Danau Towuti yang berlokasi di Sulawesi Selatan merupakan sebuah danau purbakala. Danau dengan luas 561 kilometer persegi itu dimanfaatkan sejumlah ilmuwan untuk mengetahui iklim pada zaman geologis purba (paleoclimate) melalui kandungan sedimennya.
Danau Towuti mempunyai kedalaman maksimal 203 meter dan terletak pada ketinggian 293 meter di atas permukaan laut. Terdapat lima pulau di danau yang berjarak sekitar 600 km dari Makassar, ibu kota Provinsi Sulsel.
Sebuah penelitian mengenai Danau Towuti telah dipublikasikan melalui jurnal Nature Communications. Riset ini melibatkan institusi dari sejumlah negara, di antaranya Jerman, Swiss, Kanada, Denmark, Amerika Serikat, juga Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Jika Gurun Pasir Digali, Ada Apa di Sana? |
Salah satu penulis pendamping dalam penelitian ini adalah Prof Satria Bijaksana, Profesor bidang kemagnetan batuan dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Kami mencoba untuk mencari topik yang paling dekat dengan kita. Jadi ini cukup mudah untuk saya menjelaskan topik penelitian yang saya lakukan. Satu gunung, satu PhD. Satu danau, satu PhD. Satu sungai, satu PhD," kata dia, dikutip dari rilis berita laman kampus.
"Kami memiliki sebuah PhD, mengenai Danau Singkarak yang terletak di Sumatra Barat. Kami memiliki sebuah PhD, di Bromo. Kami memiliki empat sampai lima PhD, mengenai Danau Towuti," imbuhnya.
Prof Satria juga menyebut, ada sejumlah mahasiswa doktoral yang tertarik mempelajari Danau Towuti karena statusnya sebagai salah satu danau purbakala di Bumi.
Punya Keragaman Flora dan Fauna Endemik yang Tinggi
Penulis lain, Henrik Vogel menjelaskan, lokasi Danau Towuti yang ada di Indonesia tengah memberikan kesempatan penting dalam merekonstruksi perubahan paleoklimatologi terestrial jangka panjang di daerah yang sangat krusial, tetapi jarang dipelajari, kolam hangat Pasifik Barat, jantung El Nino-Southern Oscillation.
Perairan hangat Pasifik Barat adalah yang paling besar di dunia dengan permukaannya bisa melebihi 28 derajat. Temperaturnya yang cukup hangat untuk melambungkan uap air dan panas ke atmosfer, maka efeknya terhadap iklim daerah di sekitarnya juga masif.
Aspek tersebut berperan penting pada regulasi sistem musim hujan untuk banyak negara di Asia dan Afrika, yang kemudian tentunya berdampak langsung pada nyaris separuh populasi dunia.
"Danau Towuti juga memiliki tingkat keragaman flora dan fauna endemik yang tinggi dan dikelilingi oleh hutan hujan tropis dengan keragaman hayati tertinggi di dunia, menjadikannya salah satu pusat keragaman hayati Asia Tenggara," terang Vogel.
Dia memaparkan, susunan geologi daerah di sekitar Danau Towuti mempunyai batuan ultrabasa dan tanah laterit yang kemudian menyediakan substrat mineral yang kaya. Kandungan itu mendukung ekosistem penuh keragaman hayati untuk berbagai spesies mikroba eksotis yang tinggal di perairan dan sedimen Danau Towuti.
"Ekosistem ini mungkin dapat dibuat analogi sebagai ekosistem mikroba yang hidup di Lautan Archaea atau di Planet Mars," ujarnya lagi.
Sedimen Danau Mengandung Info Iklim Purbakala
"Sebagai bagian dari Towuti Drilling Project (TDP) yang tergabung dalam International Scientific Drilling Program (ICDP), kami mengumpulkan sampel sedimen dari kedalaman 156m, jauh di bawah kedalaman oxycline pada waktu pengeboran," tambah penulis pertama dalam penelitian ini, AndrΓ© Friese.
Danau Towuti mempunyai air teroksigenasi hingga kedalaman 70 meter. Lalu, setelah 130 meter, oksigen terlarut ini tidak dapat ditemukan sama sekali.
Kondisi konsentrasi oksigen yang berubah drastis seperti ini disebut sebagai oxycline. Di bawah 130 meter, air Danau Towuti kaya dengan besi terlarut.
"Deposit dari sedimen yang mengandung besi (ferruginous sediment) sering ditemukan pada zaman Archaean dan Proterozoic, aspek ini memainkan peran penting dalam siklus biogeokimia dunia," kata Friese.
Berdasarkan penelitian ini, sedimen terbentuk dengan ketebalan 19 cm setiap beberapa ribu tahun sekali. Ini memperlihatkan bahwa sedimen dengan kedalaman 12 meter awal menyimpan informasi iklim kira-kira 60 ribu tahun lalu.
Selain itu, mikroba dalam sedimen Danau Towuti juga memproduksi metana yang merupakan komponen utama gas rumah kaca. Kandungan gas rumah kaca yang tinggi diduga berkaitan dengan kondisi iklim Bumi sekitar 3 miliar tahun lalu.
(nah/pal)