Sejumlah traveler Inggris Raya baru saja pulang ketika ia terdeteksi positif malaria. Kabar ini mereka dengar tidak dari hasil pemeriksaan dokter di faskes, melainkan dari hasil pindai dengan mikroskop bertenaga AI, EasyScan GO.
Mikroskop AI tersebut memiliki akurasi 88 persen, berdasarkan laporan peneliti Roxxane R Rees-Channer dan rekan-rekan. Temuan mereka dipublikasi di Frontiers in Malaria.
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebakan oleh parasit Plasmodium. Biasanya, malaria menular lewat gigitan nyamuk. Gejalanya mulai dari demam, menggigil, berkeringat, tetapi baru muncul sekitar beberapa minggu setelah kena gigitan nyamuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti menemukan, sistem diagnosis gabungan mikroskop otomatis dan artificial intelligence (AI) rupanya bisa mengidentifikasi parasit malaria pada seseorang. Hasil deteksinya hampir sama akurat dengan mikroskop tenaga ahli yang digunakan dalam prosedur diagnostik selama ini.
Ini artinya, mikroskop bertenaga AI itu bisa bantu mengurangi beban kerja dan keahlian petugas medis. Sebab saat ini, malaria membuat 200 juta orang jatuh sakit dan merenggut lebih dari 500.000 nyawa per tahun.
Alternatif Diagnosis Malaria, Pakai AI
World Health Organization merekomendasikan diagnosis berdasarkan parasit Plasmidium sebelum memulai pengobatan untuk penyakit-penyakit yang disebabkannya. Standar metode diagnosis malaria yaitu memakai mikroskop cahaya manual.
Jika memakai mikroskop manual, seorang spesialis akan memeriksa film darah dengan mikroskop. Dari situ, ia bisa mengonfirmasi adanya parasit malaria.
Namun, akurasi metode ini sangat bergantung pada keterampilan ahli mikroskop. Keterampilan ini berisiko terkendala faktor kelelahan akibat beban kerjanya.
Nah, mikroskop AI EasyScan GO yang full otomatatis menggabungkan perangkat lunak pendeteksi malaria berbasis kecerdasan buatan (AI) dan mikroskop otomatis. Sistem ini dinilai dapat mendiagnosis malaria dengan akurasi yang bermanfaat secara klinis.
"Dengan tingkat akurasi diagnostik 88 persen terhadap akurasi ahli mikroskop, sistem AI ini bisa mengidentifikasi parasit malaria hampir sebaik para ahli," kata Rees-Channer, penulis pertama studi dan peneliti di RS Penyakit Tropis, University College London Hospital (UCLHs), Inggris, dikutip dari FrontiesIn.
"Tingkat kinerja dalam pengaturan klinis ini merupakan pencapaian besar untuk algoritme AI yang menargetkan malaria. Ini menunjukkan bahwa sistem tersebut memang bisa menjadi alat yang berguna secara klinis untuk diagnosis malaria, dalam pengaturan yang tepat," sambungnya.
Mikroskop AI Otomatis
Rees-Channer mengatakan, diagnosis otomatis malaria dengan AI berpotensi mengurangi beban kerja dan potensi salah deteksi oleh tenaga profesional yang kelelahan. Cara kerjanya, alat mikroskop otomatis memindai film darah, sedangkan algoritme detektor malaria memproses gambar untuk mendeteksi keberadaan parasit beserta jumlahnya.
"Ini mengurangi beban pekerja mikroskop dan meningkatkan jumlah pasien yang dapat ditangani," katanya.
Tim Rees-Channer sendiri mengambil lebih dari 1.200 sampel darah para pelancong yang telah kembali ke Inggris dari negara endemik malaria. Studi ini menguji keakuratan AI dan sistem mikroskop otomatis dalam pengaturan klinis sebenarnya, dalam kondisi ideal.
Mereka lalu mengevaluasi sampel menggunakan dua sistem: mikroskop cahaya manual dan sistem mikroskop AI. Sistem manual mendeteksi 113 sampel sebagai positif parasit malaria, sedangkan sistem AI mengidentifikasi 99 sampel positif. Temuan ini sesuai dengan tingkat akurasi mikroskop AI, 88 persen.
"Biasanya, hasil AI untuk kedokteran bagus di awal dengan memakai kumpulan data internal, tetapi kemudian gagal dalam kondisi klinis sehari-hari yang nyata," kata Rees-Channer.
Di sisi lain, ia mengakui mikroskop AI ini juga salah mengidentifikasi 122 sampel sebagai positif. Ini berisiko menyebabkan pasien menerima obat anti-malaria yang tidak perlu.
"Perangkat lunak AI masih belum seakurat ahli mikroskop. Studi ini lebih condong menjadi salah satu hasil yang menjanjikan (potensi mikroskop AI), ketimbang bukti mutlak," pungkasnya.
(twu/nwy)