53 Persen Danau di Dunia Terus Kehilangan Air, Ternyata Ini Penyebabnya

ADVERTISEMENT

53 Persen Danau di Dunia Terus Kehilangan Air, Ternyata Ini Penyebabnya

Zefanya Septiani - detikEdu
Senin, 05 Jun 2023 16:30 WIB
This aerial combination photo created on April 17, 2023, boats are parked on Lake Oroville near the Bidwell Bar Bridge in Oroville, California, on September 05, 2021 (top) and on April 16, 2023 (below). - A very wet winter has left Californias reservoirs looking healthier than they have for years, as near-record rainfall put a big dent in a lengthy drought.
A series of atmospheric rivers -- high altitude ribbons of moisture -- chugged into the western United States, dousing a landscape that had been baked dry by years of below-average rain. (Photo by JOSH EDELSON / AFP) (Photo by JOSH EDELSON/AFP via Getty Images)
Foto: AFP via Getty Images/JOSH EDELSON/ilustrasi danau mengering
Jakarta -

Danau menjadi salah satu yang terdampak karena adanya permasalahan iklim yang terus terjadi. Saat ini, lebih dari separuh danau yang ada di dunia telah kehilangan airnya. Apa penyebabnya?

Untuk mengetahui danau-danau yang kehilangan air dan penyebabnya, sebuah penelitian telah dilakukan oleh Fangfang Yao, peneliti CIRES dan peneliti iklim di University of Virginia.

Mengutip Science Daily, penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan selama 28 tahun terakhir untuk mengkuantifikasi dan mengatribusi tren penyimpanan air danau secara global.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemimpin studi, Yao, melakukan penelitian dengan didasari oleh krisis lingkungan di beberapa tempat penyimpanan air terbesar di Bumi, seperti mengeringnya Laut Aral antara Kazakhstan dan Uzbekistan.


1.972 Danau Ditinjau Melalui Satelit

Penelitian ini memanfaatkan 250.000 snapshot luasan danau yang diambil menggunakan satelit dalam waktu antara tahun 1992 hingga 2020. Hal tersebut digunakan oleh peneliti untuk meninjau luas 1.972 danau terbesar di Bumi.

ADVERTISEMENT

Pengumpulan ketinggian air pada danau menggunakan altimeter satelit serta menggunakan luas air jangka panjang untuk mengurangi ketidakpastian.

Namun, terdapat beberapa danau yang tidak memiliki catatan ketinggian luas jangka panjang sehingga peneliti menggunakan pengukuran air terbaru yang dilakukan oleh instrumen terbaru pada satelit.

Penggabungan pengukuran ketinggian air terbaru dengan pengukuran luas jangka panjang memungkinkan para ilmuwan untuk merekonstruksi volume danau beberapa dekade yang lalu.

"Kita memiliki informasi yang cukup baik tentang danau-danau ikonik seperti Laut Kaspia, Laut Aral, dan Danau Salton, tetapi jika Anda ingin mengatakan sesuatu secara global, Anda membutuhkan perkiraan yang dapat diandalkan tentang level danau dan volume," kata Balaji Rajagopalan, profesor rekayasa di CU Boulder.

"Dengan metode baru ini, kami dapat memberikan wawasan tentang perubahan level danau global dengan perspektif yang lebih luas," tambahnya.

Pengukuran ini menemukan hasil yang cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, 53 persen danau secara global mengalami penurunan penyimpanan air.

Tim peneliti kemudian membandingkan kehilangan ini setara dengan ukuran 17 Danau Mead, waduk terbesar di Amerika Serikat.

Penurunan Air di Danau Disebabkan oleh Ulah Manusia

Yao dan rekannya menggunakan kemajuan terkini dalam pemodelan penggunaan air dan iklim untuk menjelaskan tren pada danau alami.

Ternyata, penurunan bersih volume danau alami didominasi oleh perubahan iklim dan konsumsi air oleh manusia sehingga kita kehilangan air pada 100 danau besar.

"Banyak jejak konsumsi air oleh manusia dan perubahan iklim pada penurunan air danau sebelumnya tidak diketahui, seperti kekeringan Danau Good-e-Zareh di Afghanistan dan Danau Mar Chiquita di Argentina," jelas Yao.

Saat ini, danau yang terdapat pada daerah kering dan basah di dunia mengalami penurunan volume. Kerugian pada danau tropis yang lembab dan danau Arktik menunjukkan tren pengeringan yang lebih luas.

Tim penelitian turut mengevaluasi tren penyimpanan pada waduk. Sayangnya, ditemukan hampir dua pertiga waduk besar di Bumi telah mengalami penurunan air yang signifikan.

"Penguapan menjadi dominan dalam penurunan penyimpanan global di waduk yang ada," jelas Ben Livneh, salah satu penulis studi sekaligus rekan peneliti CIRES, dan profesor rekayasa di CU Boulder.

Sementara, sedimentasi pada waduk yang telah ada sebelum tahun 1992, menjadi permasalahan yang lebih krusial dibandingkan masa kekeringan tahunan atau curah hujan yang tinggi.

Sebesar 24 persen danau juga mengalami peningkatan penyimpanan air yang signifikan. Namun, tren ini dimiliki oleh danau yang terletak di daerah tidak padat penduduk di Plateau Tibet bagian dalam dan Great Plains Utara Amerika Utara, serta di daerah dengan waduk baru seperti DAS Sungai Yangtze, Mekong, dan Nil.

Para peneliti juga memperkirakan terdapat sekitar 2 miliar orang atau seperempat populasi dunia yang tinggal di sekitar danau yang mengering.

Oleh sebab itu, perlunya dukungan akan konsumsi air bersih manusia, perubahan iklim, dan dampak sedimentasi dalam pengelolaan daya air yang berkelanjutan.

Solusi Mengatasi Kekeringan Air

Melalui metode baru yang digunakan untuk melacak tren penyimpanan air dan alasan di baliknya, para peneliti turut memberikan wawasan kepada lembaga pengelola air dan komunitas untuk melindungi sumber air yang kritis dan ekosistem regional yang penting.

"Jika konsumsi manusia merupakan faktor besar dalam penurunan penyimpanan air danau, maka kita dapat beradaptasi dan mengeksplorasi kebijakan baru untuk mengurangi penurunan dalam skala besar," jelas Ben Livneh.

Hal tersebut dibuktikan melalui temuan peneliti di Danau Sevan, Armenia. Diketahui Danau Sevan mengalami peningkatan penyimpanan air dalam 20 tahun terakhir.

Fenomena tersebut dikaitkan oleh peneliti dengan adanya penegakan hukum tentang larangan pengambilan air sejak awal tahun 2000-an.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads