Jakarta -
Cacing besar Alaska mungkin salah satu cacing kenamaan dari tempat dingin di serial Spongebob Squarepants. Temuan cacing purba yang bangkit dari kubur di Siberia, Rusia baru-baru ini mungkin juga bisa sama terkenalnya jika diangkat ke layar kaca sebagai premis film horor atau sci-fi.
Peneliti Anastasia Shatilovich dan rekan-rekannya berhasil menghidupkan kembali spesies baru cacing gelang atau nematoda purba. Cacing itu diperkirakan hidup di waktu yang sama dengan Neanderthal dan mammoth. Cacing gelang itu lalu terkubur di permafrost atau tanah beku Siberia di kedalaman 39 meter di bawah permukaan tanah selama 46.000 tahun.
Penemuan ini menimbulkan harapan peneliti untuk bantu manusia bertahan hidup di kondisi ekstrem. Contohnya, pembajakan fenomena biologis ini dapat bantu astronaut pulang ke Bumi dengan selamat dari ekspedisi ratusan tahun, dari sistem Tata Surya ke sistem bintang lain, dikutip dari ZME Science.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cacing Mati Suri
Ilustrasi permafrost di Siberia. Foto: Getty Images/iStockphoto/Adrian Wojcik |
Permafrost atau ibun abadi adalah tanah beku yang berada di bawah suhu 0 derajat Celcius selama minimal 2 tahun. Bagian atasnya dapat berupa tanah hangat setinggi beberapa cm sampai beberapa ratus meter, tapi sisanya beku.
Nah, beberapa cacing gelang purba ini rupanya bisa mati suri di dalam permafrost yang dinginnya mirip freezer, plus kekurangan air dan oksigen. Cara bertahan hidup ini disebut cryptobiosis.
Selama cryptobiosis, metabolisme makhluk mikroskopis ini berhenti. Mereka juga tidak bereproduksi, berkembang, dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Baru ketika kondisi lingkungannya membaik, cacing ini bisa hidup kembali. Inilah yang terjadi pada cacing purba yang diteliti Shatilovich dkk dalam jurnal Plos Genetics.
Proses bangkit dari kubur>>>
Proses Bangkit dari Kubur
Permafrost tempat cacing purba ditemukan. Foto: Shatilovich et al |
Sebelumnya, fenomena cryptobiosis ini ditemukan pada awal abad ke-18 oleh Antonie van Leeuwenhoek. Peneliti yang kelak jadi Bapak Mikrobiologi sedang mengamati debu yang kelihatannya tidak bernyawa. Dalam satu jam berada di air, 'debu' itu hidup. Ini juga terjadi di makhluk mikroskopis beruang air tardigrade dan rotifera.
Tidak hanya bangkit dari kubur, cacing purba ini lalu bereproduksi. Ini artinya, spesies dari puluhan ribu tahun lalu ini bisa melahirkan keturunan yang sama sekali baru ke zaman modern.
Kini, sudah ada puluhan cacing baru dari cacing purba ini. Mereka muncul dari reproduksi aseksual, yang sederhananya seperti mengkloning diri sendiri.
Untuk bisa berfungsi seperti cacing pada umumnya, cacing purba beku ini sebelumnya ditempatkan peneliti di cawan petri dengan larutan nutrisi. Nematoda ini lalu diletakkan di ruang bersuhu sekitar 21 derajat Celcius selama beberapa minggu.
Nah, saat itulah beberapa cacing purba mulai bangun dan bahkan mulai bereproduksi. Para peneliti mendapati, keturunan cacing purba ini menggunakan gula yang disebut trehalose untuk melindunginya dari dehidrasi dan ancaman hidup lain.
Berdasarkan uji genetik, termasuk pengurutan genom dan analisis filogenetik, cacing purba ini berasal dari keluarga cacing gelang Panagrolaimidae. Sesuai kawasan Sungai Kolyma, Rusia timur yang jadi tempatnya ditemukan, para peneliti menamainya Panagrolaimus kolymaensis.
Batas Tipis Hidup dan Mati
Teymuras Kurzchalia, salah satu penulis studi dan dosen di Max Planck Institute of Molecular Cell Biology and Genetics, Jerman menganggap cacing purba ini simbol luar biasa atas peregangan batas kehidupan dan kematian.
Sebelumnya, bakteri pada 2018 diketahui bisa hidup kembali setelah jutaan tahun tidur. Namun, batas kemampuan cryptobiosis hewan nematoda sebagai mikroorganisme yang jauh lebih kompleks dari bakteri belum banyak diketahui.
Para peneliti di Jerman kini mencoba menemukan populasi modern dari spesies purba ini. Jika belum punah, mereka bisa membandingkan seperti apa evolusinya selama puluhan ribu tahun. Sementara ini, cryptobiosis masih jadi misteri batas hidup dan mati di dunia biologi, khususnya pada hewan.