Harvard memproyeksikan Indonesia dan keempat negara ini menjadi yang tercepat pertumbuhan ekonominya untuk 1 dekade mendatang. Begini datanya.
China, India, Indonesia, Uganda dan Vietnam diproyeksikan menjadi salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat 10 tahun mendatang, menurut para peneliti dari Growth Lab Harvard, demikian dilansir dari laman Universitas Harvard, 2 Agustus 2023, ditulis Selasa (8/8/2023).
Proyeksi pertumbuhan baru yang disajikan dalam Atlas Kompleksitas Ekonomi (Atlas of Economic Complexity) mencakup tampilan mendetail pertama pada data perdagangan tahun 2021. Atlas ini mengungkapkan gangguan berkelanjutan dari pemulihan ekonomi yang tidak merata hingga pandemi global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data dari Atlas Kompleksitas Ekonomi ini diambil dari Indeks Kompleksitas Ekonomi (Economic Complexity Index/ECI) yang mengukur keragaman dan kemampuan produktif suatu negara dalam ekspor yang disusun Growth Lab Harvard.
Populasi ECI
Growth Lab Harvard memasukkan semua negara-negara di dunia dengan data mentah Profil Negara disediakan oleh UN COMTRADE (HS 1992) dan World Development Indicators dari Bank Dunia, kemudian disaring dengan beberapa kategori seperti:
1. Memiliki Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product (GDP) dan informasi ekspor
2. Populasi penduduk di atas satu juta jiwa
3. Rata-rata perdagangan di atas US$ 1 miliar (sekitar Rp 15,2 Triliun)
4. Data-data yang reliabel atau dapat diandalkan
![]() |
Dari penentuan kategori semua itu mengerucutlah jadi 133 negara di dunia termasuk Indonesia.
Metodologi ECI
ECI adalah peringkat negara berdasarkan keragaman, kemampuan produktif dan kompleksitas keranjang ekspor mereka. Negara-negara dengan kompleksitas tinggi adalah rumah bagi berbagai kemampuan khusus yang canggih dan oleh karena itu mampu menghasilkan serangkaian produk kompleks yang sangat beragam.
Menentukan kompleksitas ekonomi suatu negara tidak hanya bergantung pada pengetahuan produktif suatu negara. Informasi tentang seberapa banyak kemampuan yang dimiliki negara tidak hanya terkandung dalam jumlah absolut produk yang dibuatnya, tetapi juga dalam keberadaan produk-produk tersebut (jumlah negara yang mengekspor produk) dan dalam kecanggihan dan keragaman produk-produk tersebut dibanding yang dibuat negara lain.
Kompleksitas ekonomi mengungkapkan keragaman dan kecanggihan kemampuan produktif yang tertanam dalam ekspor masing-masing negara. ECI telah terbukti menjelaskan perbedaan pendapatan antar negara dan memprediksi pertumbuhan di masa depan lebih baik daripada ukuran tunggal lainnya.
Hasil ECI Indonesia dalam Atlas Kompleksitas Ekonomi
![]() |
Hasil dari ECI dipresentasikan dalam Atlas Kompleksitas Ekonomi (Atlas of Economic Complexity). Di sini, hasil untuk Indonesia didapati:
1. GDP per Kapita US$ 4.334 (Rp 65.866.831), ranking 84 dari 133 negara
2. Ranking ECI Indonesia untuk tahun 2021 adalah 64 dari 133 negara, naik dibanding tahun 1995 di posisi 77.
3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi hingga tahun 2031 adalah 5,64%; urutan 5 dari 133 negara.
Peringkat Indonesia itu dirilis dalam peringkat ECI 2023 hasil riset Peneliti Growth Lab. Peringkat ECI 2021 menunjukkan stabilitas luar biasa meskipun pemulihan ekonomi tidak merata dan efek pandemi berkepanjangan di tahun 2021.
Dalam data Harvard dituliskan, Indonesia mengekspor produk senilai USD $264 miliar (Rp. 4.020.944.400.000.000) pada tahun 2021. Pertumbuhan ekspor rata-rata tahunan tumbuh sebesar 9,3% selama lima tahun terakhir dari 2021. Ekspor nonmigas telah tumbuh sebesar 9,9% per tahun selama lima tahun terakhir dari 2021, melampaui rata-rata pertumbuhan global. Impor mencapai USD $225 miliar (Rp. 3.426.941.250.000.000) pada tahun 2021, menjadikan Indonesia dengan surplus perdagangan barang dan jasa.
![]() |
Pemeringkatan ECI Dunia
Pemeringkatan ECI menemukan negara paling kompleks di dunia secara berurutan adalah Jepang, Swiss, Korea Selatan, Jerman, dan Singapura. Sejumlah negara telah menunjukkan peningkatan signifikan dalam kompleksitas ekonomi selama dekade terakhir, termasuk Rumania, Filipina, dan Korea Selatan. Di sisi lain, negara-negara seperti Panama, Kuba, Ghana, dan Brasil mengalami penurunan dalam kompleksitas ekonomi akibat kegagalan dalam diversifikasi ekspor.
Atlas Kompleksitas Ekonomi tidak hanya menggambarkan perbedaan dalam kemampuan produktif antara negara-negara, tetapi juga mengidentifikasi peluang pertumbuhan dan dinamika ekonomi lebih dari 5.000 barang dan jasa di seluruh dunia.
China diharapkan menjadi negara ekonomi per kapita dengan pertumbuhan tercepat, meskipun tingkat pertumbuhannya lebih kecil dari keuntungan yang terlihat selama dekade terakhir.
Proyeksi pertumbuhan selama dekade berikutnya menunjukkan tiga wilayah utama: Asia Timur, Eropa Timur, dan Afrika Timur. Beberapa ekonomi Asia memiliki kompleksitas ekonomi yang memadai untuk mengalami pertumbuhan cepat hingga tahun 2031, dengan China, Kamboja, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan India akan menjadi yang terdepan dalam hal ini.
Di Afrika Timur, beberapa negara diharapkan mengalami pertumbuhan yang signifikan, lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi daripada peningkatan kompleksitas ekonomi. Negara-negara seperti Uganda, Tanzania, dan Mozambik termasuk dalam kategori ini.
Eropa Timur menunjukkan potensi pertumbuhan yang kuat berdasarkan peningkatan kompleksitas ekonominya, dengan Georgia, Lituania, Belarusia, Armenia, Latvia, Bosnia dan Herzegovina, Rumania, dan Albania berada di peringkat tinggi dalam hal pertumbuhan ekonomi per kapita.
Selain itu, proyeksi juga mengindikasikan potensi pertumbuhan yang signifikan di Mesir. Kawasan lain seperti Amerika Latin, Karibia, dan Afrika Barat menghadapi prospek pertumbuhan yang lebih tantangan akibat rendahnya kompleksitas ekonomi.
Menurut Direktur Growth Lab, peneliti terkemuka Atlas Kompleksitas Ekonomi dan profesor di Harvard Kennedy School Ricardo Hausmann mengatakan negara-negara yang telah berinvestasi dalam sektor ekonomi yang lebih kompleks, seperti China dan Vietnam, akan menjadi yang terdepan dalam pertumbuhan global di dekade mendatang. Dia juga menyoroti pentingnya kompleksitas ekonomi dalam merangsang pertumbuhan dan mengidentifikasi korelasinya dengan pendapatan negara.
"Negara-negara yang telah mendiversifikasi produksinya ke sektor yang lebih kompleks, seperti Vietnam dan China, adalah negara yang akan memimpin pertumbuhan global dalam dekade mendatang. China dan Vietnam telah menyadari banyak keuntungan pendapatan dari kompleksitas mereka yang meningkat. Namun demikian, mereka tetap lebih kompleks dari yang diharapkan untuk tingkat pendapatan mereka sehingga akan tetap menjadi kutub pertumbuhan global," kata Ricardo Hausmann.
(nwk/twu)