Tim astronom mendapati, untuk pertama kalinya, bintang memakan sebuah planet. Kejadian ini memperkuat perkiraan bahwa kehidupan di Bumi juga akan lenyap dimakan bintang.
Temuan bintang melenyapkan planet ini dilaporkan Kishalay De dan rekan-rekannya di jurnal Nature. Bagaimana caranya bintang dapat melenyapkan kehidupan?
Lenyapnya Bumi dan Planet Tata Surya
Sebelumnya, ilmuwan mengetahui bahwa bintang menelan planet di dekatnya saat berevolusi. Namun, pengetahuan ini didapat sebelum atau setelah peristiwa tersebut terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penemuan De dkk ini memperkuat perkiraan bahwa kejadian bintang menelan planet ini bahkan mungkin terjadi beberapa kali dalam setahun di Tata Surya. Peristiwa ini diperkirakan akan jadi akhir planet-planet kecil di sistem perbintangan lain maupun planet besar di sistem Tata Surya, seperti Bumi.
"Mayoritas pada akhirnya akan mengalami nasib ini," kata Morgan MacLeod, postdoctoral fellow astrofisika teoretis di Center for Astrophysics, Harvard & Smithsonian, salah penulis studi tersebut, dikutip dari the Harvard Gazette.
Peristiwa 'bintang makan' ini diketahui akan terjadi sebelum bintang mati. Saat itu, objek bercahaya ini akan menggembung hingga sejuta kali ukuran aslinya. 'Bagian pinggang' bintang yang membesar akan cukup dekat dengan sebuah planet sehingga bisa menariknya dalam hitungan hari. Jika makin dekat, bintang itu akan menelan semua objek yang ada dalam jangkauannya.
Saat ini, Matahari sebagai bintang di pusat Tata Surya dilaporkan masih dalam kondisi stabil. Saat waktunya Matahari makan nanti, bintang ini akan menggelembung, menelan Merkurius, lalu Venus, dan kemudian Bumi.
"Ini benar-benar bagian sentral dari kisah koevolusi bintang dan planet," kata MacLeod.
Melihat Bintang Melenyapkan Planet
Kishalay De menjadi saksi hidup pertama bintang menelan planet. Peneliti pascadoktoral di Institut Kavli untuk Penelitian Astrofisika dan Antariksa, Massachusetts Institute of Technology (MIT) ini semula menyaksikannya pada 2020.
Awalnya, De sedang melihat-lihat data dari observatorium Zwicky Transient Facility, California Institute of Technology (Caltech). De berencana mencari tanda-tanda letusan bintang atau nova. Peristiwa ini sering terjadi ketika dua bintang yang mengorbit merobek bongkahan massa satu sama lain sehingga muncul semburan cahaya alias 'kembang api bintang'.
Terang semburan cahaya ledakan bintang umumnya sekitar 1.000 kali lebih terang daripada bintang itu sendiri. Namun, satu kembang api bintang tampak tidak masuk akal. Sebab, cahayanya jauh lebih redup, sekitar 100 kali lebih terang saja. Saat itu ia sadar bahwa yang tampak di depan sepertinya bukan nova.
De pun curiga dirinya sedang menyaksikan bintang sedang menelan sebuah planet. Beberapa buktinya antara lain bintang itu dikelilingi awan debu. Ini artinya, awan debu tersebut muncul dari pecahnya sesuatu yang berbatu, bukan gas. Bintang itu juga dikelilingi gas dingin. Padahal, sebuah nova sebagai ledakan bintang mengeluarkan gas panas.
Memastikan teori bintang pemakan planet yang diragukannya ini, De menghubungi MacLeod. Rekannya ini berspesialisasi merancang model komputasi yang dapat mensimulasikan tabrakan bintang.
Hasil rekonstruksi ledakan itu menunjukkan bahwa kecerahan, energi yang dipancarkan, sampai massa yang dikeluarkan tidak cocok dengan peristiwa ledakan bintang. Energinya sendiri sekitar 1.000 kali lebih kecil.
Alhasil, tim De, MacLeod, dan rekan-rekannya beberapa tahun terakhir mencoba mencari tahu kemungkinan-kemungkinan lain terkait ledakan di langit. Mereka juga melakukan pemeriksaan silang deretan pengamatan awal tersebut dengan dengan data baru dari Observatorium Keck di Hawaii, Observatorium Palomar, dan teleskop ruang angkasa inframerah NASA, NEOWISE.
Data NEOWISE memberikan petunjuk bagi keraguan tim De. Inframerah membantu mereka melihat lebih baik material yang lebih dingin, termasuk debu yang dikeluarkan. Data NEOWISE menunjukkan, debu-debu tersebut adalah remah-remah bintang yang memakan planet gas raksasa seukuran Jupiter.
"Agak puitis bahwa ini akan menjadi takdir terakhir Bumi," kata Kishalay De.
Beberapa tahun setelahnya, bintang pemakan planet itu menyusut ke ukuran aslinya. De menyimpulkan, kehidupan di Bumi akan hilang dalam sekejap saat Matahari memutuskan untuk berevolusi dan dapat kembali menyusut seperti tidak terjadi apa-apa.
Sebagai penghiburan, MacLeod mengatakan, akhir kehidupan di Bumi ini akan terjadi sekitar 5 miliar tahun lagi.
"Jika ada penghiburan, ini akan terjadi dalam waktu sekitar 5 miliar tahun," pungkasnya.
(twu/pal)