Kisah-kisah Wilayah tanpa Negara di Bumi

ADVERTISEMENT

Kisah-kisah Wilayah tanpa Negara di Bumi

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 24 Jul 2023 08:30 WIB
Marie Byrd Land
Tempat-tempat ini tak diklaim oleh negara mana pun. Ada beragam alasan mendasarinya. Foto: Michael Studinger via NASA
Jakarta -

Satu negara dengan yang lain memiliki perbatasan yang sangat ketat. Melanggar ketentuan perbatasan tersebut tentunya dapat berakibat fatal.

Meski demikian, tak semua tempat di dunia ini diklaim oleh suatu negara. Ada sejumlah tempat di Bumi yang tidak masuk wilayah negara mana pun.

Tempat-tempat semacam itu disebut sebagai terra nullius, yang dalam bahasa Latin berarti bukan tanah siapa pun. Salah satu tanah tanpa klaim ini ada di antara Mesir dan Sudan, yakni Bir Tawil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, ada di mana saja tanah tanpa klaim ini?

Tempat-tempat tanpa Negara

Bir Tawil

Bir Tawil memiliki luas 2.060 kilometer persegi. Tempat ini berada di dekat perbatasan antara Mesir dan Sudan. Tidak ada negara yang mengklaim wilayah atas Bir Tawil.

ADVERTISEMENT

Suhu Bir Tawil pada puncak musim panas dapat mencapai 45 derajat Celsius, seperti dikutip dari IFL Science. Secara administratif, tak ada populasi di tempat ini. Walau demikian, tempat tersebut kerap dikunjungi suku nomaden seperti orang-orang Ababda.

Keunikan geografis ini disebut berawal dari perbatasan yang dibuat Kerajaan Inggris pada abad 19 dan 20. Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Inggris membuat kesepakatan dengan Mesir pada 1899.

Kesepakatan Inggris-Mesir itu menyatakan bahwa wilayah selatan garis lintang ke-22 adalah milik Sudan. Dengan begitu, Bir Tawil berada di bawah pemerintahan Sudan.

Namun pada 1902, Inggris kembali merekonstruksi batas Sudan-Mesir. Berdasarkan skema kali itu, Bir Tawil berada di bawah kekuasaan administratif Mesir. Sebab, areanya terkadang digunakan Suku Ababda yang berbasis dekat Aswan, selatan Mesir.

Kendati begitu, Mesir hanya ingin mematuhi perbatasan asli yang diatur pada 1899. Sementara itu, Sudan mengklaim batas administratif pada 1902. Dengan kata lain, Mesir percaya Bir Tawil termasuk wilayah Sudan, sedangkan Sudan meyakini sebaliknya.

Sejumlah kelompok sebenarnya sudah berusaha mengklaim wilayah tersebut, tetapi belum ada yang diakui secara internasional. Pada 2014, seorang warga AS bernama Jeremiah Heaton berusaha memilikinya. Dia menyebut Bir Tawil sebagai Kingdom of North Sudan dan mengumumkan dirinya sebagai raja.

Motivasi Heaton melakukan itu adalah untuk mengabulkan keinginan anak perempuannya menjadi seorang putri. Klaim ini tidak diakui AS.

Sementara, ada gagasan lain bahwa Bir Awil dapat berfungsi sebagai contoh yuridiksi baru dengan masyarakat adat punya hak atas tanah. Namun, sekarang, Bir Awil bukan milik siapa pun.

Marie Byrd Land

Berdasarkan hukum internasional, tak ada bagian dari Antartika yang dimiliki oleh suatu negara. Kendati begitu, ada tujuh negara yang mengklaim sebagian dari Antartika sebagai milik mereka,yaitu Argentina, Australia, Chile, Prancis, New Zealand, Norwegia, dan Inggris.

Peta tipikal yang menunjukkan klaim teritorial tersebut memperlihatkan Antartika dibagi-bagi layaknya pizza. Australia dan Norwegia memiliki sebagian besar di antaranya.

Namun, ada suatu spot di Antartika yang tidak diklaim siapa pun. Tempat itu adalah Marie Byrd Land.

Nama tersebut diambil dari nama istri seorang angkatan laut Amerika bernama Richard E Byrd. Ia menjelajahi wilayah itu pada abad 20.

Marie E Byrd memiliki luas 1.605.792 kilometer persegi. Saking luasnya, area ini menjadi wilayah terbesar yang belum diklaim di dunia. Alasan daratan ini menjadi tempat yang belum diklaim adalah sebatas karena lokasinya yang sangat terisolasi dan tak dapat dilalui, bahkan berdasarkan standar Antartika.

Gornja Siga

Sejumlah petak tanah diperebutkan sejak pecahnya Yugoslavia pada 1990-an. Tanah itu berada di perbatasan Balkan di Kroasia dan Serbia, di tepi timur Sungai Danube. Sementara di sisi lainnya, di tepi barat Sungai Danube, justru ada empat atau lebih tanah yang tidak diklaim negara mana pun.

Gornja Siga adalah area terbesar dari tanah-tanah tanpa klaim tersebut. Luasnya hanya 7 kilometer persegi. Wilayah ini merupakan hutan yang menjadi dataran banjir Danube.

Secara de facto, tanah tersebut milik Kroasia. Namun, Kroasia mengatakan bahwa Gornja Siga milik Serbia. Sementara itu, Serbia tidak mengklaim wilayah tersebut.

Walau diabaikan Kroasia dan Serbia, sejumlah pihak sebetulnya sangat tertarik memiliki Gornja Siga. Pada April 2015, sebuah grup libertarian yang diketuai politisi Ceko, Vít Jedlička menancapkan bendera ke rawa-rawa tak berpenghuni itu. Mereka menyatakannya sebagai negara mikro bernama Liberland.

Gagasan mereka adalah mengubah Gornja Siga menjadi utopia libertarian yang tanpa pajak wajib, memiliki aturan yang minimal, dan bermata uang bitcoin.

Motto Liberland adalah "to live and let live". Mereka membanggakan kebebasan pribadi dan ekonomi rakyat, termasuk membatasi kekuatan negara untuk memastikan hanya ada sedikit campur tangan terhadap kebebasan rakyat dan bangsa.

Sayang, mimpi itu menghadapi banyak tantangan. Pihak otoritas Kroasia, yang meski tidak cukup tertarik dengan Gornja Siga, tidak senang dengan ide adanya negara mikro libertarian di pintu masuk wilayahnya. Karena itu, polisi Kroasia menangkap orang-orang yang mencoba menginjakkan kaki di sana.




(twu/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads