Lebih dari Setengah Lautan Tidak Biru Lagi, Apa Sebabnya?

ADVERTISEMENT

Lebih dari Setengah Lautan Tidak Biru Lagi, Apa Sebabnya?

Zefanya Septiani - detikEdu
Jumat, 14 Jul 2023 19:30 WIB
Air berwarna hijau pekat masih tetap menjadi β€œlautan” di Kampung Apung, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (29/7/2021). Puluhan tahun warga di sini harus hidup mengapung meski bukan berada di Kawasan pesisir laut Jakarta.
56% Wilayah samudera berubah warna dari biru jadi kehijauan, lebih luas dari daratan Bumi. Apa gara-gara manusia? Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Warna permukaan lautan yang biasanya disebutkan berwarna biru, saat ini mulai mengalami perubahan warna menjadi hijau. Para peneliti menemukan, 56 persen samudra kita kini berwarna kehijauan, bukan biru.

Angka perubahan tersebut dinilai fantastis oleh para peneliti. Sebab, luas permukaan laut yang mengalami perubahan warna lebih besar dari total luas daratan di Bumi. Peneliti menduga, kemungkinan besar perubahan ini terjadi karena perubahan iklim yang disebabkan manusia.

"Saya telah menjalankan simulasi bertahun-tahun, yang memberi tahu bahwa perubahan warna laut ini akan terjadi," ungkap Stephanie Dutkiewicz, salah satu penulis studi ini, dikutip dari IFL Science.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Melihat hal itu terjadi sungguh tidak mengejutkan, tetapi menakutkan. Dan perubahan-perubahan ini konsisten dengan perubahan-perubahan yang disebabkan manusia terhadap iklim kita," jelas ilmuwan peneliti senior di Departemen Bumi, Atmosfer, dan Ilmu Planet di salah satu kampus terbaik dunia, Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Center for Global Change Science ini.

Penelitian Warna Laut Berubah

Melacak Klorofil

Perubahan warna pada permukaan laut diketahui melalui pengamatan menggunakan satelit selama lebih dari 20 tahun. Analisis dilakukan dengan menggunakan Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (Modis) yang terpasang di satelit Aqua.

ADVERTISEMENT

Modis digunakan untuk pengamatan perubahan warna permukaan laut karena mampu mengambil pengukuran dalam tujuh panjang gelombang yang terlihat. Salah satunya yaitu dua panjang gelombang yang terkait dengan pengukuran klorofil.

Klorofil adalah senyawa alami yang memberikan warna hijau bagi tumbuhan dan alga. Selain itu, klorofil juga dimiliki fitoplankton untuk fotosintesis.

Hal tersebut menyebabkan klorofil memiliki peranan penting bagi keberlangsungan ekosistem laut, baik dalam hal jaringan makanan ataupun penyerapan karbon dioksida.

Penilaian akan perubahan warna laut seiring berjalannya waktu dilakukan dengan melacak perubahan klorofil. Para peneliti melihat perubahan dari tahun ke tahun dan gambaran besar dalam rentang waktu dari 2002 hingga 2022.

Pengamatan akan perubahan klorofil membantu para peneliti untuk menentukan variasi alami apa yang terjadi pada warna laut dan apa yang dapat dianggap di luar batas normal.

Pengecekan Gas Rumah Kaca

Selanjutnya para peneliti membandingkan hasil penelitian dengan dua model yang dibuat berdasarkan penelitian sebelumnya. Kedua model tersebut memprediksi perubahan warna laut, satu tanpa adanya gas rumah kaca, dan satu dengan adanya gas rumah kaca.

Model gas rumah kaca yang memprediksi selama periode 20 tahun mendapati bahwa akan lebih dari 50 persen samudera dunia yang berubah warna. Hasil pemodelan ini sesuai dengan temuan penelitian penelitian terbaru.

Perubahan Warna Laut Disebabkan oleh Manusia

Perubahan yang diamati dalam warna ini terutama terjadi di lautan tropis di dekat khatulistiwa. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang berubah dalam ekosistem di bawah gelombang karena warna laut adalah cerminan dari flora dan fauna di dalam air.

Bahkan pada lintang yang lebih rendah, ekosistem permukaan laut telah menjadi lebih hijau selama 20 tahun terakhir.

Sayangnya tim peneliti belum sepenuhnya yakin alasan yang menyebabkan perubahan ini, namun mereka berpendapat bahwa perubahan iklim disebabkan oleh manusia yang akhirnya berdampak pada perubahan warna laut.

"Warna samudera telah berubah, dan kita tidak bisa mengatakan bagaimana itu terjadi. Tetapi kita bisa mengatakan bahwa perubahan warna mencerminkan perubahan dalam komunitas plankton yang akan mempengaruhi segala sesuatu yang memakan plankton," jelas Dutkiewicz.

"Hal ini juga akan mengubah seberapa banyak karbon yang diserap oleh laut, karena jenis plankton yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda untuk melakukannya. Jadi, kami berharap orang-orang menganggap ini serius. Bukan hanya model yang memprediksi perubahan ini akan terjadi. Sekarang kita bisa melihat bahwa itu terjadi, dan samudera sedang berubah," jelasnya.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads