukan sebuah surat lusuh yang menarik perhatian ku dalam laci mejanya. Kubaca surat itu perlahan. Napasku tertahan membaca setiap kalimat dalam surat itu.
......Anakku tersayang.. Langit Ramadhan. Di mana kamu sekarang? Ayah kangen sama kamu. Apa kamu masih ingat sama ayah? Pasti kamu sudah besar sekarang.
Maafin ayah, Nak. Maafin ayah. Ayah pergi meninggalkanmu dan ibumu. Ayah menterlantarkanmu. Maafin ayah. Ayah nggak bisa menemani kamu tumbuh dewasa. Ayah nggak pernah memberimu semangat saat kamu bertanding bola dengan teman-temanmu.
Ayah juga nggak pernah menemani kamu bermain, Ayah nggak pernah melakukan apa yang dilakukan seorang ayah kepada anaknya. Ayah minta maaf, Nak. Ayah benar-benar minta maaf. Meninggalkanmu dan ibu, adalah kesalahan terbesar yang pernah ayah buat. Maafin ayah...
Bercak tetesan air mata ayah masih tercetak jelas di atas kertas itu. Membuatku menyadari kesalahan terbesarku. Membenci ayahku, seseorang yang dulu sangat kurindukan kehadirannya.
Kunantikan kasih sayang serta pelukannya. Kini semua telah terlambat. Aku benar-benar terlambat menyadarinya, bahwa sebenarnya aku sayang ayahku, bahwa sebenarnya aku butuh perhatian dan kasih sayangnya, seperti anak-anak lainnya. Lantas aku mengutuki diriku. Tuhan, mengapa penyesalan selalu datang terlambat?
Unsur-unsur Intrinsik dalam Cerpen Ayah
- Tema: konflik keluarga dan penyesalan
- Alur/plot: Alur mundur (flashback)
- Latar:
- Tempat: kost/rumah, jalan, dan kantor
- Waktu: kejadian yang telah lalu
- Suasana: sedih - Tokoh:
- Ayah
- Anak (Langit Ramadhan) - Sudut pandang: orang pertama pelaku utama
- Amanat: Jangan memiliki sifat pendendam, terutama terhadap orang tua
Demikian tadi penjelasan mengenai unsur intrinsik cerpen lengkap dengan contoh soal dan ulasannya. Semoga bermanfaat.
(bai/inf)