5 Dongeng Anak Pendek yang Mendidik, Cocok Dibaca Sebelum Tidur

ADVERTISEMENT

5 Dongeng Anak Pendek yang Mendidik, Cocok Dibaca Sebelum Tidur

Kholida Qothrunnada - detikEdu
Kamis, 08 Jun 2023 18:38 WIB
mother and child daughter reading book in bed before going to sleep
Foto: Getty Images/iStockphoto/evgenyatamanenko
Jakarta -

Biasanya sebelum tidur, banyak orang tua yang membacakan dongeng anak. Manfaat cerita dongeng untuk anak-anak yaitu untuk menumbuhkan imajinasi serta mendorong kreativitas penalaran mereka.

Selain itu, adanya pesan moral juga berguna untuk mendidik mereka supaya berperilaku positif. Dalam artikel ini, ada beberapa contoh dongeng anak sebelum tidur yang mendidik tema binatang.

Baca cerita dongeng anak yang baik untuk anak usia 3-4 tahun di bawah ini yuk!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerita Dongeng Anak yang Mendidik

Dikutip dari e-book bertajuk Dongeng Binatang Super Seru dan Mendidik karya Kak Thifa, dan Buku Kumpulan Dongeng Hewan Favorit Anak oleh Yunita R. Saragi, berikut merupakan kumpulan judul cerita dongeng anak yang mendidik:

1. Cucing Pindah Rumah

Di tepi taman kota, ada seekor kucing bernama Cucing yang sedang berjalan sambil menggigit tengku anaknya satu-satu. Ia melakukan itu, karena berencana pindah tempat tinggal.

ADVERTISEMENT

Beberapa hari kemudian, Cucing pun memindahkan lagi anak-anaknya ke tempat lain. Saat diperjalanan, Cucing bertemu dengan Burung Pipit. Burung Pipit tersebut tersenyum melihat kelakuan Cucing.

Burung Pipit itu pun seketika berbicara dalam hatinya, "Ih ngapain kucing kurang kerjaan itu, setiap waktu memindahkan anak anaknya," ejeknya

"Selamat pagi datang kurang kerjaan wahai Cucing," sapa Burung Pipit.

Cucing menjawab, "Maksudnya siapa yang kurang kerjaan?"

"Kamu lah." sahut Burung Pipit sambil tersenyum mengejek.

"Emangnya kurang kerjaan bagaimana?" ujar Cucing.

"Setiap waktu selalu memindahkan anak-anakmu. Bukankah itu kurang kerjaan?"

"Kalau kamu tidak mengerti sesuatu, sebaiknya jangan bicara sembarangan," jawab Cucing dengan tegas.

Suatu hari, Burung Pipit menangis. Pasalnya, anak-anaknya hilang. Sarangnya pun kosong. Rupanya, seekor ular yang sejak seminggu lalu mengamati Burung Pipit. Ular itu pun telah menemukan sarangnya.

"Hai Pipit, kamu kenapa? teriak Cucing yang sedang bermain dengan anak-anaknya, tepat di bawah sarang Burung Pipit.

"Anak-anakku dicuri ular," jawabnya sambil menangis.

"Sekarang kamu mengerti bukan tujuan aku memindahkan anak-anakku? Kalau tempatnya tetap anak-anakku bisa hilang dimangsa musang. Carilah tempat tinggal yang lebih tersembunyi atau lebih tinggi," ujar Cucing.

Dengan kejadian tersebut, Burung Pipit pun akhirnya mengerti alasan Cucing sering memindahkan anak-anaknya ke tempat lain.

Pesan moral yang mendidik:

Daripada kita sibuk membicarakan dan mengomentari apa yang dilakukan orang lain, lebih baik kita memikirkan yang terbaik untuk diri sendiri.

2. Dua Katak

Di suatu hutan, saat musim kemarau hampir tiba, ada para katak yang sedang membicarakan kemungkinan pindah tempat tinggal (migrasi) dari kolam.

"Sebaiknya kita pindah dari sekarang deh, supaya perjalanannya tidak terlalu melelahkan," ucap satu katak.

"Aku juga setuju," balas katak yang lain. "Aku malah sudah mempersiapkan diri sejak kemarin." lanjutnya.

Saat para katak sibuk mempersiapkan diri, ada dua katak yang tidak begitu peduli dengan kabar migrasi tersebut.

"Di sini, banyak tempat bersembunyi dari sengatan matahari. Buat apa kita pergi jauh jika nanti harus kembali?" ucap katak pertama.

"Capek kalau kita harus pergi sana-sini," tambah katak kedua.

"Beberapa tahun yang lalu, saat kolam kekeringan, sumur tempat kita bersembunyi tidak kering." tambahnya.

Kemudian, kedua katak segera mengajak beberapa kawannya untuk tidak ikut bermigrasi.

"Tapi, nanti sumur itu akan kering juga. Kalau sumurnya kering, bisa berbahaya. Kita nanti tidak bisa naik, dan akhirnya mati." balas katak yang dibujuk.

Walaupun dibujuk oleh banyak katak, kedua katak itu tetap yakin dan teguh dengan pendiriannya. Akhirnya, semua katak bermigrasi, kecuali kedua katak itu.

Setelah semua pergi, kedua katak masuk ke sumur.

Selama berhari-hari, mereka memang bisa menikmati air dan hidup di dalam sumur. Namun, ketinggian air dalam sumur semakin turun. Lalu, sumur itu pun akhirnya benar-benar kering.

Sontak hal tersebut membuat kedua katak bingung. Mereka tidak bisa naik ke atas sumur, padahal udara di dalam sumur mulai panas. Akhirnya, mereka pun menyesal karena telah menolak ikut migrasi.

Pesan moral yang mendidik:

Sebelum mengetahui apa yang akan terjadi dan jika ada yang mengajak untuk hal kebaikan ke depannya, janganlah bersikukuh dengan pendapat dan egomu.

3. Gagak yang Memangsa Kambing

Elang tidak pernah tahu, kalau di bukit tempat tinggalnya ia memiliki pengagum. Setiap kali ia terbang, melayang, dan menukik, ada seekor gagak selalu mengawasinya. Gagak itu menyukai cara Elang terbang, dan menyambar mangsanya.

"Aku juga bisa seperti Elang. Sekali waktu, aku akan mencoba menyambar anak kambing." gumam Gagak.

"Selamat siang, Elang. Aku tetanggamu satu bukit," sapa Gagak ke Elang.

"Selamat siang juga Gagak. Ya, aku tahu kalau kita tinggal di bukit yang sama," jawab Elang sambil tersenyum padanya.

"Oh, ya? Tahu dari mana?," tanya Gagak yang heran sekaligus bangga.

"Aku terbang setiap hari, jadi aku tahu apa yang ada di bawah." jawab Elang.

Gagak pun tersenyum malu. Di dalam hatinya, ada perasaan bangga karena Elang memperhatikan dirinya.

"Elang, saat menukik dan menyambar anak kambing apakah kamu tidak merasa berat?" tanya Gagak.

"Tidak, aku sudah biasa melakukannya. Anak kambing yang lebih besar saja sudah pernah kusambar. Aku juga pernah menyambar dengan kecepatan tinggi, sehingga binatang buruanku tidak sempat menghindar." Elang bercerita.

"Oh, Gagak suka berburu juga?" tanya Elang.

"Iya. Aku sangat suka berburu," jawab Gagak berbohong.

Pada suatu kesempatan, di lembah ada anak kambing sedang mencari makan. Gagak telah memperhatikannya dari suatu pohon.

Oleh karena itu, Gagak segera terbang cepat. la pun merasa dirinya seperti elang. Cakarnya direntangkan, lalu menyambar anak kambing incarannya.

Tapi, sayangnya ia tidak bisa mengangkat buruannya. Kambing buruannya itu sangat berat. Kaki Gagak pun terlilit tali yang mengikat leher anak kambing.

Lalu datang penggembala yang terkejut mendengar anak kambingnya mengembik. Saat dilihatnya, seekor gagak menempel di punggung anak kambing.

Menyaksikan hal tersebut, pengembala pun marah. Gagak akhirnya segera ditangkap.

Pesan bijak:

Syukuri apa yang kamu punya, jangan berpura-pura, dan jadilah dirimu sendiri.

4. Gagak Dikejar Sanca

Pada musim kemarau yang panjang, ada seekor ular sanca yang sedang mencari mangsa untuk makanannya. Sejak pagi, ia pun telah turun ke sungai kecil.

Ia mengayunkan badannya untuk menguras air di sungai kecil dengan batu dan tanah liat untuk membendung anak sungai. Alhasil, keringat membasahi sekujur tubuh Sanca.

Ketika air sungai mulai surut, terlihatlah beberapa ikan besar dan kecil. Sanca pun langsung gembira. Di sisi lain, waktu itulah yang membuat Gagak datang.

Kemudian, tanpa basa basi, ia mematuk ikan-ikan besar. Setelah tinggal yang kecil, ia terbang dan hinggap di dahan pohon yang tidak jauh dari sungai kecil itu.

Melihat hal itu, Sanca marah bukan main. la menatap Gagak yang sedang tersenyum.

"Kamu tidak tahu malu, Gagak! Ayo turun kau! Kita berkelahi!" teriak Sanca.

Gagak hanya terdiam. Dibiarkannya Sanca memaki dirinya. Sontak, Sanca semakin marah.

"Dengarlah, Gagak! Aku akan menangkapmu ke mana pun kamu berada!" tegas Sanca.

Sejak saat itu, Sanca selalu mengejar Gagak. Tapi, Gagak menganggap enteng ancaman Sanca.

Berbulan-bulan Sanca mengejar Gagak. la mulai takut dengan ancaman Sanca. la berpikir bagaimana caranya agar Sanca tidak mengejarnya lagi.

Lalu, Gagak melihat drum-drum berisi air celupan kain di depan rumah penduduk.

Tanpa pikir panjang, ia mencelupkan diri di drum isi air celupan hitam itu dengan berkali-kali menyelam hingga seluruh tubuhnya hitam. Gagak juga mengubah suaranya agar Sanca tidak mengenalinya lagi.

Terlebih, ia juga pun memilih tidak akan bersenandung dan bicara lagi.

Tiba-tiba di suatu hari, Sanca menghampirinya. "Hel, apakah kamu melihat Gagak?" Gagak terkejut.

la pun menjawab dengan gugup. "Gak...! Gaaakk...!

Sanca pergi begitu mendengar jawaban Gagak. Rupanya, penyamaran Gagak berhasil karena Sanca sudah tidak mengenalinya lagi.

Sejak itu, Gagak yang asalnya bulunya berwarna putih berubah menjadi warna hitam.

Pesan moral yang mendidik:

Kita harus yakin, bahwa setiap kejahatan pasti akan mendapatkan balasannya. Begitu juga Gagak, karena ulahnya, ia akhirnya berubah menjadi warna hitam dan tidak bisa lagi kembali ke warna asli bulunya yang putih.

5. Turti, Si Kura-kura Pemalu

Turti merupakan anak kura-kura pemalu. Dia akan menyembunyikan kepalanya ke dalam cangkang apabila bertemu dengan siapa pun. Dia sangat suka berenang di danau Hutan Pine, jika danau sedang sunyi.

Pagi itu, Turti tengah melangkah perlahan ke luar rumah setelah berpamitan kepada ibunya. Saat hampir sampai di danau, dia pun mendengar nyanyian seekor binatang yang diiringi dengan petikan gitar yang merdu.

Turti akhirnya penasaran. Dari balik semak-semak dia mengintip. Ternyata itu Kuki, si kucing penyanyi yang sudah terkenal di seantero Hutan Pine. Dia juga sering mengadakan pertunjukan di depan Raja Leon.

Turti sendiri merupakan salah satu penggemarnya. Dia sering bersembunyi di balik batu yang jauh dari keramaian untuk mendengarkan Kuki bernyanyi dan memainkan gitar.

Tanpa sadar, Turti mengikuti nyanyi si Kuki. Namun, tiba-tiba hal itu membuat Kuki menghentikan nyanyinya. Kuki pun menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Siapa di sana?" tanya Kuki yang sedikit takut.

Turti kemudian terkejut mengetahui saat Kuki mendengar suara nyanyiannya. Tak lama, Kuki melihat dan tersenyum geli saat matanya melihat cangkang Turti di sela dedaunan.

Lalu, ia berjalan ke arah Turti yang sedang bersembunyi. Turti ingin berlari. Tapi, percuma karena ia adalah pelari yang lamban.

Maka, ia cepat-cepat menyembunyikan kepalanya ke dalam cangkang.

"Keluarlah dari sana. Aku tahu kau ada di situ," seru Kuki.

Turti gemetaran di dalam cangkangnya.

"Siapa nama kamu? Suaramu itu sangat bagus lho, kau tahu?"

Turti yang mendengar pujian itu, mengucapkan terima kasih sambil bernada pelan-pelan.

"Keluarlah dari cangkangmu. Aku tidak akan menggigitmu. Malah, aku mau kita bernyanyi bersama," kata Kuki.

"Benarkah?" tanya Turti yang masih di dalam cangkang.

"Iya. Kau sangat berbakat." jawab Kuki.

"Kebetulan, Raja Leon memintaku mencari teman untuk bernyanyi bersama. Katanya dia sudah agak bosan melihatku bernyanyi sendirian. Kamu mau? Eh, siapa namamu?" tanya Kuki.

"Turti... aku Turti!" pekik Turti yang masih malu-malu.

"lyaaa. Tapi kamu harus mengeluarkan kepala dari cangkang supaya bisa bernyanyi."

Akhirnya, Turti mengeluarkan kepalanya perlahan dan berkata, "Tapi aku malu. Aku tidak mungkin bisa bernyanyi di depan banyak orang. Apalagi di depan raja."

"Rasa malu tidak akan membuatmu keren. Kau harus berani. Aku akan menemanimu bernyanyi bersama" kata Kuki.

"Benarkah?"

"Ya, ayo kita latihan!"

Pagi itu, hari pertama Turti mengalahkan rasa malunya. Dia dan Kuki pun akhirnya menjadi dua penyanyi terkenal di Hutan Pine.

Seandainya Turti terus malu, dia mungkin tidak akan pernah bisa menemukan bakatnya.

Pesan moral yang mendidik:

Kita harus berani menunjukkan bakat yang kita punya. Jika tidak, kita mungkin tidak bisa menjadi orang yang bisa berkembang.

Nah, itu tadi beberapa cerita dongeng anak berbahasa Indonesia yang singkat dan mendidik dengan tema binatang.




(khq/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads