Kemarahan menjadi dorongan utama munculnya aktivisme perubahan iklim dan perubahan kebijakannya. Hasil studi tersebut dilaporkan peneliti Thea Gregersen dan rekan-rekan di jurnal Global Environment Change.
Berdasarkan pertanyaan terbuka "Apa hal tentang perubahan iklim yang membuat kamu marah?", peneliti mendapati bahwa alasan umum kemarahan orang adalah tindakan manusia yang memicunya. Para responden penelitian juga beberapa kali menyatakan bahwa pihak yang bertanggung jawab soal perubahan iklim terutama adalah para politisi.
Hubungan Kemarahan dan Aktivisme Perubahan Iklim
Kekuatan kemarahan juga rupanya terkait dengan tiga jenis keterlibatan seseorang dalam isu perubahan iklim. Namun, peneliti mendapati pengaruhnya berbeda-beda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, kemarahan atas perubahan iklim menjadi prediktor terkuat atas aktivisme seseorang di kemudian hari. Kemarahan tersebut juga memicu seseorang mendukung kebijakan terkait perubahan iklim. Namun, kemarahan tidak berhubungan dengan usaha orang itu sendiri mencegah perubahan iklim.
Di sisi lain, Gregersen dan rekan-rekan mendapati bahwa orang yang skeptis pada ancaman perubahan iklim itu sendiri cenderung tidak meningkat perilaku aktivismenya. Ketidakpuasan terhadap langkah-langkah mitigasi perubahan iklim juga tidak bikin seseorang mau bergerak untuk mengatasinya.
Aktivisme Perubahan Iklim: Marah soal Apa?
Tim peneliti menemukan, 90 persen orang marah karena melihat perubahan iklim sebagai sebuah masalah. Sedangkan 10 persen (78 orang) tidak marah karena melihatnya sebagai masalah, tetapi karena skeptis soal seberapa parah isu perubahan iklim sebenarnya dan tidak setuju pada langkah-langkah pencegahan yang saat ini berjalan.
Lebih lanjut, 57 persen orang marah karena tindakan manusia yang berdampak pada perubahan iklim. Kelompok ini menilai tindakan dan kelambanan manusia bikin pencegahan perubahan iklim gagal. Mereka menilai tidak cukup tindakan yang sudah dilakukan, dan manusia menggunakan sumber daya secara berlebihan.
Sedangkan 26 persen responden marah karena kualitas manusia saat ini, salah satunya karena banyak manusia tidak peduli dengan perubahan iklim. 31 Persen respons juga menyatakan pendapatnya soal siapa yang bertanggung jawab atas perubahan iklim. Politisi, sebagai pihak biang keladi menurut kelompok ini, disebut "terlalu banyak bicara, tindakannya terlalu sedikit."
(twu/nwy)